| 19 Views

Judol Semakin Marak, Butuh Solusi Komprehensif

Oleh : Sri Rahayu

Sungguh memilukan, ternyata Indonesia merupakan negara peringkat nomor satu dengan pemain judi online terbanyak di dunia, dan mirisnya lagi pemain judi online mayoritas berasal dari golongan seperti ibu rumah tangga, petani, buruh dan juga mahasiswa. Mereka menganggap judi menjadi harapan untuk mendapatkan uang berlimpah, padahal tidak ada satu orangpun yang bisa kaya-raya karena judi.

Jawa Pos.com pada Senin 25/11/2024 melansir Polda metro jaya telah menangkap 24 orang tersangka dan menetapkan 4 orang sebagai DPO terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai kementerian komunikasi dan digital (kemkomdigi), mereka menyalah gunakan wewenang yang seharusnya memblokir situs judi online tapi justru meraup Untung dari situs judi online yang dipelihara alias tidak diblokir.

Menurut pengakuan salah satu pelaku, mereka mendapatkan keuntungan senilai Rp 8,5 juta dari situs judi online yang tidak diblokir. Bila ditotal dari 1000 situs maka dalam satu bulan ia mendapatkan keuntungan hingga 8,5 miliar dari hasil menjaga situs itu, dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai Rp 5 juta tiap bulannya.

Fakta ini seharusnya membuat publik sadar bahwa pemberantasan judi online atau judol hanya mimpi, aparatur negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok.

Pejabat negara menyalah gunakan wewenangnya untuk melindungi situs perusak masyarakat artinya keberadaan judol merupakan masalah sistemik. 

Jika dikatakan ada masalah di sistem hukum, memang bisa jadi benar, sebab sistem hukum saat ini terbukti lemah yang membuat pemberantasan judi makin jauh dari harapan, namun pangkal masalah sebenarnya ialah penerapan sistem hidup sekulerisme kapitalisme yang diterapkan hari ini.

Sistem ini membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan hal ini niscaya terjadi, sebab sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, akhirnya didalam diri masyarakat termasuk pejabat negara tidak terbentuk konsep harta yang berkah.

Kehidupan yang materialistik menyuasanakan mencari jalan pintas untuk meraup keuntungan, jadi tidak heran pejabat negara justru menjadi pelaku kejahatan.

Kondisi yang sangat berbeda tatkala Islam di terapkan sebagai sistem kehidupan, pasalnya Islam menetapkan perjudian apapun bentuknya adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al ma'idah ayat 90

يايهاالذين امنواانماالخمر الميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشيطن فاجتنبوه لعلكم تفلحون

" Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

Syariat ini harus dipatuhi dan dipahami oleh siapapun, selain menetapkan hukum perjudian Islam juga menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar yaitu ketakwaan individu kontrol masyarakat dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjeratkan oleh negara.

Individu yang bertakwa tentu akan mematuhi perintah Allah SWT. Adapun Islam juga memerintahkan agar masyarakat melakukan kontrol beramar ma'ruf nahi mungkar kepada sesama. Sehingga jika ada oknum-oknum yang mencoba menyebarkan judi termasuk judol, masyarakat akan bergerak melakukan Amar ma'ruf nahi mungkar. Perjudian akan semakin tidak mendapat ruang publik karena Islam memerintahkan negara untuk memberikan sanksi kepada pelaku judi.

Tatkala tegas menerapkan sistem sanksi Islam (ugubat) bisa dipastikan judi termasuk judul tidak akan sulit diberantas apalagi dipelihara oleh pejabat negara.

Jika hukum Islam diterapkan niscaya akan menimbulkan efek jawazir (pencegah) dan jawazir (penebus dosa pelaku) sekaligus. Sehingga ukuran Islam jika diterapkan oleh negara sangat efektif dan efisien mengendalikan kejahatan termasuk judol. Hanya daulah khilafah yang mampu menjalankan perintah syariat.

 


Share this article via

14 Shares

0 Comment