| 14 Views
Rusaknya Moral Generasi Muda, Kohabitasi Berujung Mutilasi! Hanya Sistem Islam Solusinya

Oleh : Kiki Puspita
Tinggal bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi semakin banyak dipilih oleh generasi muda saat ini. Mulai dari alasan ingin mengenal karakter pasangan terlebih dahulu sebelum ke jenjang pernikahan, sampai ingin mendapatkan kemudahan dalam pemenuhan biaya hidup pun menjadi alasan para generasi muda untuk menjalin hubungan tanpa ikatan pernikahan atau kohabitasi.
Tentu ini hal ini mengakibatkan hal yang buruk dalam moral generasi muda. Alvi Maulana (24) contohnya, ia tega memutilasi tubuh pasangan kohabitasi nya hingga ratusan potongan.
Kasus pembunuhan ini terjadi pada minggu (30/8) sekitar pukul 02.00 WIB di kos pelaku dan korban. Alvi dan korban telah berpacaran selama 5 tahun dan tinggal bersama di sebuah kos di Jalan Raya Lidah Wetan, Kelurahan Lidah Wetan, Lakarsantri, Surabaya.
Mereka menjalankan kehidupan laksana suami istri. Hubungan yang terlarang dalam syariat ini jelas tentu tidak ada keberkahan dari Allah SWT. Keributan dan cekcok pun sering terjadi pada pasangan kohabitasi ini. ''Pelaku mengaku bahwa dia kewalahan dengan tuntutan ekonomi korban yang hedonis, sehingga terjadi peristiwa tersebut.'' terang Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto, seperti dilansir detikJatim, Senin (8/9/2025).
Tersangka menusuk leher kanan pacarnya dengan pisau dapur. Satu kali tusukan fatal itu mengakibatkan korban tewas kehabisan darah. "Pelaku aktivitas pulang larut malam. Sampai di kos hendak masuk, tapi dikunci korban dari dalam. Layaknya seorang wanita kondisi marah dengan kosakata tidak pada umumnya. Itu sudah berulang sejak sebelum-sebelumnya. Kemudian itulah yang memicu cek cok di malam hari tersebut," lanjutnya.
Setelah korban tewas, Alvi memutilasi jasad pacarnya di kamar mandi kos. Tersangka memotong tubuh korban menjadi ratusan potongan. Sebagian potongan jasad korban dibuang tersangka di semak-semak Dusun Pacet Selatan, Desa/Kecamatan Pacet, Mojokerto. Sebagian lainnya disimpan Alvi di balik laci lemari di kamar kosnya, serta dikubur di depan kosnya.
Sungguh kejadian ini sangatlah memperihatinkan bagi kita semua. Pelaku telah kehilangan akal sehatnya. Kekejaman yang ia lakukan lebih-lebih dari binatang buas. Hal ini tentu tidak lepas dari kegagalan sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.
Sistem kapitalisme terbukti telah gagal dalam membangun masyarakat yang berkepribadian terpuji. Sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat seseorang merasa bebas bertindak dalam kehidupannya. Penyaluran akan naluri nau dan baqa akan dilampiaskan dengan cara apapun, sesuka hatinya, tidak peduli halal dan haram. Pelanggaran akan hukum syara seperti kohabitasi pun di normalisasi di kalangan anak muda.
Dalam sistem Kapitalisme saat ini, pacaran bukanlah hal yang dilarang. Bahkan kohabitasi adalah hal yang dianggap wajar. Pemahaman masyarakat akan hakekat tujuan hidup pun tidak terarah. Sehingga moral masyarakat pun semakin rusak.
Pendidikan dalam sistem kapitalisme juga tidak mampu memberikan bekal agama kepada para remaja, sehingga mereka menjadi remaja yang kehilangan jati diri dan pegangan hidup. Wajar jika pergaulan mereka semakin kebablasan, karena lemah iman akibat sistem yang rusak ini.
Fenomena pergaulan bebas yang menimpa para generasi muda juga disebabkan oleh dorongan seksual yang menuntut kepuasan. Terlebih saat ini dunia maya menjadi santapan para generasi muda. Banyak konten-konten pornografi dan pornoaksi disajikan, baik lewat film, sinetron, iklan atau di kehidupan nyata. Konten ini bebas diakses oleh siapa saja, bahkan anak-anak. Akibatnya, mereka yang menyaksikan adegan tersebut akan terdorong untuk melakukan hal serupa, terlebih di kalangan remaja yang masih labil.
Inilah saatnya kita mengganti sistem kufur ini dengan sistem Islam. Sistem yang menunjang terwujudnya keterikatan terhadap hukum syara. Dalam sistem Islam kepemimpinan akan di pimpin oleh seorang Khilafah, yang akan menerapkan aturan Islam kaffah. Keterikatan terhadap syariat Islam kaffah ini sebagaimana firman Allah Taala, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 208).
Keyakinan yang kafah terhadap akidah dan kebenaran ajaran Islam akan membangkitkan keterikatan terhadap hukum syariat Islam. Allah Taala berfirman, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS Al-Hasyr [59]: 7).
Dalam sistem Islam akan dibangun dan ditingkatkan ketakwaan pada setiap individu. Sebagai bekal utama bagi tiap individu agar terhindar dari kemaksiatan. Juga pemahaman mengenai pergaulan/interaksi dengan lawan jenis agar senantiasa terikat dengan hukum syara, seperti menutup aurat, ghundhul bashar (menundukkan pandangan), serta larangan berkhalwat (berdua-duaan antar lawan jenis).
Tiap individu muslim akan memiliki pemahaman yang utuh terkait konsep pernikahan dan keluarga muslim. Karena dalam Islam, pernikahan adalah mitsaqan ghalizhan (perjanjian yang agung). Ini artinya pernikahan bukan perjanjian yang bisa dipermainkan. Allah Taala berfirman, “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS An-Nisa [4]: 21).
Masyarakat dalam sistem Islam akan senantiasa melakukan kontrol sosial karena mereka memiliki kesadaran atas tegaknya kebenaran berdasarkan aturan Islam. Dengan begitu, mereka mampu melakukan amar makruf nahi mungkar di lingkungan mereka. Ini penting untuk bisa mencegah meluasnya perbuatan zina, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani).
Dalam sistem hukum Islam, sanksi zina sudah jelas dan tegas. Sanksi inilah yang akan Khilafah terapkan kepada para pezina sehingga mereka jera dan orang lain enggan untuk mengikutinya. Jika pelakunya belum menikah (ghairu muhshan), ia dikenai sanksi berupa hukuman jilid/cambuk dan diasingkan. Sedangkan jika sudah pernah menikah (muhshan), sanksinya adalah dirajam sampai mati.
Allah Taala berfirman, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS An-Nur [24]: 2).
Juga sabda Rasulullah saw., “Ambillah hukum dariku, ambillah hukum dariku! Sesungguhnya Allah telah membuka jalan untuk kaum wanita. Bujangan yang berzina dengan gadis, cambuk lah seratus kali dan asingkan lah selama setahun, orang yang sudah menikah berzina dengan orang yang sudah menikah, cambuk lah seratus kali dan rajam lah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Penegakan hukum yang tegas seperti ini berbasis pada ketakwaan dan keharusan adanya empat orang saksi yang harus melihat secara langsung perzinaannya atau dengan pengakuan si pelaku. Namun, ketika masyarakat mengetahui bahwa hukum ini wajib ditegakkan, fungsi preventif bagi terjadinya perzinaan akan berjalan.
Pada saat yang sama, Khilafah juga akan mengawasi seluruh konten di media massa, termasuk media sosial. Konten-konten yang menjerumuskan dan merusak generasi akan dilarang. Selanjutnya, hanya konten-konten yang bermuatan dakwah yang akan disiarkan. Demikianlah gambaran pelaksanaan syariat Islam kaffah oleh Khilafah.
Wallahualam bissawab.