| 17 Views
Premanisme Modern: Cermin Retaknya Pendidikan dan Sistem Sekuler

Oleh : Welly Okta Milpia
Belum lama ini, publik kembali dikejutkan oleh aksi premanisme yang bukan sekadar urusan jalanan. Kali ini, yang terguncang bukan hanya warga sipil, tetapi juga kepercayaan investor asing terhadap iklim bisnis di Indonesia. Kasus intimidasi oleh organisasi masyarakat (ormas) terhadap pembangunan pabrik mobil listrik BYD, asal Tiongkok, menyedot perhatian nasional bahkan internasional.
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, yang mengungkapkan insiden tersebut saat kunjungan ke Shenzhen, Tiongkok, menegaskan pentingnya tindakan tegas pemerintah. Keamanan dan kepastian hukum menjadi syarat mutlak agar Indonesia tetap dilirik sebagai negara tujuan investasi. Sayangnya, premanisme—yang kini juga dijalankan oleh kalangan muda berpendidikan—mencoreng wajah bangsa. (detik.com, 24/4/2025)
Benarkah sistem pendidikan telah berhasil membentuk karakter generasi ?
Ketika Pendidikan Gagal Mencetak Karakter
Premanisme bukan lagi identik dengan mereka yang minim pendidikan atau berada dari kelas ekonomi bawah. Justru, banyak pelakunya berasal dari kalangan terdidik dan keluarga berada.
Mereka mengikuti naluri eksistensi (garizah baqa) demi kepuasan sesaat—mencari pengakuan, kekuasaan, dan dominasi, walau harus dengan cara yang meresahkan.
Jika hanya satu-dua orang, mungkin bisa dimaklumi sebagai penyimpangan individu. Namun ketika perilaku ini menjadi fenomena yang meluas, ini adalah pertanda kegagalan sistemik, terutama sistem pendidikan yang seharusnya mencetak pribadi bermoral dan beradab.
Akar Masalah: Sistem Pendidikan Sekuler
Pergantian kurikulum yang kerap terjadi tidak menyentuh akar permasalahan. Semua masih bersumber dari paradigma sekuler—yang memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan hari ini lebih fokus melahirkan lulusan siap kerja, bukan pribadi yang siap hidup dengan nilai dan prinsip.
Agama dipisahkan dari ilmu pengetahuan. Akibatnya? Generasi tumbuh dengan logika rasional semata, minim kendali diri dan spiritualitas. Mereka mudah tersulut emosi, dan ketika tidak mampu menyelesaikan konflik secara sehat, muncullah tindakan premanisme sebagai pelampiasan.
Solusi Tuntas: Pendidikan Islam sebagai Pilar Peradaban.
Islam memandang pendidikan sebagai proses membentuk manusia seutuhnya: cerdas, berakhlak, dan bertakwa. Dalam sistem pendidikan Islam, akidah menjadi dasar dari seluruh ilmu. Negara bertanggung jawab menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas, dengan kurikulum yang membangun kepribadian Islam.
Lihat saja sejarah. Peradaban Islam telah melahirkan ilmuwan hebat seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan Jabir Ibn Hayyan—yang tidak hanya menguasai ilmu dunia, tetapi juga memiliki spiritualitas yang tinggi. Ilmu dan iman tidak pernah dipisahkan.
Pendidikan dalam Islam juga melibatkan peran aktif orang tua dan lingkungan masyarakat yang turut membentuk atmosfer yang mendukung penanaman nilai-nilai keislaman.
Penutup
Premanisme bukan sekadar masalah hukum atau moral—ini adalah refleksi dari krisis sistemik dalam pendidikan dan tata nilai bangsa. Selama kita masih memisahkan agama dari kehidupan, selama itu pula kita akan sulit melahirkan generasi yang beradab.
Sudah saatnya kita bercermin dan berani mengambil langkah besar: meninggalkan sistem sekuler, dan kembali pada sistem Islam yang menyeluruh sebagai pondasi mencetak peradaban gemilang.