| 140 Views

Polemik Rebutan Pulau Antara Aceh Dan Sumatera Utara

Oleh : Yulianti

Muslim Ayub, anggota DPR asal Aceh mengatakan bahwa polemik perebutan empat pulau, disinyalir berkaitan dengan kandungan minyak dan gas (migas) didalamnya. Empat pulau tersebut adalah pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Pulau Panjang dan pulau Lipan. Kemendagri Tito Karnavian menetapkan empat pulau tersebut menjadi bagian dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, padahal sudah sejak lama pulau-pulau tersebut ada didalam wilayah Aceh Singkil. Kondisi ini menjadi polemik dan menimbulkan ketegangan ditengah masyarakat. Rakyat Aceh merasa kehilngan wilayahnya secara sepihak. (www.cnnindonesia.com)

Polemik perebutan empat pulau tersebut terjadi karena masing-masing provinsi memiliki dasar hukum. Bukti pertama yang Aceh miliki adalah SK Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh tahun 1965. Bukti Kedua, surat kuasa yang diterima Teku Daud dari Teuku Djohansyah pada tahun 1980. Dan bukti ketiga adanya peta topografi TNI AD tahun 1978 yang menyatakan empat pulau tersebut ada dalam wilayah profinsi Aceh. Aceh pun memiliki bukti dokumen kesepakatan antara gubernur Aceh dan Gubernur Sumut dahulu kala, menerangkan bahwa empat pulau tersebut masuk kedalam wilayah Aceh. Sedangkan Sumut berpedoman pada hasil verifikasi Timnas Nama Rupabumi tahun 2008 dan adanya berita acara kesepakatan antara Pemda Aceh dan Pemda Sumut tahun 2019, menerangkan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumut. (nasional.kompas.com)

Sengketa empat pulau tersebut dinilai bukan hanya sengketa administratif tapi lebih kepada persoalan Otonomi daerah (Otda). Tidak dapat dipungkiri Otda sering memicu konflik  daerah yang kaya SDA dengan daerah yang miskin SDA nya. Otda disinyalir sebagai jalan keluar yang dapat meningkatkan efisiensi dan partisipasi lokal. Faktanya Otda sering memicu konflik kepentingan sebagian pihak elit politik dan menimbulkan ekspoitasi SDA atas nama pembangunan. Dalam kasus ini, masyarakat Aceh merasa hak-haknya diabaikan dan dikalahkan oleh keputusan sepihak dari pemerintah pusat.

Otda memberikan kewenangan pada daerah untuk mengatur urusan daerahnya sendiri. Dugaan adanya kandungan miyak dan gas, menjadikan empat pulau ini diperebutkan. Sehingga masing-masing provinsi menginginkan pulau-pulau tersebut masuk kedalam wilayahnya karena dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan. Ketidakmerataan kesejahteraan dapat menjadi ancaman disintegrasi. Berbeda halnya dengan sistem sentalisasi yang menjadikan negara menjadi pusat dari segala kebijakan. Sumber daya alam digunakan secara merata untuk pembangunan di seluruh wilayah.

Sentralisasi hanya akan kita temui dalam sistem Islam. Dalam pandangan Islam pengelolaan semua wilayah dilakukan secara sentralisasi. Setiap wilayah dikelola pembangunan dan kesejahteraannya secara adil dan merata. Tidak dibedakan berdasarkan hasil sumber dayanya. Semua mendapatkan perlakuan dan pemerataan yang sama. Dalam sistem Islam tidak mengenal Otda yang memberikan wewenang pada wilayahnya masing-masing, tetapi semuanya diurus negara. Sehingga wilayah yang miskin sumber daya pun masih menikmati kesejahteraan dan pembangunan yang merata.

Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai raa’in atau pengatur urusan umat. Hasil dari sumberdaya alam dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan setiap individu. Kesejahteraan setiap individu tidak tergantung kepada pendapatan masing-masing wilayah. Dalam sistem Islam sumber alam berupa tambang, minyak, gas, laut dan hutan dikelola sepenuhnya oleh negara, hasilnya dikembalikan kembali kepada umat secara merata. Sumberdaya umum yang strategis tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau pemerintah suatu daerah saja.

Jika sistem Islam diterapkan, niscaya kecemburuan sosial antar wilayah akan terhindarkan. Tidak akan ada ketimpangan pembangunan dan kesenjangan ekonomi. Karena negara menjamin setiap individu mendaptkan hak-haknya secara adil dan merata. Tidak akan adanya kesenjangan antara penduduk berdasarkan letak geografis dan perbedaan kesejahteraan berdasarkan hasil sumberdaya masing-masing wilayah. Rakyat di wilayah miskin sumber daya akan sama kesejahteraannya dengan rakyat yang hidup di daerah kaya sumber daya. Inilah sistem Islam, sistem yang berlandaskan keadilan dan kemaslahatan bersama.

Wallohu a’lam bisshowab


Share this article via

18 Shares

0 Comment