| 306 Views

Zionis Yahudi Makin Biadab, Kebutuhan Akan Khilafah Semakin Mendesak

Oleh: Dian Salindri
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Hari demi hari, dunia masih menyaksikan kebiadaban Zionis Yahudi yang semakin menjadi-jadi di tanah Palestina. Genosida terhadap penduduk Gaza yang tiada akhir, pembantaian anak-anak dan wanita, penghancuran masjid dan rumah sakit, hingga pencemaran kesucian Masjid Al-Aqsa. Kejadian mengerikan hari demi hari menjadi mimpi buruk bagi rakyat Palestina, semua ini seolah menjadi rutinitas penjajah yang telah kehilangan rasa kemanusiaan. Yang mereka lakukan bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, tapi juga penodaan dan penghinaan atas eksistensi umat Islam.

Namun sangat menyakitkan di saat penduduk di belahan dunia mana pun berdiri membela Palestina, menyuarakan pembelaan terhadap penduduk Gaza, melontarkan kemarahannya atas genosida yang keji yang tidak kunjung berakhir, baik umat Muslim maupun non-Muslim, penguasa negeri Muslim justru bungkam dan mendiamkan kekejian itu terus berlangsung. Bahkan mereka masih menjalin hubungan diplomatik dengan entitas penjajah tersebut. Mereka rela duduk semeja dengan musuh umat Islam seolah-olah tidak terjadi apa pun.

Akar Persoalan Palestina, Penguasa Buta Hati
Pengkhianatan penguasa negeri Muslim bukan hanya disebabkan buta hatinya namun juga karena mereka tidak memahami akar persoalan Palestina. Mereka menganggap ini hanya sebatas konflik perebutan wilayah atau sekadar isu HAM biasa, bukannya menyadari dan memahami ini adalah bentuk penjajahan atas tanah kaum Muslim dan penistaan terhadap salah satu masjid suci umat Islam. Ketidakpahamaan ini pun diperparah dengan kecintaan mereka terhadap kekuasaan dan ketergantungan mereka terhadap politik internasional yang tentunya merupakan rancang musuh Islam. Mereka lupa Palestina bukanlah tanah konflik, tapi tanah yang diperjuangkan umat Islam yang wajib dibebaskan.

Saatnya Umat menyadari urgensi Khilafah
Di tengah penderitaan umat Islam di Palestina, kaum Muslim tidak boleh berdiam diri. Sudah saatnya kesadaran umat dibangkitkan secara massif. Para pengemban dakwah harus tampil terdepan dalam menyuarakan solusi Islam atas persoalan Palestina. Isu Palestina ini adalah dengan jihad fii sabilillah yang tentunya hanya bisa diwujudkan dalam naungan Daulah Islamiyah. Solusi ini bukan sekadar wacana, melainkan realitas sejarah yang pernah terbukti menaklukkan musuh-musuh Islam dan membebaskan tanah yang terjajah.

Sejarah mencatat, Masjid Al-Aqsa pernah jatuh ke tangan pasukan Salib pada 1099. Selama hampir satu abad Baitul Maqdis berada dalam cengkeraman penjajah kafir yang membantai kaum Muslim. Baitul Maqdis akhirnya kembali ke pangkuan kaum Muslim oleh seorang jenderal yang pantang menyerah dan mendedikasikan hidupnya untuk membebaskan tanah yang dirampas oleh pasukan salib tersebut, dialah Sultan Salahudin Al-Ayyubi.

Shalahuddin bukan hanya seorang jenderal perang, tapi juga pemimpin yang lahir dari sistem pemerintahan Islam. Ia menyatukan kekuatan umat di bawah satu panji, menghapus perpecahan antar negeri Islam, dan memobilisasi umat dengan semangat jihad yang murni. Pada 1187, ia memimpin pasukan Islam dalam Pertempuran Hittin, menghancurkan kekuatan Salib, dan akhirnya berhasil membebaskan Al-Quds serta mengembalikan Al-Aqsa ke pangkuan kaum Muslimin.

Yang menarik, pembebasan ini bukan dilakukan dengan diplomasi atau konferensi damai, tapi dengan jihad dan keberanian yang lahir dari akidah yang kokoh. Shalahuddin menunjukkan kepada kita hanya dengan kepemimpinan Islam yang bersatu, umat bisa bangkit dan melawan kezaliman global.

Bukan hanya Shalahuddin, sejarah Islam dipenuhi dengan kisah keperkasaan khilafah dalam melindungi umatnya. Ketika pasukan Tartar membantai kaum Muslim di Baghdad 1258, Khilafah bangkit kembali di Mesir dan memimpin umat mengalahkan pasukan Mongol dalam Pertempuran ‘Ain Jalut (1260 M).

Ketika Muslim Andalusia diusir oleh kerajaan Kristen, Khilafah Utsmani berupaya menyelamatkan mereka dan menampung para pengungsi di Istanbul. Bahkan ketika kaum Muslim di India dan Asia Tengah mendapat ancaman, Khalifah Utsmani kerap mengirim pasukan dan bantuan demi melindungi kehormatan umat.

Semua itu menunjukkan, khilafah bukan hanya simbol persatuan, tapi juga institusi pelindung umat. Ia bukan utopia, tapi sistem yang pernah berjaya selama 1300 tahun lebih. Kita juga melihat, Zionis Yahudi makin biadab, maka kebutuhan akan khilafah semakin mendesak.

Karena itu, para pengemban dakwah hari ini harus terus mengaruskan opini umum yang lahir dari kesadaran ideologis. Umat harus diyakinkan, solusi Palestina bukan pada PBB, bukan pada perjanjian yang dibuat di atas meja, bukan pula gencatan senjata. Solusinya adalah tegaknya Daulah Islamiyah yang menerapkan sistem Islam secara sempurna.

Tugas ini memang berat, tetapi tidak mustahil. Sebab jalan ini telah ditempuh oleh Rasulullah ﷺ ketika mendirikan Daulah Islam di Madinah. Para pengemban dakwah harus tetap istiqamah, memperkuat hubungan dengan Allah, meningkatkan tsaqafah Islamiyah, dan terus menyatukan umat dalam satu barisan perjuangan.

Jika opini senantiasa digelontorkan serta dakwah tak pernah berhenti, maka saatnya akan tiba ketika khilafah kembali tegak dan menjadi pelindung sejati umat Islam, termasuk untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Zionis Yahudi. "Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai, yang orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya" (HR Bukhari dan Muslim).


Share this article via

31 Shares

0 Comment