| 5 Views

Paylater dan Konsumerisme Semakin Menjerat Disaat Daya Beli Masyarakat Turun

Oleh : Kiki Puspita

Berdasarkan data dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), daya beli masyarakat di Jakarta selama momen Lebaran 2025 diperkirakan mengalami penurunan hingga 25 %. Tidak hanya di Jakarta, dilansir dari KBRN. Lhokseumawe : Pasca hari Raya Idul Fitri 1446 hijriah para pedagang di impres kota Lhokseumawe juga mengeluh dengan minimnya daya beli masyarakat. Hal ini disampaikan Rahmatsyah Fungsional Penyuluhan Disperindagkop UKM kota Lhokseumawe saat Dialog Pagi di PRO-1 Kamis (10/4/2025).

Menurut Rahmatsyah para pedagang di pasar impres menyampaikan, ke pihaknya selepas lebaran ini daya beli masyarakat agak berkurang, Rahmatsyah menilai menurunnya daya beli masyarakat ini disebabkan belum optimalnya ekonomi masyarakat setelah banyaknya pengeluaran yang harus digunakan pada lebaran lalu. Maraknya PHK, naiknya harga-harga, serta beban hutang yang meningkat dan pengaruh dari lesunya ekonomi secara global yang menghimpit ekonomi membuat masyarakat harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Tidak sedikit masyarakat yang berhutang dengan memanfaatkan paylater (pembayaran nanti) dalam belanjanya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencacat baki debet kredit produk buy now pay later (BNPL) perbankan mencapai Rp.21,98 triliun per Februari 2025. Angka itu tumbuh 36,60 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (KOMPAS.com).

Sistem beli sekarang, bayar kemudian, atau buy now, pay leter (BPNL), sedang tren sekarang. Masyarkat menganggap metode pembayaran ini sebagai solusi yang memudahkan untuk bertransaksi. Sayangnya pembayaran ini mala menyebabkan masalah baru. Sebanyak 4,31 % pengguna BNPL tercacat mengalami gagal bayar. Sebanyak 39,2% usia 20-30 tahun dan 35,84% usia 30-40 tahun. Jumlah tunggakannya mencapai sekitar Rp.1,12 triliun. (CNBC Indonesia, 16-1-2024).

Kemudahan yang ditawarkan BNPL, sejatinya merupakan perangkap bagi masyarakat yang sangat berbahaya. Adanya paylater makin mendorong arus konsumerisme masyarakat, dan hal ini tentu dilarang dalam syariat Islam karena paylater yang marak saat ini berbasis ribawi.

Akar permasalahan tidak dan tidak bukan  karena disebabkan penerapan Sistem Kapitalisme ini. Sistem yang menjadikan kehidupan ingin serba mudah dan instan tanpa memperhatikan hukum syara'. Sistem yang hanya mementingkan materi dan memisahkan Agama sebagai petunjuk dalam kehidupan. Akibatnya lahirlah masyarakat yang mengedepankan hasrat dan hawa nafsunya, termasuk dalam berbelanja.

Sistem Kapitalisme materialistis saat ini, apa saja boleh dilakukan, terutama untuk mencari kekayaan. Wajar jika kapitalisme menyuburkan bisnis-bisnis pinjaman berbau riba, bahkan negara memberikan fasilitas agar masyarakat mudah mengaksesnya. Kehidupan hedonisme juga makin mendorong Gen Z dan milenial untuk memenuhi hasrat mereka. Sifat ingin serba mudah dan instan membuat mereka memilih BNPL untuk memenuhi segala kemauan. Pandangan kapitalistik ini turut memengaruhi masyarakat dan negara. Keduanya klop dan sepakat bahwa BNPL bisa membantu kehidupan masyarakat.

Berbeda dalam Penerapan Sistem Islam. Dalam sistem Islam sangat jelas dalam membedakan benar dan salah atau boleh dan tidak boleh. Sistem pembayaran seperti BNPL seperti saat ini hukumnya haram karena mengandung aktivitas ribawi, yakni seseorang meminjam uang ke pihak ketiga untuk membayar barang yang ia beli disertai tambahan riba, padahal Islam melarang seorang muslim terikat riba.

Selanjutnya, masalah membeli barang. Islam melarang seorang muslim untuk memiliki sifat berlebihan. Gaya hidup hedonisme bukanlah gaya hidup Islam, apalagi membeli barang-barang karena tertarik dengan promonya saja alias bukan karena membutuhkannya. Islam mengajarkan seorang muslim untuk hemat dan mengeluarkan harta hanya pada hal-hal yang diperlukan. Islam juga mewajibkan seorang muslim terikat dengan seluruh syariat-Nya, termasuk dalam membelanjakan harta. Mereka melakukan perintah itu atas dorongan iman kepada Allah Taala. Keyakinan bahwa setiap amal perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawaban menjadi pemacu semangat kaum muslim untuk taat dalam kondisi apa pun dan di mana saja.

Hanya saja, aturan Islam tersebut tentu terasa berat jika tidak didukung oleh sistem yang paripurna. Kaum muslim jelas sulit menerapkan aturan Islam ketika hidup di alam kapitalisme seperti sekarang, yakni semua yang haram menurut Islam, justru dibolehkan. Artinya, kaum muslim butuh sistem Islam agar dapat menjalankan syariat Allah sebagaimana mestinya.

Dalam hal ini, sistem pemerintahan Islam lah (Khilafah) yang bisa menerapkan aturan Islam secara sempurna. Khilafah hanya akan membolehkan sistem jual beli sesuai syara', juga membuat aturan agar masyarakat jauh dari sifat berlebihan.

Akan ada sanksi tegas terhadap segala pelanggaran sehingga orang yang terlibat dalam transaksi haram akan jera, segera bertobat, dan orang lain tidak akan menirunya. Oleh karenanya, sudah saatnya kaum muslim hidup dalam naungan sistem yang benar (Khilafah). Solusi keuangan yang akan diterapkan dalam Sistem Islam akan mampu mensejahterakan masyarakat.

Waulohua'lam bissowab.


Share this article via

0 Shares

0 Comment