| 11 Views
Terpikat dan Patah Hati Gara-Gara Raja Ampat

Oleh: Rahmawati Ayu Kartini
Pemerhati Sosial
Keindahan alam Raja Ampat Papua Barat Daya, siapa sih yang tidak terpikat? Sayangnya, praktik tambang akan merusak lingkungan dan menghapus mimpi indah orang-orang yang ingin kesana. Akan banyak warga dan netizen yang patah hati.
Surga terakhir di bumi
Wajar jika Raja Ampat dijuluki 'Surga terakhir di bumi'. Kawasan yang berada di segitiga terumbu karang dunia ini disebut jantungnya (tengah-tengah) lautan dan perairan pesisir Asia Tenggara dan Pasifik. Tak heran jika Raja Ampat begitu istimewa.
Data konservasi Indonesia menyebutkan, perairan Raja Ampat memiliki 553 species karang atau 75 persen species dunia, 1661 species ikan, 4 species penyu, dan 14 species mamalia laut. Salah satu yang terkenal adalah species duyung atau dugong.
Kekayaan alam laut itu tentunya memikat hati wisatawan. Kedatangan mereka menjadi ladang penghidupan bagi lebih dari 200 pelaku usaha penginapan. Semuanya warga asli Raja Ampat.
Kapitalisme merusak Raja Ampat
Namun, kandungan nikel dan krom yang melimpah di Raja Ampat, membuat para kapitalis meneteskan air liur. Mereka tergiur melakukan penambangan nikel. Berdasarkan Atlas Sumber Daya Wilayah Pesisir Raja Ampat (2006), kandungan nikel tersebar di Pulau Gebe, Kawe, Gag, Batangpele, Manyaifun, Nawan, Waigeo Utara, selatan Teluk Mayalibit.
Walaupun pemerintah telah mencabut empat izin usaha pertambangan, namun satu perusahaan PT. Gag Nikel tetap diizinkan beroperasi. Alasannya perusahaannya tidak melanggar dan diluar kawasan Geopark Raja Ampat. Sebelumnya aktivitas penambangan di Pulau Gag juga dianggap 'tidak bermasalah' oleh pemerintah.
Faktanya, kerusakan pada Pulau Gag rawan berdampak pada keseluruhan kawasan Raja Ampat. Menurut Ilham Marasabessy, dosen Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Sorong, mengatakan bahwa laut itu saling terkoneksi. Jika ada kerusakan di satu titik, bisa menyebar ke titik yang lain karena arus, gelombang, dan pasang surut. (Kompas, 10/6/2025)
Pernyataan ini tidak mengada-ada, karena leluhur Raja Ampat sudah mengatakan itu sejak lama. Mereka punya filosofi: "Hutan itu mama, laut seperti Bapak, dan pesisir adalah anak.' Leluhur Raja Ampat seperti berpesan: kalau ingin menyelamatkan alam harus dilakukan bersamaan, tidak bisa sendirian.
Benturan akan terus terjadi
Selama negara ini masih berasaskan kapitalisme, benturan praktik tambang dan wisata Raja Ampat akan terus terjadi. Karena kapitalisme mencetak orang-orang yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya tanpa harus memperdulikan orang lain. Karena sistem ini bersifat individualis. Siapa yang kuat akan memenangkan persaingan.
Faktanya memang bukan kali ini saja benturan terjadi. Sekitar tahun 2007-2010, polemik Raja Ampat pernah hangat. Namun saat itu belum ada warganet, sehingga tidak bisa diviralkan seperti sekarang.
Dukungan untuk Raja Ampat saat itu muncul dari berbagai pihak: pemerintah pusat, pemerintah daerah, pegiat swasta, masyarakat adat, serta TNI Angkatan Laut.
Pada Mei 2007, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi pernah meminta agar Raja Ampat tidak dieksploitasi pertambangan nikel sehingga menganggu ekosistem terumbu karangnya. Selain itu pertambangan akan menyebabkan erosi hingga pinggiran pantai akan mengalami kekeruhan tinggi. Ujungnya kematian massal karang.
Praktik tambang juga akan mengancam perekonomian masyarakat, karena warga banyak yang bergantung pada sektor perikanan dan wisata.
Di tahun yang sama, Dewan Adat Mnukwar Wilayah Kepala Burung juga memprotes pemberian izin penambangan nikel di Pulau Kawei, Utara Kabupaten Raja Ampat. Izin tambang itu tidak diketahui masyarakat adat, padahal mekanisme itu diatur dalam ekonomi khusus.
Kerusakan lingkungan di Raja Ampat juga mendapat perhatian dari TNI AL Sorong di tahun 2008. Komandan pangkalan TNI AL bahkan pernah melaporkan ke Kepolisian Resor Raja Ampat, karena air laut yang berubah warna coklat akibat pencemaran lumpur galian tambang Terumbu karang di sekitar pantai pun mati.
Kondisi itu diperkuat lagi dari keterangan nelayan. Mereka tidak bisa lagi menangkap ikan di perairan setempat karena diduga tercemar material lumpur galian tambang nikel. Masyarakat meminta perusahaan tambang bertanggungjawab atas segala kerusakan lingkungan tersebut.
Berlanjut hingga tahun ini, kerusakan lingkungan Raja Ampat akibat tambang nikel di Pulau Gag menambah patah hati kita semua. (kompas.id, 10/6/2025)
Save Raja Ampat dengan Islam
Raja Ampat yang indah, hanya bisa diselamatkan dengan aturan Allah SWT. Allah yang menciptakan Raja Ampat, maka aturanNya saja yang bisa menjaganya. Karena pencipta pasti tahu apa yang terbaik untuk ciptaannya.
Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah pernah menerapkan haramnya tambang yang kandungannya melimpah dikuasai individu, perusahaan swasta, bahkan asing. Karena dalam Islam, tambang yang melimpah masuk dalam kategori kepemilikan umum, sebagaimana hadits berikut ini:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Karena itu, kepemilikan Raja Ampat harus dikembalikan kepada rakyat. Rakyat yang berhak menentukan apakah aktivitas penambangan boleh dilakukan atau tidak di Raja Ampat, bukan pemerintah. Pemerintah hanya mewakili rakyat untuk mengelolanya.
Rakyat yang sudah patah hati dan tersakiti, adalah tanggung jawab pemimpin untuk mengembalikan kepercayaan rakyat padanya. Pemimpin yang baik adalah yang dicintai rakyatnya, bukan yang mendzalimi dan menekan.
Karena itu tidak ada jalan lain selain menerapkan sistem Islam saja, agar Raja Ampat selamat.
Wallahu a'lam bishowab.