| 290 Views
Perda Untuk Berantas LGBT, Efektifkah?

Oleh : Elma Pebiriani
Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) kian merajalela dikehidupan kita sehari-hari. Ini terbukti dengan banyaknya media sosial yang mengumbar dan membuat konten dengan berbau LGBT. Bukan hanya melalui media sosial saja, bahkan didepan mata kita pun mereka secara terang-terangan berperilaku serta mengatakan penyimpangan seksualnya dengan bangga dan secara tidak sadar masyarakat menganggap hal itu adalah hal yang lumrah. Perempuan berpenampilan seperti laki-laki malah kita anggap keren dan puji-puji. Lelaki menyerupai perempuan diterima dengan sangat terbuka bahkan diberi panggung dengan alasan mereka lucu dan menghibur. Padahal, hal tersebut bukanlah bakat yang harus kita banggakan dan kita anggap biasa, yang namanya penyimpangan tentu berakhir dengan hal yang negatif.
Itulah sebabnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (perda) untuk memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Ranah Minang. Menurut Nanda Satria (Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar), saat ini terdapat daerah di Provinsi Sumbar yang sudah lebih dulu membuat perda pemberantasan LGBT. Oleh karena itu, DPRD menilai pemerintah provinsi juga perlu melakukan hal serupa. Langkah ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah".
DPRD setempat juga mendesak pemerintah untuk lebih mensosialisasikan lagi tentang LGBT lewat berbagai publikasi seperti baliho dan videotron milik pemerintah, karena hal tersebut sangat berkaitan erat nantinya dengan penyakit HIV/AIDS. "Ke depannya, baliho atau videotron milik pemerintah daerah harus memuat konten edukasi tentang bahaya penyakit masyarakat. Jangan hanya menampilkan foto kepala daerah saja," kata Nanda mengingatkan.
Lalu, apakah yang dilakukan oleh DPRD Sumbar maupun pemerintah seperti itu akan efektif?. Apakah angka kasus LGBT akan menurun secara drastis dan membuat efek jera kepada pelaku penyimpangan seksusal tersebut?. Nyatanya sampai sekarang kaum tersebut semakin terang-terangan menampakkan penyimpangannya walaupun kecaman dari masyarakat dimana-mana mereka seakan tidak takut dan tidak perduli lagi. Hal tersebut dikarenakan efek dari sistem kapitalis sekuler yang memang benar-benar memisahkan kehidupannya dari agama sehingga mereka bisa melakukan apapun asalkan mereka senang dengan berlandaskan hak asasi manusia.
Agama sangat penting bagi kehidupan. Kita hidup memerlukan agama untuk mengatur segala sesuatunya, mulai dari kita makan, minum, tidur, berpakaian, berinteraksi dengan sesama makhluk ciptaan, bernegara bahkan seksual kita pun diatur oleh sang pencipta dan semua itu hanya terdapat didalam Islam melalui kitab Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah kita. Lalu bagaimana ketika Rasul menghadapi kasus yang seperti ini? Apakah Rasul mengumpulkan para sahabat dan berdiskusi mengenai aturan tentang LGBT? Apakah Rasul dan sahabat membuat papan pengumuman tentang bahayanya LGBT?.
Didalam Islam, LGBT termasuk haram hukumnya dan tidak ada kata toleransi lagi untuk para pelaku. Coba apa yang dilakukan ketika Rasul menghadapi hal tersebut. Waktu itu mereka belum sampai tahap hubungan sejenis, mereka hanya kalangan para lelaki yang menyerupai wanita dari segi penampilannya saja, lalu apa tindakan Rasulullah kala itu?. Rasul menyuruh sosok lelaki yang menyerupai wanita itu untuk keluar dan diasingkan dari wilayah Madinah. "Nabi SAW melaknati para banci dari kalangan laki-laki, dan tomboy dari kalangan wanita, beliau SAW bersabda: Keluarkan mereka dari rumah kalian". Tegas. Itulah tindakan untuk para lelaki yang menyerupai wanita kala itu, tidak ada istilah diskusi maupun sosialisasi.
Rasulullah juga bersabda, “Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah telah mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah telah mengutuk siapa saja berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad). Hukuman untuk homoseks adalah hukuman mati. Tak ada khilafiyah di antara para fuqaha, khususnya para Sahabat Nabi saw, seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifaa‘. Dalilnya adalah sabda Nabi saw, “Siapa saja di antara kalian menjumpai orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR al-Khamsah, kecuali an-Nasa‘i).
Tetapi, terdapat perbedaan pendapat mengenai teknis hukuman mati untuk gay. Menurut Ali bin Abi Thalib, kaum gay harus dibakar. Menurut Ibnu Abbas, harus dicari bangunan tertinggi, lalu mereka dijatuhkan dengan kepala di bawah, dan sampai di tanah dilempari batu. Umar bin al-Khaththab dan Utsman bin Affan berpendapat, kaum gay dihukum mati dengan dilemparkan ke dinding tembok sampai mati. Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam Nizhaam al-‘Uquubaat, memang para Sahabat Nabi saw, berbeda pendapat tentang caranya. Namun, semuanya sepakat gay wajib dihukum mati.
Sementara itu, biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain jenis. Jika dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika sesama laki-laki, dan lesbian jika sesama wanita. Semua haram. Hukumannya sesuai faktanya. Jika tergolong zina, hukumannya rajam bagi muhshan dan 100 cambuk jika ghayr muhshan. Jika homoseksual, hukumannya mati dan jika lesbian, hukumannya ta’ziir.
Lihatlah betapa tegasnya hukum Islam dalam menyikapi penyimpangan seksual tersebut. Dijamin jika hukum tersebut diterapkan tidak ada lagi yang namanya penyimpangan seksual dan akan memberikan efek jera kepada pelaku maupun masyarakat lainnya sehingga mereka akan berpikir kembali jika ingin melanggar aturan Allah. Tanpa sosialisasi dari pemerintah pun masyarakat akan paham tentang hukum LGBT dan DPRD tidak perlu pusing-pusing memikirkan perda lagi.
Masalahnya apakah hukum Islam tersebut bisa diterapkan dizaman kapitalis sekuler ini?. Sudah pasti jawabannya tidak, karena tadi seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa kapitalis sekuler ini sangat memisahkan agama dari kehidupannya. Mereka hanya memandang agama ketika ingin beribadah, menikah, bahkan kematian (penguburan), selain itu jangan harap agama bisa mengatur kehidupan. Apakah kita bisa menetapkan hukum-hukum Islam perwilayah saja? Jawabannya tidak. Karena negaralah yang lebih wewenang dalam mengambil hukum. Jika Negara berlandasan Islam tentu semua hukum yang dipakai adalah semua hukum-hukum Islam, karena tugas dan fungsi Negara adalah untuk melindungi dan memakmurkan rakyatnya, bukan mencekik dan membuat derita rakyatnya. Wallahu’alam.
Sumber:
[1].https://sumbar.antaranews.com/berita/651002/dprd-kaji-pembentukan-perda-untuk-berantas-lgbt-di-sumbar
[2]. https://telusur.co.id/detail/zaman-nabi-muhammad-kaum-lgbt-diusir-dari-madinah
[3]. https://alwaie.net/analisis/solusi-islam-mengatasi-lgbt/