| 228 Views
Negara Salah Urus Kekayaan Alam, Rakyat Menjadi Korban

Oleh : Feby Arfanti
Mahasiswa STAI Baubau
Baru-baru ini telah terjadi becana longsor di penambangan ilegal tepatnya di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, akibat hujan lebat pada Kamis (26/9/2024) malam. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok, Sumatra Barat merevisi jumlah korban sebanyak 15 orang meninggal dunia, 11 sudah dibawa 4 masih di lokasi. Dan 25 lagi masih tertimbun serta 3 orang lagi mengalami luka.(Liputan6.com 27/9/2024)
Tidak hanya itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas penambangan emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat. Penambangan ini dilakukan oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal China, yang telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah. (CNBC Indonesia, 15/3/2024)
Penambangan ilegal masih saja terjadi bahkan sudah berulang-ulang kali Indonesia kecolongan hasil-hasil tambang sampai-sampai banyak menimbulkan kecelakaan kerja bagi penambangannya, terlebih lagi adanya pekerja warga negara asing (WNA) dan walhasil banyak tenaga kerjanya berasal dari cina. Kok bisa ya, tambangnya udah ilegal, di kelola oleh orang asing pula.?
Ini menandakan gagalnya negara dalam mengelola sumberdaya alam. Terjadilah karut marut dalam pengelolaan negara. Penyebutan ilegal ibarat cuci tangan pemerintah atas persoalan pengurusan SDA yang tepat. Berulangnya kasus tambang ilegal juga menunjukkan tidak tegaknya hukum dalam negara. Akibatnya negara yang katanya menempati posisi ke-6 dengan cadangan emas terbesar sebanyak 2.600 ton. Dari segi produksi, Indonesia menempati posisi ke-8 dengan produksi sebesar 110 MT pada 2023. Tetapi kenyataannya sumber daya yang melimpah itu tidak dapat di nikmati rakyatnya sendiri, bahkan rakyatnya lah yang di jadikan budak oleh tambang yang di kelola pihak asing.
Negeri ini di atur oleh system kapitalisme. Kapitalisme yang ber-orientasi materi, membuat Negara setengah hati mengurus rakyat. Akibatnya negara seolah tidak memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap pihak asing dan pihak lain yang berniat merugikan rakyat. Bukti negara juga lemah dalam hal pengaturan dan hukum terhadap kekayaan alam dimana negara harusnya memiliki kedaulatan mengelola sumber daya alam dengan baik, memanfaatkannya untuk kepentingan rakyat bukan untuk segelintir orang.
Sangat berbeda dengan Negara islam yang bernama Khilafah dalam mengelola tambang, Islam mengatur peran Negara dengan begitu jelas dan gambling yakni menjadi Ra’in (pengurus) dan Junnah (perisai).
Kesadaran Negara terhadap dua poin ini, akan menuntun Negara mengatur potensi kakayaan alam sesuai ketentuan Allaah SWT, selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya.
Rasulullaah SAW telah memberi contoh tata cara mengelola harta tambang. Contoh tersebut merupakan hokum syariat yang wajib di ambil oleh Negara dalam mengelola tambang. Dari Abu Hurairah, secara marfu’ Rasulullaah SAW bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak boleh di larang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya) : rerumputan, air dan api” (HR. Ibnu Majah)
Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullaah SAW dan meminta beliau SAW agar memberikan tambang garam kepadanya, Nabi SAW pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hammal telah pergi, ada seorang laki – laki yang ada di majelis itu berkata :
“Tahukah anda, apakah yang telah anda berikan kepadanya? sesungguhnya anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’al-‘idd)”
Ibnu Al Mutawakil berkata : “lalu Rasulullaah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Melalui dalil – dalil tersebut default pengaturan barang tambang dalam islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah HARAM dimiliki oleh individu, karena harta tersebut milik umum.
Al-‘Allamah Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Al-Amwal Fi Daulah Al Khilafah hal. 54 menjelaskan konsep Al-‘Allamah Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Al-Amwal Fi Daulah Al Khilafah hal. 54 menjelaskan konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalam islam, berkaitan dengan konsep kepemilikan yaitu :
1. Milik Individu, yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit
2. Milik Umum (milkiyah ‘ammah), yakni harta tambang yang depositnya melimpah
3. Milik Negara, yakni sumber daya alam yang di konservasi (himma)
Jika jumlahnya melimpah, maka Negara Khilafah sebagai wakil umat akan mengelola tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu (swasta). Karena monopoli tambang hukumnya HARAM.
Sementara jika jumlahnya sedikit, dan wilayah tersebut tidak membahayakan untuk di eksplorasi dan di eksploitasi, Negara Khilafah Mengizinkan individu (swasta) mengelola tambang tersebut.
Agar kebijakan ini tidak di remehkan, Khilafah memerintahkan Qadhi Hisbah untuk mengontrol kualitas pengelolaan tambang individu secara berkala. Sehingga dalam kebijakan ini, Khilafah tetap bisa memastikan jaminan keselamatan rakyatnya.
Terlebih, Negara Khilafah juga memastikan individu dan juga masyarakat memiliki kepribadian islam melalui system pendidikan islam. Sehingga, individu yang ada, bukan individu yang mudah membahayakan diri dengan ikut tambang illegal dengan minim safety demi mengejar keuntungan.
Masyarakat Khilafah juga bukan masyarakat yang apatis jika ada kemungkaran. Mereka akan aktif melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar terhadap sesama.
Demikianlah pengelolaan tambang dalam Islam, tidakkah umat menyadari betapa berkahnya urusan, manakala hidup di atur oleh syariat Islam secara Kaffah.
Wallahu’alam bishawab