| 164 Views

Pengangguran Banyak, TKI Ilegal Kian Marak

Oleh : Ane
Pemerhati Sosial, Ciparay Kab. Bandung.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding menyebutkan lebih dari lima juta warga negara Indonesia menjadi pekerja migran ilegal di luar negeri. Tentunya ini sangat disayangkan, sebab PMI ilegal tersebut rawan mengalami eksploitasi dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Karena mereka berangkatnya tidak prosedural, ilegal. Negara tidak bisa menjamin nasib seseorang karena mereka tidak masuk SISKOP2MI," tuturnya. SISKOP2MI adalah Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yakni sistem yang menyediakan layanan perlindungan bagi PMI. (cnnindonesia.com)

Terjadinya TKI illegal erat kaitannya dengan masih tingginya pengangguran maupun penghasilan yang rendah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Mirisnya lagi, persoalan ini terjadi pada berbagai kelompok usia termasuk para Gen Z.  Banyak faktor yang mendorong warga hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi TKI ilegal. Sulitnya mendapatkan pekerjaan, dikarenakan lapangan kerja sedikit, skill rendah, birokrasi yang rumit dan sulit, juga gaji yang layak, mengakibatkan rakyat mencari pekerjaan ke luar negeri dengan harapan bisa hidup lebih baik, bahkan dengan cara ilegal.

Semua ini, akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Kapitalisme adalah biang masalah dari kemiskinan, pengangguran, serta sulitnya lapangan kerja saat ini. Sistem kapitalisme menyebabkan ketimpangan ekonomi. Dalam sistem ini segalanya dipegang oleh oligarki yang menjalankan ekonomi sekehendaknya tanpa aturan. Mereka para kapitalis dapat dengan mudah mengejar untung sebanyak-banyaknya tanpa peduli pada nasib rakyat.

Selain itu, selama ini negara terbukti tidak mampu menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat, negara lepas tanggung jawab dalam menjamin keselamatan rakyatnya dan melindungi dari eksploitasi dan TPPO. Sebaliknya, negara menyerahkan urusan ini pada swasta. Lagi-lagi semua hanya berorientasi pada terkumpulnya kapital dan keuntungan, bukan kesejahteraan dan perlindungan terhadap rakyat. Sehingga, peran negara pun nihil sebab semua dikembalikan pada asas kebebasan. Negara dalam sistem kapitalisme tidak lebih hanya sebagai regulator antara rakyat dan pengusaha saja. Undang - Undang Ciptakerja yang disahkan dan diopinikan akan mampu membuka lapangan kerja pun nyatanya gagal total.

Penyelesaian masalah ini, tentunya berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan pekerja sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk mengurusnya. Dimulai dari pengaturan kepemilikan harta (kepemilikan individu, umum, dan negara), menetapkan gaji standar buruh sesuai syariat Islam yaitu berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan, serta mendorong setiap individu khusus laki-laki untuk bekerja, serta memfasilitasi dan memberikan jaminan bagi mereka.

Sistem ekonomi Islam memiliki aturan kepemilikan secara jelas. Adanya kepemilikan umum, menjadikan negara dapat membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar dan beragam. Disamping itu, negara juga akan menyiapkan tenaga ahli dan trampil baik melalui PT maupun vokasi. Sehingga, dapat mencukupi kebutuhan SDM dalam negeri.

Negara dengan sistem Islam yakni Khilafah, akan menyediakan lapangan pekerjaan yang beragam untuk semua laki-laki, termasuk Gen Z, karena mereka adalah pihak yang diwajibkan syara sebagai penanggung jawab nafkah. Dengan demikian, rakyat tidak perlu mencari kerja ke negeri orang, apalagi mengambil risiko kematian sebagai TKI illegal.

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun, karena kesalahan dalam pengelolaan dan pengambilan kebijakan, maka hasilnya hanya dinikmati segelintir orang yang memiliki modal. Jika pengelolaan sumber daya alam ini sesuai dengan Islam, maka seharusnya tidak akan ada rakyat yang menganggur, miskin, hingga menjadi pekerja ilegal.

Kondisi hal yang seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Alih-alih pemegang kebijakan membantu mencari solusi, justru hanya melahirkan masalah baru. Selama negara masih menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud. Maka dari itu, solusi yang tepat untuk memutuskan rantai kemiskinan, pengangguran, serta terjaminnya lapangan kerja, adalah dengan mengganti sistem yang gagal menjadi sistem yang jelas, yaitu sistem Islam.

Wallahu a'lam bish shawwab


Share this article via

71 Shares

0 Comment