| 40 Views
Polemik Ayam Goreng Widuran, Bukti Tak Ada Jaminan Kehalalan Pangan

Oleh : Palupi Ummu Humaida
Warung makan Ayam Goreng Widuran yang berada di Kota Solo, Jawa Tengah, tengah menyita perhatian publik. Pasalnya, salah satu tempat makan legendaris yang telah beroperasi sejak 1973 tersebut baru mengumumkan bahwa menu yang mereka jual merupakan produk non-halal. Kehebohan berawal dari unggahan sebuah akun di platform Thread yang mengaku terkejut setelah mengetahui menu makanan Ayam Goreng Widuran diduga menggunakan bahan baku non-halal. Diduga kremesan tepung ayam dari rumah makan itu digoreng dengan memakai minyak non-halal. Beberapa konsumen menuliskan review di Google Review merasa terjebak dan dibohongi. Setelah viral dan menuai protes, pihak resto baru mencantumkan label “NON-HALAL” dan meminta maaf di Instagram.
Seperti halnya pemadam kebakaran baru bertindak saat kasus sudah merebak dan meresahkan masyarakat, pemerintah setempat baru bereaksi. Banyak yang menyesalkan hal tersebut baru terungkap usai 52 tahun berdiri tanpa memberi tahu pelanggan secara terbuka sejak awal. Bahkan pihak resto pernah mengklaim menunya halal, beredar dokumentasi spanduk versi lama mereka sempat bertuliskan halal. Lamban dan lemahnya pengawasan membuat banyak resto yang tidak jujur bisa beroperasi begitu lama. Menanggapi kasus tersebut Wali Kota Solo resmi menutup sementara Restoran Ayam Goreng Widuran untuk asesmen ulang, sementara pihak MUI Solo dan Muhammadiyah meminta kasus tersebut dibawa ke jalur hukum karena menilai adanya unsur kesengajaan dan penipuan dari pengelola restoran tersebut. Tempo.co (27/05/2025)
Inilah sistem kapitalis sekuler yang hanya fokus pada keuntungan materi saja sehingga memberikan peluang besar pada pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang besar-besarnya meskipun merugikan masyarakat. UU jaminan halal dan lembaga perlindungan konsumenpun tidak bisa memberikan jaminan pangan halal di masyarakat. Ini bukti tidak adanya pengawasan yang jelas dari hulu ke hilir untuk memastikan kehalalan pangan yang beredar di masyarakat bahkan tidak ada sanksi yang tegas bagi pelaku peredarannya. Negara dengan sistem kapitalisme saat ini abai dan hanya sibuk memungut cuan dari rakyatnya.
Akhirnya, kembali lagi pada individu muslimnya yang harus lebih hati-hati dalam membeli produk karena UU jaminan halal dan lembagai perlindungan konsumen tidak bisa menjamin peredaran produk halal. Meskipun Indonesia adalah negeri mayoritas muslim di dalamnya, yang pasti rakyatnya sangat mendambakan terhindar dari peredaran produk yang haram.
Berbeda jika Islam di terapkan secara Kaffah di negeri ini bukan sistem kapitalis sekuler, Penerapan Islam yang kaffah akan memberikan jaminan pangan halal karena Penerapan Islam secara Kaffah memiliki 3 Pilar penting yaitu ketaqwaan individu, kontrol masyarakat dan kewenangan Negara.
Pertama ketakwaan individu adalah pilar dasar, disinilah dorongan keimanan yang akan menjadi control internal pada setiap individu agar tidak melakukan kemaksiatan termasuk menjual, mengedarkan, dan mengonsumsi produk pangan haram.
Kedua kontrol masyarakat, fungsi masyarakat dalam Islam adalah pengontrol seperti dalam firman Alla SWT; "Hendaklah ada sekelompok di antara kalian yang mendakwahkan kebaikan (Islam), beramar makruf dan melakukan nahi munkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (TQS. Al-Imran ;104). Dengan adanya kontrol masyarakat, segala jenis kemaksiatan termasuk peredaran produk pangan haram bisa dengan mudah terdeteksi.
Ketiga adalah wewenang pemerintah, melakukan pengawasan dari hulu ke hilir yang memastikan peredaran produk sehingga menjamin pangan halal di masyarakat. Negara akan menugaskan qadhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, restoran-restoran, ataupun pabrik. Para qadhi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk tanpa adanya kecurangan dan kamuflase. Ini untuk memastikan bahwa hanya produk halal dan aman yang beredar di tengah masyarakat.
Negara juga memberikan sanksi tegas yang memberikan efek jera (sanksi yang bisa jadi Zawajir/pencegah dari kejahatan dan Jawabir/Penebus dosa di akherat) pada oknum atau pelaku yang mengedarkan produk pangan haram dengan tidak jujur. Dengan jaminan seperti ini, pelaku usaha tenang, rakyat sebagai konsumen juga tidak gamang. Namun, untuk mewujudkan penerapan syariat secara optimal diperlukan ketiga pilar sekaligus tidak boleh salah satu dan dua di antara ketiganya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kelompok politik yang gigih dalam memahamkan umat perihal urgensitas adanya Khilafah agar bukan hanya produk pangan yang terjamin halalnya, tetapi juga seluruh syariat akan dapat diamalkan oleh kaum muslim.
Wallahu a’lam