| 71 Views

Gas Langka, Ada Apa Dengan Negriku?

Oleh : Ummu Aqila
Aktivis Dakwah

Sedang hangat diperbincangkan publik Tanah Air, terkait kisruh penjualan Elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi yang hanya diperkenankan melalui pangkalan resmi Pertamina.

Masalah gas elpiji kembali mencuat, dalam sepekan terakhir LPG 3 kg mengalami kelangkaan di sejumlah wilayah. Stok gas melon elpiji sudah langka sejak seminggu terakhir (Beritasatu.Com, 31 januari 2025).

Adanya kelangkaan ini, rakyat mengalami kesulitan mendapatkannya karena dengan dalih kelangkaan beberapa penjual memainkan dan menjual dengan harga diatas het. Diketahui penyebab langkanya gas elpiji 3 kg adalah per 1 Februari 2025. Pengecer tidak diperbolehkan menjual gas elpiji 3 kg (Tribunnews, 2 februari 2025).

Padahal ini baru menghadapi perubahan kebijakan yang kecil yakni menertibkan distribusi LPG subsidi 3 kg agar benar tepat sasaran dan tepat harganya. Dalam hal Ini PT Pertamina harus membuktikan bahwa layanannya ditopang oleh struktur yang tangguh, dan harus ada perubahan ke depan agar masalah ini jangan terulang lagi.

Perubahan kebijakan ini tidak besar dan hanya dari pangkalan ke pengecer.
Struktur yang resmi atas ijin pertamina apakah memiliki kehandalan? Banyak publik yang menganggap atau berspekulasi ini adalah pengurangan kuota, pembatasan pembelian LPG subsidi dll. Namun ternyata tidak demikian. Mungkin di masa mendatang akan ada pembatasan, namun kita belum tau apakah ini bagian dari rencana penghematan anggaran APBN.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan pembatasan kuota LPG 3 Kg atau pemangkasan subsidi. Hal ini disampaikan menanggapi isu yang berkembang di Masyarakat terkait gas melon subsidi. Menurutnya, ada indikasi penyaluran yang tidak tepat sasaran, Dimana sekelompok orang pembeli gas LPG dalam jumlah besar dengan cara yang tidak wajar dan memainkan harga ditingkat pengecer. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah menerapkan regulasi baru yang mengharuskan pembelian LPG dilakukan di pangkalan resmi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol terhadap distribusi serta memastikan harga yang wajar bagi masyarakat.

Menurut beberapa media, kelangkaan ini disebabkan oleh kebijakan baru pemerintah yang melarang pengecer menjual gas LPG 3 Kg mulai 1 Februari 2025. Dengan kebijakan ini, masyarakat yang ingin membeli gas harus ke pangkalan yang sudah terdaftar di daerah masing-masing. Itupun harus daftar dulu, mengisi registrasi online dengan membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sebutuh apapun masyarakat tidak bisa beli kalau belum terdaftar, bahkan pengecer pun tidak bisa beli untuk dijual kembali. Mereka boleh beli hanya untuk kebutuhan rumah tangga. Mereka (para pengecer) dilarang menjual jika belum mengurus ijin usaha.

Apa yang telah disampaikan bapak Menteri ESDM seolah logis, masuk akal, dan melindungi masyarakat. Tapi jika dikaji lebih mendalam, hal ini tidak lebih dari skenario jahat penguasa untuk mengisi kas negara. Bukankah hilangnya Premium, naiknya Tarif Dasar Listrik, naiknya harga BBM, naiknya lajak 12%, juga dengan alasan yang sama? Ada alasan yang sangat logis bahwa kebijakan ini sebenarnya adalah cara kapitalis mengisi kas negara. Karena pemasukan utama negara kapitalis adalah pajak. Maka upaya yang dilakukan adalah bagaimana bisa menarik pajak dari rakyat yang sudah terseok-seok secara ekonomi ini.

Kebijakan pengalihan pengecer menjadi pangkalan resmi adalah menyulitkan bahkan mematikan bisnis rakyat khususnya mereka yang bermodal kecil otomatis mereka tidak bisa menjual elpiji 3 kg dan akan menguntungkan pemodal besar yang memiliki pangkalan.

Namun  bukan juga tidak mungkin bahwa kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg ini juga STRATEGI  yang sedang di mainkan oleh para 9 Naga berkolusi dengan pemangku pemerintahan.

Artinya scenario yang di mainkan mereka adalah kebutuhan 'PRIMER'. Karena bila salah satu kebutuhan di mainkan,tentu dampaknya akan sangat terasa ke "JANTUNG RUMAH TANGGA" yaitu persoalan dapur. 

Masalah yang terlihat ternyata karena struktur distribusi belum tangguh atau rapuh. Ada bukti kongkrit bahwa masyarakatnya selama ini memang tidak menerima subsidi sesuai dengan kebijakan negara. Sebagian besar subsidi nyantol menjadi keuntungan para pedagang LPG. Pernyataannya apakah nyantolnya atau dinikmatinya subsidi oleh pedagang LPG 3 kg ini yang mereka ingin pelihara?

Kebijakan pengalihan pengecer menjadi pangkalan resmi adalah menyulitkan bahkan mematikan bisnis rakyat khususnya mereka yang bermodal kecil otomatis mereka tidak bisa menjual elpiji 3 kg dan akan menguntungkan pemodal besar yang memiliki pangkalan.

Kebijakan ini suatu keniscayaan dalam sistem ekonomi kapitalisme, karena salah satu karakternya adalah memudahkan para pemilik modal besar untuk menguasai pasar dari bahan baku hingga bahan jadi yakni dari hulu hingga hilir.

Sistem ekonomi kapitalisme juga meniscayakan adanya liberalisasi migas dengan memberi jalan bagi korporasi untuk mengelola sumber alam yang sejatinya mili rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada perorangan atau perusahaan.

Inilah sistem ekonomi kapitalisme yang tidak bisa membedakan mana kepemilikan umum milik rakyat mana kepemilikan individu, hal ini mengantarkan pada liberalisasi SDA atau migas.

Alhasil, perubahan kebijakan apa pun yang ditempuh pemerintah pada akhirnya tidak akan memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap migas yang hakikatnya merupakan harta milik rakyat. Mirisnya, pada saat yang sama, kepemimpinan sekuler yang diadopsi negeri ini telah menjadikan negara lepas tanggung jawab dalam menjamin pemenuhan kebutuhan asasi rakyatnya.

Kepemimpinan ini juga telah menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus umat (ra‘in). Sebaliknya, penguasa hanya bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau pemilik modal, meskipun rakyat harus dikorbankan.

Berbeda dengan sistem Islam
Adapun standar kesejahteraan dalam Islam adalah saat kebutuhan setiap individu sudah tercukupi, salah satunya adalah kebutuhan akan gas untuk keperluan rumah tangga. Oleh karena itu, negara wajib menjamin agar semua rakyat bisa mendapatkan LPG dengan harga murah atau bahkan gratis serta dengan cara yang mudah. 

Islam mengharuskan negara menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat (ra‘in). Negara diharamkan membiarkan satu saja kebutuhan rakyat terlalaikan.
Rasulullah saw. bersabda:

"Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut akan menjadi motivasi bagi para penguasa Muslim untuk menjalankan amanah sesuai tuntunan syariat. Negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan setiap individu rakyatnya, bukan hanya untuk sebagian. 

Oleh sebab itu, hanya sistem ekonomi Islam yang mampu menyelesaikan masalah kelangkaan LPG dengan sempurna. Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah akan mampu menjaga dan mengatur semua kebutuhan masyarakat. Setiap kebijakan penguasa akan dilaksanakan dengan patuh oleh masyarakat atas dorongan takwa, bukan materi.


Share this article via

80 Shares

0 Comment