| 22 Views

Program MBG Belum Usai, Penipu Beraksi

Oleh : Aydina Sadidah

7 Juli 2025 lalu, nama paguyuban Jakwir kembali mencuat di kanal media sosial terutama di wilayah lokal Ciamis. Masalah yang dibawa oleh paguyuban Jakwir ini menyangkut soal program MBG (Makanan Bergizi Gratis) yang masih saat ini juga masih dalam tahap realisasi. Seorang sembilan pengusaha katering, Lia Amalia melaporkan penipuan yang dilakukan oleh paguyuban Jakwir kepada polres Ciamis. Lia mengungkapkan paguyuban ini mengaku berwenang sebagai penyelenggara resmi program MBG. Lia mengaku tergiur oleh keuntungan Rp 3000 per porsi MBG yang ditawarkan oleh pengurus.

Bukannya keuntungan yang ia dapat tapi justru kerugian lah yang mau tak mau harus ditanggungnya. Lia mengatakan telah menghabiskan Rp 5 juta untuk biaya administrasi dan Rp 6 juta untuk sertifikasi halal, hygiene sanitasi, dan uji laboratorium. Tak cukup sampai situ, ia juga menginvestasikan sekitar kurang lebih Rp 30 juta untuk membangun dapur sesuai standar yang diminta. Namun nyatanya pangurus itu justru menghilang begitu saja tanpa adanya realisasi dan konfirmasi apapun. (TribunJabar, 07/07/2025) 

Ternyata bila kita menelusuri jejak yang ada, ternyata masalah serupa juga telah terjadi diawal tahun 2025. Kala itu puluhan pelaku UMKM Ciamis melaporkan kasus penipuan serupa yang dilakukan oleh paguyuban yang serupa pula.

Paguyuban Jakwir ini merupakan kumpulan dari para UMKM catering dari wilayah Banjar, Ciamis, dan Tasik. Pada awal Januari 2025, paguyuban ini mengajukan kepada pemerintah pusat agar diberikan kesempatan untuk terlibat dalam program MBG. Setelah mengaku mendapatkan persetujuan dari BGN (Badan Gizi Nasional), paguyuban Jakwir ini menggelar rapat koordinasi pada 12 Januari 2025 lalu. Hasil dari rapat menyatakan bahwa paguyuban Jakwir sepakat untuk menjalin kerjasama dan siap untuk menyukseskan program MBG. (Kompasiana, 12/01/2025)

Namun tak lama dari itu, tepatnya pada bulan Februari, paguyuban Jakwir terlibat kasus pengutan liar dalam program MBG. Kerugian yang dialami bervariasi, adapun nilai rata-rata nya mencapai Rp 11 juta per orang. Kasus ini sudah pernah ditindak saat pertemuan di Aula Kantor DKUKMP Ciamis, 3 Februari 2025 lalu. Hasilnya paguyuban Jakwir mengakui kesalahannya dan berkomitmen untuk mengembalikan dana yang telah dipungut secara liar itu. Namun hingga saat ini juga pengembalian dana tak kunjung dilakukan. Bahkan kini, korban malah kehilangan jejak pengurus paguyuban. (NewsTasikmalaya.com, 04/02/2025) 

Sebenarnya sejak awal transaksi yang ditawarkan oleh paguyuban Jakwir ini mengandung gharar (ketidakjelasan). Menawarkan sesuatu yang belum tentu nyata atau ada kemungkinan tidak akan diberikan, justru semakin memperbesar peluang terjadinya penipuan. Selain itu Dereguasi atau pengawasan yang minim dari pihak pemerintah juga memberi celah bagi para pelaku tak bertanggung untuk mulus melaksanakan aksi penipuannya. Di sisi lain, penindakan hukum yang tidak tuntas dari aparat, membuat penipuan berkedok MBG ini kembali terjadi.

Sistem Kapitalisme yang diadopsi oleh Negeri kita juga menjadi akar masalah terbesar dari kasus ini. Sistem Kapitalisme yang bertumpu pada asas manfaat membuat para penganutnya berlomba-lomba mengejar manfaat tanpa memandang lagi hukum bahkan nurani. Paguyuban Jakwir menganggap keterlibatannya dalam program MBG sebagai kesempatan yang tidak boleh dilewatkan untuk mendapatkan keuntungan. Ketika ada celah untuk menjalankan penipuan yang notabenenya memberi lebih banyak keuntungan, maka tak akan segan mereka lakukan. Demikian pula bagi pengusaha catering maupun UMKM tergiur keuntungan yang ditawarkan dari program MBG ini. Padahal seharusnya penyelenggaraan program sosial seperti MBG ditumpukan pada sikap amanah dan transparansi, bukan kepada keuntungan semata. 

Bisa kita ambil kesimpulan bahwa sistem Kapitalisme ini memandang segala hal sebagai peluang bisnis. Bahkan program MBG yang seharusnya didedikasikan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat justru dimanfaatkan sebagai ajang bisnis. Maka jelas sistem Kapitalisme yang saat ini diterapkan di negeri kita merupakan sistem yang membawa kerusakan bahkan kehancuran.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan sistem yang ditawarkan Islam. Sistem Islam akan menerapkan syariah Islam di seluruh bidang, termasuk bidang ekonomi dan sosial. Selain itu negara juga akan turut mengawasi dengan dibentuknya lembaga jabatan muhtasib (pengawas pasar) untuk memastikan kesucian transaksi.

Adapun segala bentuk program sosial, akan dikelola oleh Bait al-mal (kas negara) dengan kata lain tanpa beban biaya bagi masyarakat. Dengan demikian, manfaat dari program akan tepat sasaran, sebab biaya dan pengawasan langsung dilakukan oleh negara. Selain itu karena program akan bersifat non profit, maka tak akan ada celah bagi orang-orang tak bertanggungjawab untuk mengutak-atik, menyabotase, bahkan melakukan penipuan. Program akan secara otomatis terjaga.

Kalaupun terjadi penipuan, negara akan langsung menindak keras para pelakunya. Pelaku akan diserahkan kepada pengadilan syari'ah untuk ditangani. Mereka akan dijatuhi hukuman ta'zir yang mana tingkat hukumannya berbeda tergantung dari seberapa berat pelanggaran dilakukan. Maka dengan ini masyarakat akan hidup tenang dan aman, serta jauh dari penipuan.

Wallahu a'lam bi ash-showwab.


Share this article via

4 Shares

0 Comment