| 76 Views

Palestina Hanya Bisa Bebas dengan Penerapan Khilafah

Oleh : Rosmi
Aktivis Muslimah

Presiden Amerika Serikat telah menyepakati rencana mengakhiri perang di Gaza. Kamis 26 Juni 2025 Donal Trump dan Benyamin Netanyahu selaku perdana menteri Israel menyepakati rencana gencatan senjata di Gaza yang akan ditetapkan dalam dua pekan kedepan. Tujuan dari gencatan senjata adalah percepatan dengan negara-negara Arab, sebagai bagian dari perluasan Abraham Accords. (republika.co.id, Jumat, 27 Juni 2025).

Setelah lebih dari 460 hari agresi brutal Israel terhadap Palestina dan warga Gaza, akhirnya Israel dan kelompok pejuang Palestina Hamas telah menyetujui perjanjian gencatan senjata. Kesepakatan ini terdiri dari dua fse, fase kedua dan ketiga akan dilaksanakan bila fase awal terlaksana.

Fase pertama ditandai dengan pertukaran tawanan, Israel akan menarik pasukannya dari pusat populasi Gaza ke wilayah yang tidak lebih dari 700 meter di dalam perbatasan Gaza dengan Israel. Israel juga mengijinkan warga sipil untuk kembali ke rumah mereka di wilayah utara yang dikepung dan mengijinkan bantuan hingga 600 truk perhari. Israel mengijinkan warga Palestina yang terluka meninggalkan  Gaza untuk mendapatkan perawatan serta dibukannya perbatasan Rafah dengan Mesir.

Gencatan senjata adalah perjanjian penghentian perang atau konflik bersenjata apapun untuk sementara dimana kedua belah pihak/ negara yang bertikai setuju untuk menghentikan tindakan agresif masing-masing. Sementara di Palestina adalah bukan dua negara yang berperang, tetapi para pengungsi rakus yang ingin menguasai bumi Al-quds dengan cara licik dan kejam terhadap rakyat Palestina.       

Penyerangan brutal yang dilakukan Zionis dengan dalih balasan atas peristiwa 7 Oktober 2023, padahal sebelum 7 Oktober dan tahun-tahun sebelumya juga mereka yang menyerang tanpa sebab. Zionis dilengkapi dengan peralatan tempur super canggih dan pasukan IDF serta dibantu oleh Amerika dan sekutunya, sementara Palestina hanya memiliki kelompok pejuang yang disebut Hamas. Adilkah jika sebuah negara dengan kekuatan penuh seperti Israel berhadapan dengan kelompok pejuang kecil yang mempertahankan tanah kelahiran mereka disebut berperang dan melakukan gencatan senjata?

Yang terjadi di Palestina adalah genosida dan perampasan tanah yang selalu diklaim sebagai tanah yang dijanjikan kepada mereka beratus tahun lalu. Padahal para ahli telah membuktikan dengan tes DNA para zionis itu mulai dari perdana menteri dan para pasukannya tidak ada satupun keturunan atau berdarah asli kaum Yahudi, justru warga palestina Muslimlah keturunan Yahudi. Jadi apapun alasan yang dibuat oleh zionis dan negara pendukungnya adalah omongkosong belaka.

Penghentian serangan pasukan Israel karena kesepakatan mereka dengan pejuang Palestina Hamas setidaknya memberikan kesempatan kepada warga Gaza, karena  dengan adanya penghentian serangan ini setidaknya mengurangi penderitaan warga Palestina dengan berkurangnya korban akibat serangan bom dan penembakan membabibuta yang dilakukan pasukan zionis setiap hari.

Dengan adanya penghentian serangan Israel ini juga bantuan kemanusiaan berupa pangan dan sandan  dapat masuk ke wilayah Gaza melalui pintu Rafah. Pertukaran tawanan berjalan, pengungsi yang masih memiliki rumah dapat kembali ke rumahnya jika masih utuh, atau dapat mengambil barang-barang yang masih tertinggal itupun kalau masih ada dan belum dijarah.

Harus diingat Israel adalah bangsa penjajah dan pengingkar janji itu telah terbukti, jadi bisa saja Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu akan berkhianat lagi seperti sebelumya. Bisa juga penghentian serangan terselubung niat busuk yang  akan dilancarkan. Selain itu mestinya kelompok pejuang Palestina sadar bahwa Palestina terlihat terpuruk tapi mereka tetap tegar karena keimanan dan kepercayaan mereka akan janji Allah Swt tentang kemenangan kaum Muslim.

Israel negara hebat dengan pasukan IDF yang katanya terbaik dan tak terkalahkan ternyata hanyalah penipu yang didukung oleh pasukan popok pengecut yang hanya berani kepada warga sipil terutama perempuan, dan anak-anak bahkan banyak militer Israel lari dari medan perang karena takut mati atau banyak yang mengalami depresi dan gangguan jiwa.
            
Bagaimana sikap Islam Bumi Syam adalah pusat Daurah kaum Muslim, Syam dulunya adalah satu kesatuan yang sekarang terbagi menjadi empat negara di antaranya Syiria, Palestina, Libanon dan Yordania. Syam adalah wilayah yang subur dan merupakan kota suci bagi tiga agama samawi yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Kehidupan di Syam semasa kejayaan Islam sejak berada dibawah kepemimpinan Umar Bin Khatab sangat rukun dan damai.

Syam dibebaskan dari kekuasaan Romawi Timur. Setelah perang yarmuk Yerusalem menyerah pada Umar bin Khatab tahun 637 M. Kepala keuskupan di Yerusalem Patriark Sophronius memilih untuk menyerahkan Al-Quds langsung kepada Umar bin Khatab, maka Umar melakukan perjalanan dari Madinah ke Yerusalem hanya ditemani satu pelayan dan seekor untah. Umar menandatangani piagam yang menjamin kebebasan beragama bagi semua penduduk termasuk Kristen dan Yahudi.

Pembebasan Al-Quds dari tentara salib dilakukan oleh Shalahuddin Al-ayyubi bersama pasukan kaum Muslimin. Tahun 583 H terjadi perang Hittin yang dimenangkan oleh pasukan Muslim sekaligus merupakan gerbang penaklukkan berikutnya termasuk Al-Quds. Shalahuddin mengajak kaum Muslimin untuk menyambut jihad akbar pembebasan Al-Quds. 27 Rajab 583 H atau 12 Oktober 1187 M Al-Quds dibebaskan dan Syam menjadi tempat kuburan kedua bagi tentara salib. 

Sultan Abdul Hamid II sebagai pemimpin umat Islam dengan pusat pemerintahannya di Turky waktu itu menolak secara tegas permintaan Theodore Herzl wakil Yahudi yang didukung Inggris untuk membeli sepenggal tanah di Palestina sebagai tempat bermukim Yahudi. Sang sultan berkata saya tidak sanggup melepaskan kendati hanya sejengkal tanah Palestina, sebab ini bukan milik pribadi ku, tetapi milik rakyat. Rakyat ku telah berjuang memperolehnya dengan darah. Saya lebih rela tubuhku terpotong-potong daripada Palestina terlepas dari pemerintahan ku.

Sikap berani dan tegas sang khalifah menunjukkan ketidak gentarnya menghadapi kafir dalam situasi apapun demi mempertahankan apa yang menjadi milik umat Islam. Sikap inilah yang harus dimiliki oleh pemimpin dan seluruh kaum Muslim saat ini, bahwa kewajiban membela saudara seiman dan mempertahankan milik umat lebih mulia dibanding memperoleh kekayaan dan kekuasaan.

Allah Swt berfirman dalam Al-Quran surat Al-anfal ayat 72 yang artinya.”Jika mereka meminta pertolongan kepada mu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberika pertolongan”. Dan pada surat Al-Hujarat Allah Swt berfirman yang artinya,”sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah diantara keduanya”.

Al-Quds adalah tanah wakaf untuk kaum Muslim yang didapatkan dengan pengorbanan harta, darah dan jiwa kaum Muslim, oleh sebab itu pembebasannya pun menjadi tanggangjawab bersama seluruh umat Islam. Dari kepemimpinan Umar, Shalahuddin hingga Sultan Abdul Hamid II membuktikan Al-Quds hanya dapat dibebaskan dan dipertahankan jika syariat Islam ditegakkan dengan sistem pemerintahan Khilafah Islamiah.
 
Wallahu a’lam bish shawab


Share this article via

16 Shares

0 Comment