| 72 Views
Pesta Demokrasi Menorehkan Luka di Hati

Oleh: Ummu Alifia
Ibu rumah tangga
Sejumlah Rumah Sakit menyiapkan ruangan khusus, untuk mengantisipasi calon legislatif (Caleg), yang mengalami stres atau gangguan jiwa, akibat gagal dalam pemilihan legislatif (Pileg) pada pemilu 2024.
Dikutip Kompas, tv (01-02-2024) Rumah Sakit Oto Iskandar Dinata, Soreang, Bandung Jawa Barat. Menjadi salah satu Rumah Sakit yang telah menyiapkan ruangan khusus untuk Caleg, yang mengalami gangguan mental. Tak hanya di Bandung, Pemerintah Kota Jakarta Pusat (Pemkot Jakpus) menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan jiwa di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan Rumah Sakit (RS) bagi peserta pemilu 2024 yang gagal terpilih.
Menurut Psikiater sekaligus Dokter Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional, Dr, Riyanti Yusuf, Sp. K J, menyatakan bahwa Caleg yang mencalonkan diri tanpa tujuan jelas dan hanya demi meraih kekuasaan dan materi rentan mengalami gangguan mental. Sehingga jika kalah pasti akan kecewa serta depresi bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Begitupun keluarga dan tim suksesnya.
Persiapan pelayanan kejiwaan bagi para caleg ini, sejatinya antisipasi berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya. Fenomena stres serta depresi membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan jiwa. Kerawanan ini setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Pertama faktor sistem demokrasi yang dijadikan sebagai sistem pemerintahan di negeri ini. Faktor kedua adalah individu yang memiliki kepribadian lemah.
Berkaitan dengan faktor yang pertama. Sistem demokrasi memiliki mekanisme pemilihan pemimpin, yakni dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat. Atau memilih calon kepala negara dan anggota legislatif secara langsung. Pemilihan kepala negara dipilih, oleh Dewan perwakilan Rakyat (DPR), lalu DPR sendiri dipilih oleh rakyat, dengan mekanisme pemilihan umum.
Pemilu dalam sistem demokrasi membutuhkan modal banyak, pasalnya kontestasi pemilu harus melakukan kampanye. Tentunya membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Sehingga pasti mereka membutuhkan perjuangan untuk mengerahkan segala macam cara untuk meraih kemenangan.
Menurut Lembaga Penelitian Mahasiswa Fakultas Indonesia (LPMFE UI), modal jadi caleg bervariatif diantaranya :
- Caleg DPR RI : Rp 1 miliar - Rp 2 milir
- Caleg DPRD Provinsi : Rp 500 juta - Rp 1 miliar
- Caleg DPRD kabupaten/kota: Rp 250 - Rp 300 juta. Dikutip dari (www.Examasional.com, 01-02-2024).
Hal inilah yang menjadi pemicu stres, bagi para caleg yang gagal dalam pemilu. Apalagi hari ini jabatan tersebut menjadi impian sebagian masyarakat, karena dianggap dapat menaikkan harga diri atau prestise. Juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan fasilitas lainnya.
Adapun faktor kedua yakni kekuatan mental yang lemah dari para caleg mengakibatkan stress. Padahal kekuatan mental seseorang dapat menentukan sikap terhadap hasil pemilihan. Hal ini tentu dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Faktanya, sistem pendidikan sekuler kapitalis telah gagal membentuk individu berkepribadian kuat dan mulia, karena sistem ini mutlak memisahkan aturan agama dari kehidupan. Akibatnya masyarakat tidak memahami hakikat dirinya sebagai hamba Allah, dan bagaimana menyikapi setiap persoalan kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Bobroknya sistem sekuler kapitalis ini telah terbukti dengan meningkatnya kasus gangguan mental di masyarakat. Inilah cabang akar persoalan gangguan mental yang terjadi pada saat pesta demokrasi.
Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah kelak, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-nya. Dalam sistem Islam, dilakukan pemilihan wakil umat yang akan bergabung dalam lembaga Majelis Umat.
Namun Majelis Umat tidak berperan menjalankan pemerintahan tetapi merupakan wakil umat, dalam melakukan muhasabah atau koreksi dalam Syura. Pemilihan Majelis Umat mutlak melalui pemilu dan tidak diangkat melalui penunjukan, karena Majelis Umat merupakan representasi masyarakat.
Maka, mereka yang terpilih adalah sosok berkepribadian Islam yang kuat, amanah, dan memahami tanggungjawabnya di hadapan Allah. Generasi dengan sosok seperti ini hanya lahir dalam sistem Islam. Seperti dimasa Rasulullah Saw saat menjadi kepala negara di Madinah, beliau sering merujuk beberapa sahabat dalam mengambil pendapat. Mereka adalah: Abu Bakar, Umar, Hamzah, Ali, Salman al farizi, dan Huzaifah, serta beberapa sahabat lainnya. Para sahabat inilah yang merupakan anggota Majelis Umat.
Realitas Majelis Umat diambil dari perlakuan khusus Abu Bakar terhadap beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Ansor saat menjadi khalifah. Dan Ahlus Syura pada masa Abu Bakar adalah para ulama dari orang-orang yang ahli dalam masalah fatwa.
Adapun dalam hal pengangkatan kepala negara, Islam telah menerapkan metode baku yaitu bai'at Syar'i. Seorang calon pemimpin akan dibai'at, jika mendapat dukungan umat, tanpa harus melalui pemilu langsung yang menghabiskan uang negara. Akan tetapi dukungan rakyat bisa diperoleh melalui metode perwakilan, yaitu rakyat memilih wakilnya melalui Majelis Umat yang memilih penguasa. Namun tidak menutup kemungkinan jika pemilu dalam Islam bersifat langsung. Karena pemilihan langsung bukanlah metode Islam melainkan teknis atau hanya opsional. Karena metode baku menurut Syari'at adalah bai'at.
Islam menetapkan batas maksimal kekosongan kepemimpinan adalah tiga hari. Dalilnya adalah ij'ma sahabat, pada pembai'atan Abu Bakar Radhiallahu Anhu yang sempurna di hari ke tiga pasca wafatnya Rasulullah Saw. Batas waktu tiga hari ini akan membatasi kampanye, sehingga tidak perlu kampanye akbar yang menghabiskan uang dalam jumlah besar. Teknis pemilihan akan dibuat sederhana, sehingga dalam waktu tiga hari pemilu sudah selesai. Selain pemilihan yang sederhana, sistem Islam juga menghantarkan seseorang menjadi pemimpin yang memahami kekuasaan sebagai amanah. Mewujudkan manusia yang beriman kepada qadha dan qadar yang ditetapkan Allah. Sistem ini juga mampu melahirkan individu yang senantiasa dalam kebaikan, karena selalu bersyukur dan bersabar sehingga terhindar dari gangguan jiwa. Inilah mekanisme pemilihan dalam Islam yang efektif dan mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Walahu A'lam bishawab