| 218 Views
Meskip AS Berikan Ultimatum 30 Hari, Dukungan untuk Israel Tetap Berjalan

CendekiaPos - Amerika Serikat sebelumnya memberikan ultimatum tegas kepada Israel: perbaiki akses bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam 30 hari atau hadapi konsekuensinya. Namun, ketika tenggat waktu berlalu, AS memilih untuk tetap mendukung Israel meskipun syarat-syarat utama tidak terpenuhi.
Sejatinya, undang-undang AS melarang pemberian bantuan militer kepada sekutu yang menghalangi bantuan kemanusiaan. Namun, pemerintahan Presiden Joe Biden menyatakan bahwa tindakan Israel belum dianggap melanggar hukum tersebut. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, menyatakan bahwa Israel menunjukkan “beberapa kemajuan” dalam membuka akses bantuan ke Gaza, tetapi organisasi-organisasi kemanusiaan menyampaikan hal sebaliknya. Mereka justru melaporkan bahwa situasi di Gaza memburuk sejak AS memberikan tuntutannya.
Organisasi kemanusiaan seperti Oxfam, Norwegian Refugee Council, dan Save the Children mengungkapkan bahwa hanya 42 truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza setiap hari dalam 30 hari terakhir—jauh dari target 350 truk per hari yang diminta AS. Selain itu, Israel dinilai gagal memenuhi beberapa permintaan lainnya, seperti mencabut perintah evakuasi di wilayah utara Gaza dan menghentikan isolasi di wilayah tersebut.
Ultimatum tersebut disampaikan dalam sebuah surat yang dikirimkan oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin pada 13 Oktober. Namun, para aktivis hak-hak Palestina menganggap surat tersebut sebagai “sandiwara” yang bertujuan untuk menunda tanggung jawab Israel dan menghindari tuntutan hukum.
Ketika bantuan yang sangat dibutuhkan tidak juga tiba, banyak pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mulai mengeluarkan peringatan bahwa krisis pangan di Gaza semakin mengancam. Beberapa kelompok kemanusiaan bahkan menyebut situasi di Gaza “sangat parah” dan memperingatkan bahwa kelaparan sudah dekat di bagian utara Gaza. Selain itu, hanya sebagian kecil bantuan yang berhasil masuk, sementara seruan AS untuk menambah jumlah bantuan truk dan memperlonggar akses kemanusiaan lainnya belum terlaksana.
Di tengah situasi ini, Presiden Joe Biden bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog di Gedung Putih, menambah sorotan terhadap langkah AS yang dinilai masih mendukung Israel meskipun bantuan yang dijanjikan belum terwujud. Zeina Ashrawi Hutchison, direktur pengembangan di Komite Anti-Diskriminasi Amerika-Arab, bahkan mengungkapkan kemarahan atas keputusan pemerintah Biden yang menurutnya telah “bermitra penuh dalam perang Israel terhadap Gaza.” Hutchison menilai bahwa memberikan tenggat waktu 30 hari pada Israel justru memungkinkan lebih banyak korban jatuh di Gaza, di mana kekurangan pangan dan obat-obatan sangat terasa.
Ahmad Abuznaid, direktur eksekutif Kampanye AS untuk Hak-hak Palestina, juga menyatakan kekecewaannya terhadap langkah pemerintah Biden. Menurutnya, tindakan pemerintah ini “secara moral sudah bangkrut” karena menunjukkan sikap yang tidak konsisten terhadap hukum internasional maupun hukum AS yang melarang bantuan militer bagi negara yang menolak bantuan kemanusiaan.
Para pengamat politik menilai bahwa keputusan ini membuka risiko hukum bagi para pejabat AS. Sarah Leah Whitson, direktur eksekutif organisasi HAM AS DAWN, memperingatkan bahwa dukungan berkelanjutan dari Biden, Blinken, dan Austin terhadap Israel dapat berujung pada tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Kini, tekanan semakin kuat bagi pemerintah AS untuk bertindak lebih tegas terkait krisis di Gaza, dan banyak yang menilai bahwa upaya yang ada saat ini masih belum cukup untuk memenuhi hak-hak kemanusiaan warga Gaza.