| 41 Views

Refleksi Muharram: Mewujudkan Kebangkitan Umat yang Hakiki

Oleh: Isyana

Bulan Muharram yang merupakan bulan pertama di kalender Hijriah menandakan datangnya Tahun Baru Islam. Momen mulia ini semestinya dipenuhi dengan harapan dan refleksi, namun tahun ini keistimewaan Muharram seolah ditutupi oleh bayang-bayang duka yang mendalam. Umat Muslim di seluruh penjuru dunia, khususnya warga Palestina, terus mengalami penderitaan yang luar biasa akibat genosida yang tak kunjung berhenti. Alih-alih mendukung dan bersatu, penguasa negeri-negeri Muslim memilih diam bahkan mengkhianati saudara-saudari mereka sendiri, mengabaikan amanah dan ukhuwah yang seharusnya mereka jaga. Pergantian tahun ini pun menjadi pengingat bagi seluruh umat Muslim atas tanggung jawab besar yang belum terlaksana. 

Tahun Baru Islam seharusnya menjadi momen penting umat Muslim untuk merenung dan introspeksi baik terhadap diri sendiri maupun sebagai bagian dari umat. Peristiwa hijrah Rasulullah ﷺ bukanlah sekedar perpindahan tempat dari Makkah ke Madinah, tetapi menjadi titik awal terwujudnya kemuliaan umat yang kuat, bersatu dan bermartabat di bawah naungan Daulah Islam. Di sanalah Islam ditegakkan secara menyeluruh, hukum Allah dijadikan landasan hidup, membawa kesejahteraan bagi seluruh umatnya. Dan dari sana-lah Islam tumbuh dan berkembang lalu menyebar luas ke seluruh penjuru dunia, membawa rahmat, kedamaian dan keberkahan bagi seluruh alam. Momen hijrah ini menjadi pengingat bahwa dengan kesatuan, ketaatan, serta perjuangan menegakkan Islam secara kaffah, kemuliaan Islam dapat terwujud hingga melahirkan umat yang terbaik.

Namun hari ini, predikat khairu ummah atau umat terbaik itu hanya sebatas sebutan tanpa tercerminkan wujud nyatanya pada diri umat Muslim dalam kehidupan. Keterpurukan, perpecahan dan ketidakberdayaan justru menjadi wajah yang sering terlihat dari umat yang dahulu pernah menguasai peradaban.
Hal ini seharusnya menjadi renungan dari mana akar persoalan yang menyebabkan kemunduran ini. Perlu kita sadari bahwa penyebabnya bukanlah kurangnya potensi atau jumlah umat, melainkan hilangnya sesuatu dari kita—ditinggalkannya aturan Allah dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha ayat 124, "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit".

Jika berpaling dari aturan Allah membawa pada keterpurukan, maka jelas bahwa satu-satunya jalan untuk meraih kembali kemuliaan adalah dengan kembali tunduk dan menerapkan aturan-Nya secara kaffah. Maka dari itu, umat perlu disadarkan bahwa kita membutuhkan adanya Khilafah sebagai institusi yang akan menjadi junnah—pelindung dan pengatur bagi umat dengan hukum-hukum Allah. Umat perlu kembali mengenal hakekatnya sebagai muslim, yaitu sebagai hamba Allah yang wajib tunduk kepada seluruh aturan-Nya, serta didorong untuk turut mengambil peran dalam memperjuangkan kebangkitan Islam.

Kesadaran ini bukanlah sesuatu yang bisa muncul secara tiba-tiba dengan sendirinya. Umat yang kini telah lama hidup jauh dari aturan Allah memerlukan adanya bimbingan yang konsisten dan terarah oleh jamaah dakwah. Tanpa adanya barisan dakwah, perjuangan ini akan berjalan simpang-siur dan tidak konsisten. Dengan ketulusan dan istiqamah menyampaikan dakwah, jamaah ini menyatukan dan mempersiapkan umat terbaik yang akan berjuang meraih kembali kemenangan Islam di jalan Allah . In syaa Allah.


Share this article via

26 Shares

0 Comment