| 78 Views

Bukan Sekadar Ubah Jam, Tetapi Ubah Arah Pendidikan

Oleh : Ayu Lailiyah
Aktivis Dakwah

Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi resmi mengembalikan jam masuk sekolah tingkat SD dan SMP dari pukul 06.30 WIB menjadi pukul 07.00 WIB. Perintah ini dilakukan menyusul dampak negatif dari kebijakan sebelumnya yang menimbulkan kemacetan di sejumlah titik, terutama di sekitar kawasan sekolah. Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan keputusan ini di ambil setelah dilakukan evaluasi selama satu pekan terhadap penerapan jam masuk pukul 06.30 WIB. (Kompas.com 21/7/2025)

Tujuan dari kebijakan ini sebenarnya patut diapresiasi, tetapi dampak yang ditimbulkan dinilai lebih banyak merugikan daripada memberi manfaat. Menanamkan kedisiplinan melalui rutinitas pagi adalah upaya yang baik. Namun sayangnya, kebijakan ini tampaknya diambil tanpa analisis yang menyeluruh dan kurang mempertimbangkan kondisi masing-masing daerah. Di daerah kota seperti Bekasi yang merupakan wilayah urban dengan mobilitas tinggi, penerapan kebijakan tersebut justru menjadi bumerang.

Dampak negatif dari kebijakan ini pun dirasakan secara nyata. Bukan hanya siswa dan orang tua yang terdampak, tetapi juga aparat kepolisian dan petugas lalu lintas yang kewalahan mengatur lalu lintas. Bentrokan jadwal, kepadatan di jalan, serta stres yang dialami siswa karena harus bangun dan beraktivitas terlalu pagi menjadi konsekuensi yang tak bisa diabaikan. Ironisnya, tujuan mendidik anak menjadi lebih disiplin malah berpotensi merusak kondisi fisik dan psikologis mereka.

Terlihat kebijakan ini mengalihkan perhatian dari akar persoalan utama yang selama ini menggerogoti dunia pendidikan seperti sistem pendidikan yang semakin bersifat komersial, hingga masalah output pendidikan yang kurang berkualitas dan kurang berkarakter. Selama pendidikan lebih menekankan pada pencitraan semu seperti seragam rapi dan datang pagi, tetapi gagal membentuk karakter, akhlak, dan kepribadian luhur, maka perubahan-perubahan teknis seperti memajukan jam masuk sekolah hanyalah solusi permukaan.

Kebijakan pendidikan seharusnya bersifat kontekstual. Tidak semua anak tinggal dekat sekolah. Tidak semua keluarga memiliki kendaraan pribadi. Bahkan di beberapa daerah, akses menuju sekolah masih tergolong sulit. Maka, menerapkan jam masuk yang sama di seluruh wilayah tanpa menyesuaikan kondisi sosial, geografis, dan infrastruktur adalah langkah yang tidak bijak.

Dibutuhkan koordinasi lintas sektor dalam merancang dan menerapkan kebijakan pendidikan. Kementerian Pendidikan tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada kolaborasi dengan sektor ketenagakerjaan, perhubungan, dan pemerintah daerah agar skema waktu sekolah tidak menimbulkan kekacauan. Keterlibatan orang tua dan ahli pendidikan pun juga sangat penting dalam proses pengambilan keputusan.

Sudah saatnya kita tidak lagi terjebak dalam kebijakan instan yang hanya mengatur waktu dan tata tertib. Kita memerlukan reformasi sistemik dalam dunia pendidikan—reformasi yang menitikberatkan pada tujuan membentuk generasi berkepribadian Islam yang kuat, cerdas, dan peduli terhadap masyarakat. Pendidikan harus menjadi sarana pembinaan karakter, bukan hanya pengukuran disiplin lewat jam masuk. Mewujudkan insan yang tidak hanya memahami tsaqafah Islam, tetapi juga berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menguasai kehidupan.

Maka, untuk mewujudkan output pendidikan yang berkualitas, hal utama yang seharusnya dibenahi dan dirancang adalah kurikulum pendidikan sebelum berlanjut kepada materi pelajaran, metode pengajaran, dan hal teknis lainnya. Dengan kurikulum berbasis Akidah Islam misalnya, maka akan mewujudkan generasi berkepribadian Islam. Begitupun Negara  mempunyai peran dalam menjamin kebutuhan pendidikan masyarakan. Sudah sepatutnya akses pendidikan dipermudah atau bahkan gratis dengan fasilitas yang memadai. Dengan begitu para peserta didik akan bisa maksimal belajar di setiap jenjang pendidikannya.

Wallahu a'lam bish shawab


Share this article via

13 Shares

0 Comment