| 59 Views

Pajak dan Sistem Kapitalisme, Gagal Mensejahterakan Rakyat

Oleh : Ummu Alvin
Aktivis Muslimah

tirto.id - Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Perubahan tarif ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Beberapa barang yang akan dikenakan PPN 12 persen antara lain beras premium, daging premium, buah premium, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan premium, dan pelanggan listrik dengan daya 3500-6600 VA.

Sejumlah dalih diungkapkan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen. Pertama, untuk meningkatkan pendapatan negara. Kedua, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Ketiga, untuk menyesuaikan dengan standar internasional.

Tak pelak, keputusan pemerintah ini mendapat penolakan dari masyarakat yang kondisi ekonominya kian tercekik. Bahkan muncul satu petisi yang meminta pemerintah membatalkan kenaikan PPN di laman change.org.

Hingga Jumat pagi, 20 Desember 2024, petisi yang dibuat oleh Bareng Warga tersebut sudah ditandatangani oleh 145.362 orang. Menurut Bareng Warga, petisi ini dibuat karena kebijakan untuk menaikan PPN hanya akan membuat hidup masyarakat semakin sulit di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Bagaimana tidak sulit? Di tengah kondisi ekonomi yang rumit, PHK massal terjadi dimana-mana, lapangan kerja terbatas, ketatnya persaingan usaha, harga kebutuhan pokok tinggi, daya beli masyarakat menurun, aneka pajak, rencana pemerintah menaikkan PPN 12 persen jelas bikin rakyat menjerit. Pemerintah mengklaim kenaikan PPN akan mendorong pertumbuhan ekonomi, benarkah? Yang ada kenaikan pajak justru akan mendorong naiknya inflasi dan kenaikan inflasi akan mendorong peningkatan rata-rata garis kemiskinan. Naiknya inflasi dan  kemiskinan menggambarkan  jatuhnya daya beli masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pun melemah. Ketika pajak ditarik justru membuat rakyat menderita, lantas sejatinya untuk kemaslahatan siapa?

Kenaikan PPN 12 persen, yang pemerintah klaim hanya untuk barang mewah, tidak untuk barang kebutuhan pokok sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat kelas bawah. Nyatanya, kenaikan PPN 12 persen berimbas pada semua kebutuhan pokok yang saat ini turut melambung semakin tinggi.Dengan demikian, pajak merupakan bentuk kezaliman nyata dari penguasa atas rakyatnya. Bikin rakyat yang sudah susah tambah menderita.

Semua ini terjadi karena konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menstandarkan setiap aktivitas pada tujuan materi semata sehingga  menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Di sisi lain negara hanya menjadi regulator dan fasilisator, yang melayani kepentingan para pemilik modal. Negara yang kaya dengan SDA yang melimpah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya,malah dipalak dengan berbagai kebijakan termasuk kebijakan PAJAK. Sungguh miris dan ironis hidup dibawah naungan sistem kapitalis.

Berbeda dengan Islam, yang tidak menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara, melainkan alternatif terakhir sumber pendapatan negara. Pajak atau dharibah adalah pajak yang dipungut hanya kepada warga kaya saja dan itupun hanya dalam kondisi tertentu saja. Warga yang tidak memiliki kelebihan harta, yang dengan kata lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja pas-pasan, tidak akan ditarik pajak. 

Islam memiliki sumber pendapatan yang banyak dan beragam. Dalam APBN Islam, sumber utama penerimaan negara adalah: Pertama, dari kepemilikan individu, misalnya zakat, infaq, shodaqoh. Kedua, dari kepemilikan umum, misalnya pertambangan emas, perak, tembaga, nikel, minyak, gas, batu bara, hutan dan lain-lain. Ketiga, dari kepemilikan negara, misalnya : ghanimah, fa'i, jizyah, kharaj, khumus, dan lain-lain.

Dan dengan pengaturan sistem politik dan ekonomi islam, khilafah akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu. Islam juga menetapkan penguasa sebagai rain dan junnah, dan mengharamkan penguasa untuk menyentuh harta rakyatnya. Kewajiban penguasa mengelola harta rakyat untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas umum dan layanan yang akan memudahkan hidup rakyat. Kepemimpinan dan sistem Islam kafah akan melahirkan kebijakan yang mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat. 

Wallahu a'lam bish showwab.


Share this article via

78 Shares

0 Comment