| 365 Views

Muslim Rohingya dan Palestina: Dilema Umat dalam Ketidakadilan Global

Oleh: Tresna Mustikasari, S.Si 
Muslimah Penggiat Literasi

Kabar memilukan kembali datang dari tanah Rohingya. Saudara-saudara kita yang beragama Islam di sana kembali menjadi sasaran penganiayaan dan kekerasan tanpa henti. Mereka diburu, diusir dari tanah kelahiran mereka, dan dipaksa hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi. Serangan pesawat tak berawak di Myanmar menewaskan sekitar 150 warga Rohingya. Mereka menjadi sasaran ketika mengungsi untuk mencari perlindungan. Serangan ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap etnis minoritas tersebut. (Tribun News, 11/08/2024).


Sementara itu, di Palestina, krisis dan genosida tak pernah usai. Serangan tiga roket Israel diluncurkan ke sebuah sekolah yang dijadikan tempat pengungsian di Gaza yang menyebabkan kematian 90 orang, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Setiap hari, mereka terus menjadi target agresi Zionis, dipaksa untuk bertahan hidup dalam situasi yang sangat sulit dan penuh penderitaan. (VOA Indonesia, 10/08/2024)
Standar Ganda Barat dan Keterpurukan Umat Islam.


Di tengah krisis kemanusiaan di Gaza, AS menyetujui bantuan militer besar-besaran untuk Israel dengan memberikan bantuan militer senilai Rp 55,8 triliun. Hal ini tentu semakin memperburuk situasi dan memicu kecaman dan kekhawatiran akan meningkatnya konflik di Timur Tengah. (Republika News, 11/08/2024)
Ironisnya, negara-negara Barat yang kerap menggaungkan hak asasi manusia justru terus mendukung Israel, memperlihatkan standar ganda yang nyata. Ketika umat Islam di Palestina dan Rohingya ditindas, suara pembelaan dari negara-negara besar hilang, tenggelam oleh kepentingan politik dan ekonomi. Kondisi ini mencerminkan keterpurukan umat Islam saat ini yang tidak memiliki junnah (perisai) untuk melindungi mereka dari berbagai bentuk penindasan.


Nasib umat akan terus terpuruk selama tidak ada kekuatan yang mampu melindungi dan membela mereka. Di mana pun kaum Muslimin berada, mereka akan terus menjadi sasaran penindasan jika tidak ada yang berdiri untuk melindungi mereka. Bahkan di Indonesia, negara dengan mayoritas penduduk muslim, agama Islam sering kali dituduh sebagai ancaman terhadap Pancasila. Ini terlihat dari kejadian pengukuhan tim Paskibraka tahun ini di mana penggunaan hijab dilarang, sebuah kebijakan yang mencerminkan ketakutan terhadap simbol-simbol keislaman.

Membandingkan Masa Kejayaan Islam dengan Keadaan Saat Ini
Sungguh, keadaan ini sangat berbeda dengan masa kejayaan umat Islam di masa lalu. Ketika Rasulullah SAW membangun negara Islam di Madinah, umat Islam hidup dalam kemuliaan dan kehormatan. Kebaikan dan keadilan terus terjaga hingga masa kekhilafahan yang melanjutkan estafet kepemimpinan Islam. Tidak ada yang berani menyakiti, menghina, atau merendahkan Islam. Sejarah mencatat bagaimana takutnya negara-negara Barat terhadap ancaman Khalifah, terutama saat ada kasus penistaan terhadap Nabi atau ketika tanah Palestina terancam direbut.


Salah satu contoh paling terkenal adalah ketika Khalifah Sultan Abdul Hamid II dari Kekhalifahan Utsmaniyah menanggapi penghinaan terhadap Nabi Muhammad dalam sebuah opera di Prancis dengan ancaman diplomatik yang serius. Kekuatan dan pengaruh politik Kekhalifahan membuat negara-negara Barat mempertimbangkan kembali tindakan yang dapat memicu reaksi keras dari dunia Islam.


Sultan Abdul Hamid II pun dikenal dengan pernyataannya yang tegas mengenai Palestina. Ketika pemimpin Zionis, Theodor Herzl, mencoba membeli tanah Palestina untuk dijadikan tempat tinggal bagi orang-orang Yahudi, Sultan Abdul Hamid II menolak tawaran tersebut dengan keras. Beliau mengatakan, "Aku tidak akan menyerahkan walau sejengkal pun tanah ini, karena tanah ini bukan milikku, melainkan milik umat Islam. Umat Islam telah berjuang dan mengorbankan darah mereka untuk mempertahankan tanah ini, dan mereka akan terus mempertahankannya hingga akhir."


Kata-kata ini menunjukkan ketegasan Sultan Abdul Hamid II dalam menjaga integritas wilayah Muslim, terutama Palestina, yang sangat dihormati dalam sejarah Islam. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bagaimana Khalifah memiliki pengaruh yang kuat dalam menjaga kehormatan Islam dan melindungi wilayah-wilayah Muslim dari ancaman eksternal.

 
Namun, semua itu berubah setelah Khilafah runtuh. Umat Islam kehilangan pelindung dan pembela mereka. Kini, mereka terpecah belah, lemah, dan terus-menerus ditindas. Umat Islam, yang dulu begitu ditakuti dan dihormati, kini hanya menjadi korban dari ketidakadilan global.

Urgensi Membangun Kesadaran Umat dan Kembali kepada Khilafah
Saatnya umat Islam kembali membangun kesadaran tentang kemuliaan Islam di bawah naungan Khilafah. Hanya dengan kembali kepada ajaran Islam yang murni dan membangun sistem Khilafah, umat Islam dapat kembali meraih kemuliaan dan kehormatan seperti yang pernah mereka miliki di masa lalu. Penyadaran ini membutuhkan peran dari kelompok dakwah Islam ideologis yang konsisten dan gigih dalam menyampaikan kebenaran dan mengajak umat untuk kembali kepada Islam.
Umat Islam harus menyadari bahwa hanya dengan kembali kepada Khilafah, mereka dapat meraih kembali kemuliaan yang telah lama hilang. Inilah saatnya untuk bangkit dan memperjuangkan kembali kejayaan Islam.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

93 Shares

1 Comment

User

Adrian Adhari

9 months ago

Inilah saatnya untuk bangkit dan memperjuangkan kembali kejayaan Islam