| 156 Views
Harita Nickel Buka Pabrik Nikel Sulfat Terbesar di Dunia: Era Baru Industri Baterai Kendaraan Listrik Indonesia
CendekiaPos - Indonesia resmi menyentuh tonggak sejarah baru dalam industri baterai kendaraan listrik dengan diresmikannya pabrik nikel sulfat terbesar di dunia. PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL), unit bisnis Harita Nickel, yang merupakan afiliasi dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), memimpin langkah bersejarah ini.
Pabrik tersebut, berlokasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, memiliki kapasitas produksi nikel sulfat sebesar 240 ribu ton per tahun. Kini, Indonesia tidak hanya menjadi produsen utama nikel, tetapi juga memasuki tahap produksi bahan baku vital dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Materi Strategis Bagi Baterai Kendaraan Listrik
Nikel sulfat menjadi bahan utama dalam penyusunan prekursor katoda baterai kendaraan listrik. Produksi nikel sulfat dalam jumlah sebesar ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk terlibat secara signifikan dalam industri baterai global yang terus berkembang.
Direktur PT. Halmahera Persada Lygend, Tonny H. Gultom, menyatakan bahwa pabrik ini akan menjadi yang pertama di Indonesia dan terbesar di dunia dalam hal kapasitas produksi nikel sulfat. Produksi perdana nikel sulfat ini dijadwalkan akan diekspor pada Juni 2023.
"Dalam hal kapasitas produksi NiSO4, Perseroan akan terus melakukan penyempurnaan dan meningkatkan kapasitasnya hingga mencapai 240.000 metrik ton/tahun dengan kandungan nikel metal 54.000 ton/tahun dan ditargetkan tercapai pada pertengahan Q2 tahun 2023," ungkap Tonny.
Perjalanan Hilirisasi Industri Tambang di Pulau Obi
Pulau Obi, yang kaya akan mineral, menjadi tempat strategis untuk membuka pabrik nikel sulfat ini. Tonny mengungkapkan rencana jangka panjang untuk membangun industri pertambangan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir di pulau tersebut.
Sejak tahun 2010, Harita Nickel melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk telah mengambil langkah awal dengan melakukan pertambangan. Proses hilirisasi dimulai pada tahun 2015 dengan pengolahan nikel kadar tinggi (saprolit) melalui PT Megah Surya Pertiwi, yang memiliki empat jalur produksi feronikel.
"Di tahun 2018 kami mulai membangun hilirisasi pengolahan nikel kadar rendah limonit yang selama ini diperlakukan sebagai overburden (batuan sisa) Mixed Hydroide Precipitate," jelas Tonny.
Hilirisasi industri tambang Harita Nickel terus berkembang, dan pada Juni 2021, PT Halmahera Persada Lygend, sebagai afiliasi Harita Nickel, secara resmi membuka operasi. Anak perusahaan lainnya, PT Halmahera Jaya Feronikel, telah menyelesaikan pembangunan smelter feronikel dengan delapan jalur produksi pada semester I 2023.
Dukungan Pemerintah dan Harapan Masa Depan
Prestasi ini mendapatkan apresiasi dan dukungan dari pemerintah. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menyebut pencapaian Harita Nickel sebagai sesuatu yang "luar biasa bersejarah."
Septian mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara perkembangan industri dengan pelestarian lingkungan dan kontribusi positif terhadap masyarakat sekitar.
"Kita mengulang sejarah 2 tahun lalu bersama Menko Marves meresmikan pabrik HPAL pertama. Ini sesuatu yang membanggakan, di mana hari ini kita akan meresmikan nikel sulfat yang merupakan produk turunan dari nikel yang nanti dapat diolah menjadi prekursor," kata Septian.
Zhang Bao Dong, Direktur PT Halmahera Persada Lygend, menyampaikan rasa bangga atas kerjasama dengan Harita Group dan harapan untuk bersama-sama membangun industri hilirisasi yang berkelanjutan di masa depan.
Peresmian pabrik nikel sulfat ini bukan hanya sebuah pencapaian bisnis tetapi juga menciptakan dampak ekonomi yang positif dan memberdayakan masyarakat lokal di Pulau Obi. Rasa optimisme dan harapan untuk masa depan industri baterai kendaraan listrik Indonesia semakin memperkuat posisi Indonesia dalam peta produsen nikel dunia.