| 169 Views

Memberantas Korupsi dalam Demokrasi Hanyalah Ilusi

Oleh : Ummu Asma'

Masyarakat Indonesia merasa sudah tidak heran lagi mendengar kasus korupsi terjadi di negeri ini. Bagaimana tidak, kian hari kian banyak kasus ini terjadi dengan nominal korupsi yang fantastis. Sayangnya, dengan banyaknya kasus ini terjadi hukum yang berlaku tidaklah membuat para pelaku jera. Terlebih adanya remisi bagi narapidana setiap tahunnya. Remisi terbaru diberikan pada bulan lalu, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri.

Seperti melansir di salah satu media, sebanyak 240 Narapidana kasus korupsi di Lapas Sukamiskin Kota Bandung mendapatkan remisi. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Kota Bandung, Wachid Wibowo menjelaskan, remisi yang didapatkan 240 Narapidana kasus korupsi itu merupakan remisi Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. (Prfmnews.id,10/4)

Jika dilihat dari fakta di atas, jelas hukum yang berlaku saat ini tidaklah mampu memberantas kasus korupsi sampai keakarnya. Karena tidaklah sebanding nominal uang yang dikorupsi dengan hukuman yang diberikan. Ditambah korupsi ini seperti sudah membudaya di kalangan elit, sehingga satu sama lain saling menutupi kejahatan korupsi yang telah dilakukan. Hal ini sebetulnya telah menyakiti hati seluruh rakyat yang telah mempercayakan segala urusan umat kepada para pengemban amanah negara. Tapi sayangnya, mereka telah berkhianat dan melakukan perbuatan keji.

Dalam sistem kapitalis saat ini yang menjadi landasan berpikir dan bertingkah laku manusia adalah sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan. Jadi tindak-tanduk manusia beramal tidaklah bersandar pada diridhoi oleh Allah atau tidak, tidak memperhatikan halal haram sesuai syariat Islam.

Beginilah buah dari diterapkannya sistem sekular kapitalis. Kerusakan yang dibuat secara sistemik, sehingga berbuat kemaksiatan pun menjadi hal yang biasa. Padahal itu perkara yang sangat dibenci oleh Allah Ta’ala. Sistem ini pun menjadikan manusia rakus akan kemewahan duniawi. Selalu merasa kurang dengan apa yang telah didapatkan, tidak tawadhu dengan apa yang dimiliki.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan hukum yang tegas. Hukuman dalam sistem Islam kaffah selain bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku (zawajir) dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa, juga bisa sebagai penebus dosa pelaku nanti di akhirat di hadapan pengadilan Allah Ta’ala (jawabir). Sanksi dalam Islam dijatuhkan kepada orang yang berdosa tanpa membedakan antara hakim (penguasa), rakyat (al-mahkum), atau antara orang yang kaya dan miskin, juga antara laki-laki dan perempuan.

Islam memiliki mekanisme jitu dalam memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, yaitu peran negara, masyarakat, dan individu yang memiliki integritas dalam memberangus setiap kejahatan dan kemaksiatan, termasuk korupsi.

Dari segi perbaikan individu, sistem yang baik akan melahirkan individu yang baik. Islam akan membina setiap individu dengan ketakwaan hakiki. Dengan keimanan tersebut, ia akan terjaga dari perbuatan maksiat dan dosa.

Dari segi masyarakat, Islam akan membangun lingkungan kondusif. Pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan diberlakukan. Masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas terterapkannya syariat. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, mereka dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. 

Tradisi saling menasihati dan berbuat amal saleh seperti ini akan tercipta seiring tegaknya hukum Islam di tengah mereka.
Lalu dari segi peran negara yang akan menegakkan sistem sanksi Islam yang berefek jera bagi pelaku, termasuk kasus korupsi. Dalam Islam, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.
Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung level perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.

Demikianlah, Islam mampu mewujudkan sistem antikorup, yaitu dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah. 

Wallahu’alam bisshawwab.


Share this article via

79 Shares

0 Comment