| 52 Views

Pelecehan Anak Berulang, Kapitalisme Menggerus Fitrah Ibu

Oleh : Vida Ummu Amar
Pegiat Literasi

Keluarga memiliki peran vital dalam sendi kehidupan sebuah negara. Sebab darinya lah awal pembentukan sumber daya manusia yang mumpuni dan berbudaya.  Salah satu komponen penentu kebaikannya adalah hadirnya peran seorang ibu. Negeri ini, telah lama mengenal sosok tersebut  sebagaimana lirik lagu "kasih ibu sepanjang masa" namun kini sebaliknya, kasih ibu  tergerus oleh masa. Hal ini di kuatkan dengan maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Komisi perlindungan anak menempatkan kasus dimana ibu sebagai pelaku kekerasan anak sebanyak 153 kasus atau 6,1% pada urutan kedua setelah ayah yaitu sebanyak 262 kasus atau 9.6%. Termasuk di dalamnya peristiwa yang tak kalah membuat heboh publik baru- baru ini. Seorang ibu kandung di tangerang selatan berinisial R menjadi pelaku perbuatan asusila terhadap anak kandung laki- lakinya yang masih berusia 4 tahun. Sang ibu juga sempat membuat video  dari aksi bejatnya tersebut, lantaran tergoda iming- iming uang sebesar 15 juta rupiah dari seorang kenalan di media online facebook (mediasinergi.co 5/06/2024). 

Sungguh miris, deskripsi baik seorang ibu seketika tercoreng dan tak lagi sakral. Kesadaran mengemban amanah sebagai pendidik, pelindung dan pengasuh saat tumbuh kembang sang buah hati telah aus oleh dilematis kuat kesenjangan ekonomi.

Kasus ini menjadi viral dari sudut pandang publik terkait hilangnya fitrah ibu sebagai penjaga utama kehormatan anak. Aksi bejat tersebut memicu kemarahan dan hujatan netizen yang sebagian besar datang dari  para ibu. Betapa tidak, KPAI bahkan menuturkan bahwa anak dengan tindak kekerasan dan pelecehan seksual akan rentan menjadi pelaku dengan tindakan yang serupa di kemudian hari. Belum termasuk rasa trauma anak yang akan terus membekas di masa tumbuh kembangnya.
Betapa negeri ini darurat perlindungan anak dan ketahanan keluarga.

Sistem sekular kapitalis yang di terapkan negeri ini melahirkan sudut pandang praktis dan materialistis. Dari sini pula muncul berbagai permasalahan kompleks terkait peran orang tua terutama ibu. Kurikulum pendidikan sekuler yang di ajarkan jauh dari penjagaan dan pemeliharaan fitrah para calon ibu. Mengingat betapa pentingnya peran wanita dalam kehidupan berumah tangga. Sistem ini menuntut   sebagian besar ibu untuk turut berkontribusi dalam pemenuhan nafkah yang sebenarnya bukan termasuk dalam beban tanggung jawabnya, sehingga anak kerap menjadi korban mulai dari pengabaian hingga tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan dalam lingkaran sekular kapitalis menjadikan materi sebagai objek tujuan. Media yang kerap mengumbar syahwat dan  sarat konten pornografi di biarkan menjamur di tengah masyarakat dari segi konsumtif  maupun produktivitas pelaku usaha industri pornografi tersebut.

Mengapa kasus serupa terus berulang? Benarkah program kota layak anak (KLA) sudah tepat sasaran? Nyatanya komisi perlindungan anak pun hanya menangani kasus yang sudah terlanjur di alami anak. Solusi demi solusi terbukti tidak mampu mencapai klimaks penyelesaian problematika.
Pemerintah kurang peka terhadap akar masalah sehingga terus terjebak dalam solusi pragmatis. Alhasil peristiwa pilu menimpa anak akibat kejahatan orang terdekat semakin bertambah dan variatif. Negara bahkan terkesan tidak tegas menindak para pelaku, padahal tergolong dalam perbuatan keji. Hukum yang di terima di anggap terlalu ringan, tak ayal para residivis bermunculan. 

Hal ini mengindikasikan bahwa sanksi yang di tegakkan sama sekali tidak mampu mencegah maupun menimbulkan efek jera di tengah masyarakat. Sebab jika sesuai kadar dan jenis hukuman maka  keadilan mudah di temui serta timbul rasa takut untuk tidak mengulangi atau melakukan perbuatan serupa yang di lakukan orang lain. Sehingga kehidupan berjalan tentram dan harmonis dalam lingkaran keluarga masyarakat bernegara. Faktanya, negara berbasis sekular kapitalis  memunculkan jurang kehancuran dan lembah kehinaan dalam ruang kebebasan berinteraksi.
Dari sini jelas, terdapat kesalahan mendasar berupa sistem yang mana harus di carikan solusi secara sistemik pula. 

Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama islam, tentu sudah sepatutnya melihat islam lebih utuh. Islam adalah agama sekaligus jalan hidup. Islam memiliki seperangkat aturan  yang lengkap dan solusi paripurna dari tingkat individu/keluarga, masyarakat maupun negara. Islam memiliki sudut pandang hidup yang khas dan sesuai fitrah manusia yang  mampu mendidik perempuan agar senantiasa berkepribadian islam dan amanah sebagai istri, ibu, maupun bagian dari masyarakat. Sistem ekonomi islam akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan cukup untuk para lelaki yang memiliki tanggung jawab penafkahan sehingga piramida keluarga tetap dinamis.

Negara islam berfungsi sebagai benteng pelindung dari setiap kerusakan perilaku dan kultur yangw mendominasi. Pemimpin di dalam islam juga  akan bertindak tegas dalam  menyaring media yang beredar sehingga tercipta suasana keimanan dan kebiasaan  yang jauh dari perilaku menyimpang.
Negara islam bernama Al-khilafah telah menjamin kondusifitas sebuah negri dengan hukum yang di atur  berdasarkan syari'at islam secara menyeluruh dan rinci. Tidak di pukul rata secara garis besar jenis hukumnya seperti negara berbasis kapitalisme sekular. Perbuatan zina misalnya, islam mengkategorikannya dalam tindak pidana besar. Pelakunya  berhak mendapat sanksi berat yang pelaksanaan hukumannya di saksikan seluruh khalayak.  Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam surah An-Nur ayat 42 yang artinya adalah

 "(Dan) hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka di saksikan sekumpulan dari orang yang beriman"

sehingga pasti akan menimbulkan efek jera dari pelaku dan rasa takut orang yang menyaksikan untuk tidak melakukan hal serupa.

Maka sudah seharusnya seorang muslim baik itu sebagai pemimpin, masyarakat dan individu terutama para ibu senantiasa menjadikan islam sebagai solusi hidup tuntas. Sesungguhnya hanya negara khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian lah satu-satunya benteng terkuat umat termasuk di dalamnya pelindung bagi kewarasan hakiki seorang ibu. Jika peran negara sesuai dengan aturan yang berasal dari wahyu yaitu islam maka gambaran keluarga yang sakinah mawaddah warahmah niscaya mudah terwujud. Wallahu a'lam bissahwab.


Share this article via

76 Shares

0 Comment