| 109 Views
Pajak: Memalak Rakyat, Memakmurkan Pengusaha
Oleh : Ummu Balqis
Aktivis Muslimah Ngaji
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pajak didefinisikan sebagai pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut, sudah sangat jelas bahwa pajak bersifat wajib.
Pajak merupakan sumber pendapatan negara dan berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Jadi, pajak digunakan untuk menjalankan tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan. Oleh karena itu, pajak dijadikan tulang punggung perekonomian negara.
Mirisnya, dalam kondisi berkurangnya target pemasukan negara melalui pajak, justru negara mengeluarkan berbagai kebijakan yang malah membantu ‘pengusaha’. Seperti yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yaitu dengan menerbitkan aturan terkait pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Aturan tersebut diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 28/2024, yang menyebutkan bahwa salah satu fasilitas perpajakan yang diberikan adalah pajak penghasilan (PPh). Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif PPh kepada para pengusaha atau investor yang menanamkan modal atau mendirikan dan menjalankan usaha di IKN (nasional.kontan.co.id 19/05/2024)
Di sisi lain, pemerintah menetapkan penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang baru di tahun 2025 mendatang, yaitu dari 11% menjadi 12%. Tentu saja hal ini akan memberatkan sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah karena akan berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Sudah dipastikan, hal ini akan menurunkan daya beli mereka. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat (Kontan.co.id, Minggu 10/03/2024).
Peraturan yang cenderung berubah-ubah dan berpihak pada kepentingan masyarakat tertentu sudah dapat dipastikan terjadi pada negara yang mengadopsi sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, ekonomi berada di tangan para pemilik modal. Dengan demikian, peraturan pun pasti memihak pada kelompok masyarakat ini. Jadi, sebenarnya pajak yang dipungut oleh negara ini untuk kemakmuran siapa, rakyat atau pengusaha?
Menjadikan pajak sebagai pemasukan utama negara adalah menunjukkan betapa lemahnya sistem kapitalisme. Alih-alih memakmurkan rakyat, sistem ini justru semakin membebani rakyat. Bahkan, negara dapat mengubah aturan yang terkait pajak ini tanpa dianggap melanggar aturan negara. Ini membuktikan bahwa aturan yang diterapkan adalah berasal buatan manusia yang terbatas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya, Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga atas segenap makhluk-Nya[1]. Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah menyebar dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi, dan ini merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda;
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّا س زَمَانٌ لاَيُبَاليَّ الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَ منْ حَلاَل أَم منْ حَرَام
“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7].
Di antara bentuk kezhaliman yang hampir merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan bersama. Untuk itulah, akan kami jelaskan masalah pajak ditinjau dari hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam masalah ini.
Dalam Daulah Islam, pajak bukan merupakan sumber pemasukan negara. Bahkan, dalam Daulah Islam, pemungutan pajak dilarang kecuali pada kondisi tertentu, yaitu ketika ada kebutuhan rakyat yang mendesak sedangkan pada saat itu baitul maal kosong. Pemungutan pajak pun hanya diterapkan pada orang yang mampu dan dalam waktu yang terbatas sesuai dengan kebutuhan negara, bukan terus-menerus.
Daulah Islam adalah negara yang kaya. Terbukti selama 1300 tahun lamanya Islam diadopsi sebagai ideologi oleh khilafah Islamiah, perekonomiannya berkembang dengan pesat. Pada saat itu, masyarakat hidup sejahtera dan diperlakukan dengan adil oleh negara.
Dalam Islam, negara mempunyai berbagai macam sumber pemasukan. Di antaranya, ghanimah (harta rampasan perang), fa’i (harta yang diperoleh dari non muslim dengan cara damai tanpa peperangan), jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada Islam), kemudian hasil tambang, laut, dan juga hutan serta sumber lainnya. Jadi, pajak bukanlah sumber pemasukan negara dalam Daulah Islam.
Walahu'alam bishawb