| 249 Views

Langkah Global, Hancurkan Penjajahan Ilegal

Oleh : Wahyuni M.
Aliansi Penulis Rindu Islam

Menurut laporan Anadolu Ajansi per 15 April 2025, jumlah korban jiwa di Gaza telah mencapai angka memilukan, yaitu 51.000 orang tewas dari awal serangan Zionis pada 7 Oktober 2024. Serangan terus berlangsung dan sedikitnya 29 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan Zionis sejak fajar, Senin (21/04). Serangan tersebut menghantam sejumlah lokasi di seluruh Jalur Gaza, termasuk kamp-kamp tenda pengungsi yang menampung warga sipil yang terlantar dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar.

Menanggapi situasi ini, Pertahanan Sipil Palestina dan Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina menyerukan dilakukannya penyelidikan independen atas kematian 14 petugas darurat Palestina dan satu staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kedua lembaga tersebut menolak penyelidikan internal yang dilakukan Israel terhadap peristiwa pembunuhan brutal yang terjadi pada bulan sebelumnya, dan menegaskan perlunya akuntabilitas internasional.

Di sisi lain, Program Pangan Dunia (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali mengeluarkan peringatan serius terkait memburuknya kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza. Lembaga tersebut menyatakan bahwa sekitar dua juta penduduk, mayoritas di antaranya adalah pengungsi kini hidup tanpa penghasilan dan sepenuhnya mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan pangan dasar mereka.

WFP menyatakan bahwa krisis kemanusiaan di Gaza semakin parah akibat penutupan perbatasan yang terus dilakukan oleh penjajah Zionis yang menghambat masuknya bantuan pangan vital ke wilayah tersebut. Dalam keterangannya, WFP menegaskan bahwa Gaza membutuhkan suplai pangan yang stabil dan berkelanjutan guna mencegah runtuhnya sistem ketahanan pangan secara total. Lembaga ini juga memperingatkan akan dampak serius jika situasi tidak segera berubah, mengingat masyarakat sipil Palestina di Gaza sudah berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dengan keterbatasan ekstrem terhadap sumber daya dasar yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Penderitaan kaum muslim di Gaza tak juga berakhir. Sementara penjajah Zionis justru makin brutal, berbuat di luar batas kemanusiaan. Kecaman dunia tak dihiraukan. Sayangnya, para penguasa muslim tetap hanya mencukupkan diri dengan kecaman tanpa aksi nyata. Bahkan meski umat Islam hari ini sudah mulai menyerukan jihad sebagai solusi.

Seperti telah banyak diprediksi, seruan jihad dan permintaan pengiriman pasukan dari para ulama yang tergabung dalam International Union of Muslim Scholars (IUMS) pada 4 April 2025, nyatanya hanya menjadi gema kosong yang diabaikan. Para pemimpin negara-negara muslim tak bergeming sedikit pun. Tak ada respons, tak ada tindakan nyata. Mereka tampak lebih sibuk menghitung risiko politik dan ekonomi dibanding menyelamatkan nyawa di Gaza. Ketakutan mereka terhadap tekanan Amerika Serikat begitu nyata, sementara kecintaan mereka terhadap kekuasaan tampak jauh lebih besar daripada kepedulian terhadap penderitaan saudara seiman mereka. Dunia menyaksikan betapa bisunya kekuasaan saat darah rakyat Palestina terus mengalir.

Situasi yang terus memburuk di Gaza seharusnya menjadi cermin bagi dunia Muslim, bahwa menaruh harapan pada para penguasa Arab, Turki, Indonesia, maupun kekuatan besar dunia dan lembaga-lembaga internasional hanyalah ilusi. Lembaga-lembaga tersebut justru sering kali berperan sebagai alat yang mempertahankan dominasi dan penjajahan global, bukan menghentikannya.

Kini saatnya umat menyadari bahwa nasib Gaza dan Palestina tak akan berubah tanpa peran aktif mereka sendiri. Kekuatan sejati ada di tangan rakyat, sebagai pemilik hak sah untuk menentukan pemimpin yang benar-benar berpihak pada syariat, dan yang berani membela umat dari segala bentuk ketidakadilan dan penindasan. Perubahan tak akan datang dari luar, ia harus dibangun dari kesadaran kolektif dan keberanian umat itu sendiri.

Allah memerintahkan umat Islam memberi pertolongan pada saudaranya sesama muslim. Allah juga menyatakan umat muslim adalah bersaudara. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa umat Islam adalah satu tubuh. Oleh karena itu wajib menolong saudaranya. Selama umat masih terikat pada nasionalisme warisan penjajah, mereka tidak akan pernah benar-benar bersatu, dan jihad pun tidak akan digerakkan. Umat Islam harus mencampakkan nasionalisme dan menyadari bahwa penjajahan hanya bisa dihentikan dengan persatuan umat dalam satu kepemimpinan global, yaitu Khilafah (perisai).

Umat wajib menyeru semua muslim di seluruh dunia dengan seruan yang sama. Umat harus terus mengingatkan akan persatuan umat dan kewajiban menolong mereka. Umat harus bergerak menuntut penguasa muslim melaksanakan kewajiban menolong Palestina dengan melaksanakan jihad dan menegakkan Khilafah.

Gerak umat harus ada yang memimpin agar terarah. Pemimpin dakwah itu adalah jamaah dakwah ideologis yang menyerukan jihad dan tegaknya Khilafah. Para pengemban dakwah harus terus bergerak dengan mengerahkan seluruh kemampuannya agar persatuan umat terwujud dan berjuang bersama menegakkan Khilafah agar persoalan umat termasuk Palestina segera terselesaikan dan kehidupan Islam dapat dilangsungkan kembali.


Share this article via

71 Shares

0 Comment