| 28 Views
Jeritan Nelayan Usai Munculnya Pagar Beton di Laut Marunda

Oleh: Asih Lestiani
Baru-baru ini publik dihebohkan dengan kemunculan pagar beton di laut Marunda, Jakarta Utara, dan hal ini banyak dikeluhkan para nelayan. Pagar beton yang memanjang sekitar tiga kilometer dari daratan menjorok ke tengah laut.
Menurut Tahir, reklamasi-reklamasi baru itu mulai terlihat sejak tahun 2023. Tahir menyebut pembangunan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang beroperasi di wilayah Marunda. Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat tiga lokasi reklamasi yang sedang dikerjakan di wilayah utara Marunda. Ketiga lahan reklamasi itu rencananya akan dijadikan pelabuhan.
Di lain sisi, lahan reklamasi kedua ini masih berada dalam proses pengerukan, adapun lahan pertama sudah dioperasikan menjadi pelabuhan untuk penampungan batu bara curah. Pembangunan reklamasi tersebut membuat para nelayan kesulitan mencari ikan. Hal ini karena reklamasi-reklamasi itu dibangun di area para nelayan biasanya mencari ikan, dan dengan adanya pembangunan pagar beton ini membuat nelayan harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan ikan sehingga mengeluarkan biaya lebih besar. Kondisi ini jelas membuat banyak nelayan mengalami kerugian. Pendapatan mereka menurun drastis sejak keberadaan pagar beton tersebut (Kompas.com, 21/05/2025).
Kasus pembangunan pagar beton sejatinya menunjukkan adanya pelanggaran hukum. Namun, negara saat ini tidak segera menindaklanjuti dan membawanya ke dalam aspek pidana. Sebenarnya apa yang menyebabkan ini semua bisa terjadi?
Kapitalisme Akar Masalahnya
Sudah tidak asing sering kita dengar bahwa sistem di sistem kehidupan hari ini dimana dikomandoi oleh sistem kapitalisme yang senantiasa menjadikan asas manfaat dan keuntungan sebagai tujuan yang ingin diperolehnya. Sistem kapitalisme dengan asas sekularismenya yakni pemisahan agama dari kehidupan senantiasa menjadikan standar halal dan haram yang harusnya menjadi patokan, justru seringkali diabaikan. Sehingga dalam berbuat sering menihilkan standar tersebut dalam bertindak dan berperilaku.
Kedaulan pun seringkali tergadaikan karena dalam sistem kapitalisme sekuler ini karena di dalamnya juga terdapat sebuah prinsip kebebasan kepemilikan. Dengan kebebasan ini yang akhirnya membuat para kapital bisa memiliki kekayaan hingga kekuasaannya bisa melebihi negara.
Peran negara dalam sistem ini pun seringkali tidak berjalan sebagaimana semestinya. Di sistem kapitalisme ini, para penguasa hanya berfungsi sebagai regulator atau fasilitator yang bergerak sesuai dengan arahan dari para kapital atau para pemilik modal saja.
Padahal jelas bahwa di dalam Islam pemimpin atau kepada negara berfungsi sebagai perisai bagi rakyatnya. Ketika rakyat termasuk di dalam adalah nelayan yang ‘menjerit’ karena dampak yang ditimbulkan dari adanya pemagaran laut menggunakan beton ini, maka negara akan senantiasa mengurusi rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Pemimpin akan memastikan bahwa kehidupan rakyatnya bisa sejahtera, dan tentu akan senantiasa menjauhkan dari tindakan yang bisa mendzalimi ataupun merugikan rakyatnya
Selain itu di dalam sistem Islam juga jelas bahwa membangun pagar apalagi pagar beton di atas laut sejatinya hal ini jelas bertentangan dengan fikih Islam terkait bagaimana pengaturan laut. Hal ini dikarenakan laut termasuk dalam kategori al-milkiyatul ammah atau masuk dalam kategori kepemilikan umum yang semestinya hal ini bisa dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya dan digunakan untuk kepentingan masyarakat umum.
Sehingga dalam hal ini satu-satunya harapan solusi untuk menyelesaikan persoalan ini dengan tuntas, terbuka, dan adil hanyalah dengan berpegang teguh kepada tali agama Allah dan berpegang teguh kepada syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dan untuk mewujudkan itu semua, maka dibutuhkan usaha dengan cara berdakwah menyeru kepada Islam.
Wallahu a'lam bishawab.