| 171 Views
Gen Z dalam Kapitalisme Sekuler Terjerat Gaya Hidup Materialistik

Oleh : Mumu
Aktivis Muslimah
Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) yang menjadi salah satu tren signifikan di kalangan generasi Z saat ini, istilahnya mulai diperkenalkan pada 2004 dan kemudian digunakan secara luas sejak 2010 untuk menggambarkan fenomena yang diamati di situs jejaring sosial. Istilah FOMO masuk dalam kamus Oxford pada 2013. Jauh sebelum kemunculan istilah ini, sebenarnya gejalanya itu sudah ada. Hanya saja, fenomena ini kian kompleks karena pengaruh media dengan jejaringnya yang begitu mudah memantik sikap FOMO khususnya di kalangan generasi Z.
Selain pengaruh media sosial, sejatinya yang menumbuhsuburkan adalah sistem sekuler, kapitalis dan demokrasi. Ketiga ini yang melahirkan kebebasan tanpa batas dengan dalih kebebasan dan privasi. Individu dibebaskan sebebas-bebasnya untuk berekspresi dan dijamin dengan dalih hak privasi individu. Sehingga, seabsurd apapun perilaku tersebut tetap ada pemakluman.
Sistem ini jugalah yang melahirkan standar-standar hidup bahagia dan sukses yang orientasinya hanyalah kesenangan duniawi yang semu. Tujuannya hanya seputar eksistensi maya yang tidak akan pernah terpuaskan. Ibarat mereguk air laut, semakin diminum semakin dahaga. Tak heran pelakunya menghalalkan segala cara agar dapat eksis ditengah masyarakat walaupun sejatinya sekarat.
Sistem kapitalisme hadir menyelamatkan jiwa-jiwa yang haus eksistensi dengan kemajuan financial technologi yang menawarkan pinjaman online dengan sangat mudah dan cepat. Generasi muda yang haus gaya hidup materialistik merasa terselamatkan dengan adanya pinjaman online tersebut dengan tidak memikirkan jangka panjang efek bunga ribawi.
Terlihat dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), generasi milenial dan gen Z menjadi penyumbang utama kredit macet pinjaman online (pinjol). Pada Juli 2024, tingkat kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di perusahaan pinjol atau peer to peer (P2P) lending mencapai sebesar 2,53 persen (antaranews.com, 13/9/2024).
Inilah salah satu dampak FOMO, carut marutnya finansial yang mengakibatkan kecemasan dan penurunan produktivitas. Generasi disibukkan dengan perkara duniawi dan tidak memahami peran dan potensi sesungguhnya. Walau demikian tetap terlena berkubang dengan aktivitas nirfaedah yang dirawat oleh sistem sekuler, kapitalis, demokrasi.
Akar permasalahan ini bermula dari sistem rusak kapitalisme sekuler yang menjadikan generasi Z terbawa arus gaya hidup materialistik. Tak bisa dipungkiri, cukup sulit untuk terbebas dari perilaku materialistik mengingat masifnya propaganda yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme sekuler. Maka yang harus dibenahi pertama kali adalah mengganti pemikiran rusak yang selama ini diadopsi dengan pemikiran yang benar.
Generasi harus kritis terhadap fenomena-fenomena di sekitar, menimbang baik-buruk dan dampak yang terjadi. Agar sikap kritis bermuara pada perubahan yang hakiki, maka perlu arah pandang yang benar. Arah pandang yang benar harus sesuai dan fitrah memuaskan akal. Adalah Islam, bukan sekadar mengatur ibadah antara dirinya dan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan antar manusia, dan hubungan dengan dirinya. Agama yang komprehensif, sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenteramkan jiwa.
Adalah fakta, ketika Islam diterapkan maka kebaikan berbagai lapisan generasi mewarnai sejarah. Pemudanya menjadi tonggak peradaban gemilang yang cerdas dan paham peran dan potensinya. Bukan sekadar FOMO. Keistimewaan Islam tidak akan terasa manakala dibelenggu seputar ibadah mahdhah. Islam harus hadir di setiap lini kehidupan agar dijadikan panduan atas setiap permasalahan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 208 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”[]