| 190 Views
penistaan Agama Terulang, Islamlah Solusi Hakiki

Oleh : Aisha Al-Mahira
Penistaan agama kembai muncul di negara kita ini. Penistaan yang dilakuan oleh Abuya Ghufron Al-Batani atau biasa disapa Abuya Mama Ghufron, mengaku telah merilis 500 kitab bertuliskan bahasa suryani yang diperebatkan oleh khalayak, bahkan hingga viral di media sosial. Hal ini berawal dari publik yang menentang pembuktian Abuya Mama Ghufron telah menulis 500 kitab dalam tulisan bahasa suryani. Namun, Abuya Maama Ghufron tetap bertahan dan mengakui bahwa dirinya benar-benar telah menulis 500 kitab tersebut. Sontak, video ceramah Abuya Mama Ghufron saat membea kitab-kitabnya disorot public karena dilakukannya dengan emosi. (tvonenews, Kamis 13/0/2024).
Mama Ghufron juga mengklaim bahwa dirinya mampu berkomunikasi dengan jin dn semut. Dan dia juga sering kali berdo’a menggunakan bahasa suryani. Selain ia mampu berbahasa semut, dia juga mengaku bahwa dirinya mampu berkomunikasi dengan malaikat. (detik.com, Rabu 26/06/2024).
Menurut Faris, seorang aktivis Islam, menyatakan bahwa masyarakat yang pemahaman islamnya masih lemah dapat terpengaruh ajaran sesat Mama Ghufron. Maka pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) harus bertindak. Farid berpendapat bahwa MUI Banten harus memanggil Mama Ghufron atas penyebaran ajaran sesatnya. (suaranasional, Rabu 19/06/2024).
Setelah diperhatikan kembali, penyebab penistaan agama yang terus terulang salah satunya adalah tidak adanya sanksi tegas dan menjerakan meskipun hal tersebut tergolong sebagai tindak pidana. Dalam pasal 156a KUHP, tindak pidana penistaan agama hanya diancam penjara paling lama 5 tahun penjara. Dengan kata lain sanksi boleh -boleh saja dijatuhkan kurang dari 5 tahun. Maka tak heran bila penistaan agama ini dapat dengan mudah kembali terjadi, sebab sanksi yang dijatuhkan tidak dapat menjerakan para penista. Dampaknya, umat akan terancam aqidahnya.
Disamping itu kemudahan menyesatkan umat didukung oleh sistem saat ini, yaitu sistem demokrasi-sekuler. Yang mana sekulerisme ini sendiri ialah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan serta menetapkan aturan berdasar dari akal manusia yang terbatas. Sekulerisme juga mengakui adanya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Karena adanya kebebasan inilah para penista agama dapat dengan mudah menyesatkan umat.
Disisi lain, negara dengan sistem demokrasi-sekuler tidak melaksanakan perannya sebagai penjaga aqidah umat. Negara menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi tak terkecuali bagi para penista agama sehingga aqidah umat dengan mudah terusik.
Berbeda dengan Islam, Islam menjadikan negara sebagai penjaga aqidah umat dan menetapkan semua perbuatan wajib terikat dengan hukum syariat yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah. Islam juga tidak mengakui adanya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Negara islam dengan kata lain Khilafah menerapkan mekanisme berdasarkan hukum syariat utuk menindak pelaksanaan maksiat dan kejahatan. Karena penistaan termasuk hal yang melanggar hukum syariat dan maksiat, maka negara islam akan langsung menindak tegas pelaku dengan memberi sanksi yang menjerakan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan dari sini jelas bahwa solusi tepat yang dapat menutaskan segala bentuk penistaan agama ialah sistem islam di bawah naungan daulah islam. Marilah kita berjuang untuk menegakkannya. Wallahua'lam bi shawwab.[]