| 284 Views
Alat Kontrasepsi Untuk Remaja, Solusi Membawa Masalah

Oleh : Khadijah, S.Si
Pemerhati Remaja
Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17/23 tentang Kesehatan. Pro kontra pun terjadi, utamanya dalam Pasal 103 ayat (4). Di dalam pasal tersebut tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan konseling serta penyediaan alat kontrasepsi di sekolah.
Menanggapi hal tersebut, anggota DPR RI Komisi IX Netty Prasetiyani menyebut PP yang ditandatangani presiden Jokowi pada Jumat (26/7) itu dapat menimbulkan anggapan pembolehan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Hal yang sama juga diungkap oleh Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari yang menilai bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar merupakan kebijakan yang tak masuk akal dan salah kaprah (news.detik.com, 4/8/2024).
Kritikan juga datang dari omas Islam Persatuan Umat Islam (PUI) yang menyatakan penolakannya. Ketua DPP PUI Bidang Pendidikan Dr. Wido Supraha, M.Si, PUI menuntut dibatalkannya PP 28/2024 oleh pemerintah tersebut. Menurutnya, PP tersebut mengandung unsur-unsur pemikiran transnasional mengenai seks bebas yang sangat berbahaya.
Menanggapi berbagai kritikan terkait PP 28/2024 tersebut, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) berpendapat aturan tersebut tidak berarti ditujukan untuk semua remaja tetapi bagi remaja usia subur yang telah menikah dan membutuhkan alat kontrasepsi, namun menurut POGI kebijakan tersebut memang rentan untuk disalahgunakan.
Apalagi ketika merujuk Pasal 109 ayat 3 yang mengatur tentang pelayanan kontrasepsi di mana pelayanan kontrasepsi ditujukan pada dua kelompok yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur berisiko. Kelompok usia subur berisiko mengandung beberapa makna, yang dapat berarti pelajar atau remaja yang belum menikah dan tak asing dengan dunia pergaulan bebas dan memiliki jaminan hak yang sama akan pelayanan alat kontrasepsi.
Maka kontroversi terkait alat kontrasepsi bagi remaja memang cukup beralasan. Apalagi, tak sedikit remaja yang berpendapat bahwa hubungan seks sebelum pernikahan adalah sah-sah saja selama dilandasi perasaan suka sama suka. Maka tak heran, angka perilaku menyimpang makin hari makin mengkhawatirkan. Untuk itu solusi penyediaan alat kontrasepsi untuk menyelesaikan tingginya kehamilan di luar nikah dan menekan penyebaran penyakit menular seksual adalah solusi membawa masalah.
Seks Bebas Tinggi
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diungkap oleh Kepala BKKBN menyebutkan adanya kenaikan persentase remaja usia 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks pranikah, yakni sebanyak 59 persen untuk remaja perempuan dan laki-laki sebanyak 74 persen. Tren pernikahan usia muda menurun sedangkan kasus seks pranikah meningkat (Antaranews,11/3/2024).
Selain itu, kasus prostitusi yang melibatkan anak dan remaja makin masif.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ditemukan ratusan ribu dugaan transaksi mencurigakan terkait prostitusi anak. Terdapat 24.049 anak di bawah usia 18 tahun terlibat prostitusi anak. Hamil di luar nikah dan ancaman penyakit menular seksual menjadi bayang-bayang remaja saat ini. Liberalisasi perilaku remaja akan membawa kerusakan bagi masyarakat, meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya haram.
Seks Bebas Dosa Besar
Perilaku seks bebas alias zina merupakan dosa besar dan tercela.
Sebagaimana firman Allah Swt., “Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesembahan yang lain, tidak membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Siapa saja yang melakukan hal demikian, maka ia mendapat hukuman yang berat” (QS Al-Furqan [25]: 68).
Kemudian dalam surah Al Isra Allah
SWT berfirman , “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).
Dari ayat tersebut bermakna bahwa perilaku zina adalah perbuatan keji dan jalan buruk. Pelaku zina diberi sanksi tegas berupa cambuk 100 kali bagi pezina yang belum menikah (ghayr muhshan) dan rajam hingga mati bagi pezina yang telah menikah (muhshan). Penerapan sistem sanksi tegas dan bersifat jera sesuai Islam akan mencegah perilaku liberal masyarakat.
Solusi Islam
Sesungguhnya perilaku seks bebas atau zina mendatangkan kerusakan dan menimbulkan bencana. Rusaknya nasab dan tidak berjalannya hukum waris, tingginya kasus aborsi dan penyebaran penyakit menular seksual adalah sebagian dari resiko yang konsekuensi dari perbuatan maksiat ini.
Sebaliknya Islam memandang bahwa pernikahan sebagai cara dalam membentuk keluarga dan memenuhi kebutuhan naluri manusia. Penularan penyakit sosial akan dicegah melalui pernikahan. Sehingga berbagai jalan yang mengarah kepada pintu perzinaan akan ditutup rapat-rapat walau dengan alasan kesehatan reproduksi.
Sebagaimana sabda Nabi saw., “Wahai sekalian pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah memiliki kemampuan, hendaklah ia menikah karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa saja yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa sebab hal itu dapat meredakan nafsunya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Islam juga mewajibkan negara membentuk kepribadian islam pada setiap individu. Hal ini diwujudkan negara dengan menerapkan sistem islam secara kaffah termasuk dalam sistem pendidikan dan melakukan edukasi atau dakwah melalui berbagai sarana khususnya media. Pengawasan pun dilakukan oleh negara secara maksimal. Dengan langkah seperti itu segala kebijakan yang diambil negara tepat dan menyolusi bukan menambah masalah. Wallahu a’lam.