| 24 Views

Teror Media: Ancaman Baru Melahirkan Kezaliman!

Oleh: Rhany
Relawan Opini Andoolo Konawe Selatan

Pemimpin adalah representasi bagi seluruh masyarakat, dan menjadi teladan yang akan diikuti baik secara lisan maupun perilaku. Jika ada pemimpin berkata yang tidak baik justru akan melabeli gagalnya dalam memimpin. Menjaga lisan saja tidak bisa, apalagi menjaga amanah. Sangat simple bukan?

Dikutip oleh detiknews, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menjelaskan maksud pernyataannya terkait teror kepala babi ke Kantor Tempo untuk 'dimasak saja'. Hasan mengatakan ucapannya itu justru merepresentasikan sikap jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana alias Cica yang menentang teror itu dengan santai. Untuk diketahui, teror kepala babi itu memang ditujukan kepada Francisca Christy Rosana alias Cica yang merupakan host siniar Bocor Alus Politik. Hasan Nasbi sepakat dengan respons Francisca menyikapi teror itu (22/3/2025).

Layakkah seorang yang notabennya salah satu anggota pejabat berkata seperti itu? Ini menunjukan kedangkalan berpikir dan kerendahan martabat salah satu anggota perwakilan rakyat. Pendapat mereka menunjukan isi kepala yang rendah dan tidak berpendidikan.

Sangat aneh pejabat di negeri ini menanggapi isu masalah sosial dengan bahan lelucon nan remeh, apalagi ini bisa mengancam jiwa dengan dikirimin kepala babi saja sebagai tanda ketidaksukaan soal media yang satu ini, padahal masalah ini sangat serius. Tapi dengan pedenya responnya sangat menyakitkan dan tidak pantas disebut sebagai kalangan akademisi.

Padahal media tempo adalah salah satu media yang dianggap masayarakat layak untuk dipercaya dengan pemberitaannya yang netral dan kerap menampilkan berita apa adanya, terutama soal kebijakan publik di negeri ini. Namun siapa sangka media ini sangat tidak disukai oleh oknum.

Sehingga akan memunculkan spekulasi bahwa negeri ini perlahan akan membungkam media yang bersuara dan tentu akan anti kritik, siapa yang mengkritik maka akan di tenggelamkan, dan ini justru sangat bahaya kedzaliman akan terus merajalela dilakukan penguasa dan tentu merasa akan benar sendiri.

Pembungkaman media besar saja dilarang, apalagi hanya sekadar masyarakat biasa yang tidak punya kekuatan apa-apa, seperti rakyat biasa yang hari-hari merasakan kedzaliman akibat keserakahan. Narasi yang saat ini dibangun adalah jika mengkritik pemerintah berarti tidak suka, padahal sedari awal yang dikritik adalah kebijakannya bukan personalnya.

Jika tak mau dikritik maka lepaslah jabatanmu, tidak siap jadi pemimpin maka bersiap menerima telinga untuk mendengar, bukan malah menutup lubang mulut rakyat yang ingin mendapat keadilan.

Bukankah dalam sistem demokrasi kebebasan dijamin untuk berpendapat? Ataukan hanya sekedar slogan yang memuat banyak teori dan ilusi? Dijamin bebas tapi dikhususkan orang-orang yang punya kepentingan, itulah sistem buatan manusia yang cacat, lemah, dan terbatas.

Padahal dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin tak lebih dari seorang pelayan yang siap melayani apapun keluh kesah rakyat. Seperti yang terjadi di masa Umar Bin Khattab yang bahkan mengumumkan untuk siap dikritik hingga ada salah satu perempuan angkat tangan dan berpendapat namun malah umar menerima kritikan tersebut, bukan malah membungkamnya dengan alasan tidak suka.

Maka sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam, di mana pengayoman para penguasanya sangat nyata terhadap rakyat. Meraka tidak akan membiarkan siapapun untuk melakukan pengancam.

Wallahu a'lam Bishowab


Share this article via

10 Shares

0 Comment