| 148 Views

Perubahan Mekanisme PPDB Menjadi SPMB Hanya Polesan Saja

Oleh : Karnili
Aktivis Dakwah

Kembali pemerintah akan merombak sistem penerimaan siswa untuk tahun ajaran baru mendatang. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi akan digantikan dengan sistem Penerimaan Murid  Baru (SPMB) yang akan dimulai tahun ajaran 2025/2026. Dengan dalih untuk menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akurat, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa. Namun bukan berarti publik tidak boleh curiga dengan rencana kebijakan tersebut, mengingat selama ini kita banyak mendapati pejabat dan birokrat di Indonesia kerap merombak sistem atau istilah birokrasi untuk perubahan yang hanya bersifat superficial belaka, tanpa perubahan yang substansial. Sudah banyak perubahan sistem yang dilakukan selama ini seperti jalur domisili, afirmasi, prestasi, mutasi dan lainnya. Sistem zonasi misalnya yang tujuannya untuk mempercepat pemerataan pendidikan dengan memastikan seluruh siswa memperoleh layanan pendidikan terdekat dari tempat tinggalnya, namun faktanya banyak ditemukan persoalan dari berbagai daerah yang justru membuka celah untuk berbuat kecurangan seperti penambahan rombongan belajar, pegawai yang di dalamnya kurang maksimal, adanya permintaan siswa titipan, sampai pada tidak adanya penanganan bagi siswa yang tidak bisa ditampung di sekolah-sekolah negeri.

Anggota DPRP RI Fahira Idris berharap, transpormasi PPDB menjadi SPMB sebagai langkah proresif dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Menurutnya, dengan sistem yang lebih terstruktur, SPMB diharapkan bisa menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi setiap calon peserta didik sehingga tidak ada lagi ketimpangan yang merugikan murid. Fahira menambahkan SPMB idealnya di iringi dengan meningkatkan infrastruktur sekolah negeri. Sebab salah satu kelemahan pada sistem zonasi sebelumnya adalah keterbatasan jumlah sekolah-sekolah negeri terutama di daerah padat penduduk.

Berbagai inovasi baru dalam sistem kapitalisme pada faktanya belum mampu menyentuh akar persoalan sistem pendidikan yang ada. Perubahan nama istilah saja tidak akan ada artinya jika tanpa upaya nyata dalam mewujudkan pemerataan sarana pendidikan. Terlebih dalam sistem kapitalis saat ini, berbagai macam kecurangan dan kerja sama dalam keburukan mudah dilakukan karena tidak adanya kesadaran diri dalam individu masyarakat terhadap adanya pengawasan yang lebih mutlak yaitu pengawasan Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda :

"Di angkat pena (tidak dibebankan hukum) atas tiga golongan : orang yang gila yang mengalahkan akalnya sampai sembuhnya, orang yang tidur sampai terbangunnya, dan anak kecil sampai dia mimpi (balig)" (HR. Abu dawud). 

Negara seharusnya fokus pada akar masalah buruknya sistem pendidikan di negeri ini dalam segala aspek termasuk pemerataan pendidikan. Islam sebagai sistem yang paripurna memandang bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara baik kaya maupun miskin, pintar atau tidak. Karena pendidikan termasuk salah satu layanan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Layanan pendidikan seharusnya bisa di akses secara gratis dan berkualitas. Mulai dari kurikulumnya yang berasaskan aqidah Islam dengan tujuan untuk membentuk kepribadian Islam. Negara Islam memiliki sumber dana yang besar dan beragam, sehingga akan mampu mewujudkan layanan publik termasuk pendidikan secara gratis, terbaik dan dapat dijangkau oleh setiap individu masyarakat. Maka dengan sistem pendidikan Islam, para peserta didik dan orang tua tidak perlu mengkhawatirkan perihal ketentuan atau keterbatasan penerimaan peserta didik baru.

Wallahu A'lam Bisshawwab


Share this article via

28 Shares

0 Comment