| 34 Views

Bangunan Pondok Pesantren Ambruk, Dimana Peran Negara?

Oleh: Devi Anna Sari
Muslimah peduli Umat

Bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny yang ambruk berjumlah empat lantai berlokasi di Buduran, Sidoarjo. Kejadian tersebut terjadi ketika santri tengah melaksanakan sholat Ashar di lantai dua yang memang difungsikan sebagai mushola. Sekitar 160 orang menjadi korban dan 37 diantaranya meninggal dunia, dipastikan akan terus bertambah karena proses evakuasi masih berlanjut.

Adapun BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) telah meminta tim ahli dari ITS (Institut teknologi Semarang) untuk melakukan investigasi forensik bangunan secara menyeluruh, karena evakuasi puing bangunan dikhawatirkan merusak bangunan lain. Lebih lanjut BNPB juga telah memberikan dukungan tambahan berupa peralatan yang bisa mempermudah proses evakuasi seperti alat pelindung diri (APD), kacamata google, sarung tangan khusus, masker, sepatu boots dan lain sebagainya. (detikNews.com, 05/10/2025)

Berdasarkan sejumlah narasumber disekitar lokasi, bangunan tersebut dalam tahap pengecoran lantai empat. Para santri pun sering dijadikan kuli gratis, sebagai bentuk hukuman. Menurut BNPB, bangunan itu ambruk karena diduga tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Basarnas berpendapat bahwa pondasi tidak cukup kuat untuk menopang beban. Dan pihak ponpes membenarkan bahwa bangunan tersebut sedang dalam tahap renovasi.

Ambruknya ponpes Al Khoziny adalah salah satu bentuk kegagalan negara menerapkan sistem Kapitalisme dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Biasanya dana untuk membangun ponpes adalah hasil swadaya masyarakat dan juga donatur yang tidak menentu. Ditambah pengurusan birokrasi yang sulit, sehingga membuat pengerjaan bangunan ponpes tidak diawasi oleh pihak berwenang. Akibatnya, jadilah bangunan yang tidak layak, bahkan membahayakan. Seharusnya hal seperti ini tidak akan terjadi jika negara memberikan perhatian dan berupaya mencegah terjadinya dharar (bahaya). Negara pasti memiliki data tentang bangunan-bangunan yang ada di negeri ini.

Sistem Kapitalisme memandang pendidikan sebagai lahan untuk mengeruk kekayaan, bukan untuk mencerdaskan generasi muda yang merupakan tonggak peradaban. Sudah menjadi rahasia umum jika negara memang kurang memperhatikan sekolah dengan basis pondok pesantren. Ini disebabkan karena dinilai kurang menguntungkan untuk pemerintah dan pemilik modal.

Negara kapitalis berperan sebagai regulator, bukan sebagai penjamin akses pendidikan yang berkualitas. Negara memandang pendidikan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan, bukan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Hal ini menimbulkan berbagai masalah seperti komersialisasi pendidikan yaitu semakin mahal biaya pendidikan, ada harga ada rupa, orientasi pendidikan yang hanya pada pencapaian materi. Tujuan pendidikan tidak lagi memiliki visi membentuk manusia unggul dan beradab. Pendidikan hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok rakyat. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya,
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)

Dari sini jelas pendidikan adalah hak dasar untuk rakyat. Khilafah sebagai bentuk pemerintahan dalam sistem Islam akan menjamin kebutuhan pendidikan mulai dari kurikulum, bahan ajar metode pengajaran, sarana dan prasarana sekolah, hingga mengupayakan pendidikan berkualitas dapat diakses seluruh lapisan rakyat secara mudah.

Pendidikan haram dikapitalisasi, penguasa tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang kapital. Hal itu menegaskan bahwa mereka berlepas tangan dalam mengelola pendidikan. Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya,
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya". (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, ketimpangan infrastruktur pendidikan tidak boleh terjadi. Infrastruktur pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Khalifah wajib memastikan terpenuhinya infrastruktur pendidikan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Gratis untuk semua individu rakyat. Artinya, semua pembiayaan pendidikan adalah tanggungjawab negara. Dengan prinsip ini tidak ada pembangunan sekolah menggunakan dana dari rakyat ataupun siswa yang dihukum dengan menjadi kuli bangunan. Negara Khilafah akan memprioritaskan perbaikan infrastruktur pendidikan sebagai bagian tanggungjawabnya.

Penyelenggaraan pendidikan seperti ini membutuhkan dana yang sangat besar, untuk itu sistem pendidikan Islam akan didukung oleh sistem ekonomi Islam yang berpusat pada baitulmal. Sumber baitulmal diperoleh dari tiga pos pendapatan yaitu, pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan alokasi dana masing-masing. Untuk pendidikan, Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan umum sehingga negara bisa membangun gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, klinik, asrama serta sarana prasarana pendidikan dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, negara Khilafah juga akan memberikan beasiswa untuk seluruh warga tanpa syarat, baik kaya atau miskin. Semua mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan gratis. Dengan begitu, sumber pendanaan yang kokoh dan stabil di baitulmal akan memenuhi tujuan pendidikan berdasarkan syariat Islam yaitu menjadi manusia yang berilmu dan berkepribadian Islam.

Wallahu a'lam bis Showab


Share this article via

18 Shares

0 Comment