| 487 Views

Tanah Terlantar Diambil Negara, Sistem Rusak Melahirkan Hukum Yang Salah

Oleh: Sri Runingsih
Aktivis Dakwah

Tanah terlantar yang tidak dipergunakan selama dua tahun akan diambil alih oleh Negara. Begitulah yang dikatakan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penerbitan Kawasan dan Tanah Terlantar.

"Harison Mocodompis" selaku Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN mengatakan akan ditetapkan sebagai tanah yang terlantar bagi lahan yang sengaja tidak diusahakan, digunakan, dimanfaatkan dan dipelihara oleh orang yang memegang hak terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak, maka oleh Negara akan diidentifikasi.

"Yang termasuk objek tanah terlantar merupakan semua tanah yang memiliki hak sesuai dengan hukum pertanahan di Indonesia seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan (HPL), Hak Milik, dan Hak Pakai." Begitulah penjelasan Harison. (Kompas.com, Rabu 16/7/2025)

Dalam hal ini, langkah yang diambil oleh Negara sangatlah tidak adil bagi pemilik hak tanah, mungkin banyak kendala yang ia hadapi sehingga belum terlaksananya pengelolaan tanah tersebut. Nah Negara seharusnya mencari tahu dan memberi solusi akan hal ini, bukannya malah mengambil kesempatan dan mendzolimi rakyatnya dengan mengambil hak mereka.

Sementara tanah yang diambil oleh Negara nantinya belumlah ada kepastian apakah tanah tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat atau hanya kepentingan orang-orang tertentu dan oligarki semata.

Mengingat sebahagian besar lahan tanah di Indonesia hampir dikuasai oleh investor asing, sehingga rakyatlah yang menjadi buruh pekerjanya. 

Dengan demikian kehidupan rakyat kecil akan semakin tercekik, sudah tertimpa dengan kebutuhan hidup yang semua serba mahal dan serba bayar, sulitnya mendapatkan pekerjaan, hingga kini hak milik mereka pun harus diambil juga. Padahal Negara seharusnya mengayomi, melindungi, dan memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi umat, bukan malah sebaliknya.

Kalau seperti ini siapa yang terdzolimi, tentulah rakyat. Rakyat yang seharusnya dinaungi oleh penguasa kini malah dijadikan sasaran target dalam hal meraup keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri.

Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah dengan dzolim, maka pada hari kiamat tanah tersebut akan dikalungkan kepadanya sebanyak tujuh lapis." (HR. Bukhari Muslim)

Nauzubillah, begitulah balasan bagi orang-orang yang mengambil tanah orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari'at, karena bila caranya saja sudah salah berarti maksud dan tujuannya pula bisa juga salah, wallahu'alam.

Didalam Islam, tanah terlantar disebut "mawaat". Selain itu, tanah mawaat juga tidak dapat dimiliki kecuali dengan sebab-sebab yang dibolehkan oleh syara' seperti ahli waris, atau mungkin dulunya tanah tersebut pembelian/pemberian dari Negara maka boleh diambil kembali.

Baitul Mal akan memberikan solusi kepada pemilik tanah (petani) dengan memberikan modal kepada mereka agar tanah tersebut bisa dikelola/digarap.

Namun apabila dalam tiga tahun berturut-turut tanah tersebut masih dalam keadaan terlantar atau tidak dikelola samasekali, maka Negara akan mengambil alih dan memberikan kepada orang lain yang mungkin membutuhkan dan bersedia untuk mengelolanya. (Kitab Nizhomul Islam) 

Masyaallah, begitulah hidup bila dalam naungan Islam, peran seorang pemimpin benar-benar sebagai pelayan bagi umat.

Bukan hanya dalam hal tanah, bahkan kekayaan alam lainnya adalah sarana untuk mengayomi umat tanpa melibatkan pihak asing didalamnya. Masyaallah, tentunya hal ini hanya akan terwujud bila hukum Allah ditegakkan, tentunya dalam bingkaian khilafah Islamiyah.

Wallahu'alam bishawab


Share this article via

17 Shares

0 Comment