| 240 Views
Melek Politik Islam, Gen Z Menuju Perubahan yang Hakiki

Oleh : Aning Juningsih
Aktivis Muslimah
Seakan sudah menjadi tradisi di negeri ini ketika mendekati momen Pilkada, manuver politik dari berbagai paslon makin gencar dilakukan. Terutama pada kalangan muda Generasi Z (Gen Z) yang saat ini suaranya menjadi lebih besar setelah kaum milenial. Pada paslon sekarang, golongan usia muda ini dianggap sebagai kunci keberhasilan pemenangan. Sampai-sampai, siapa saja yang mendapatkan suaranya akan menuai keuntungan yang sangat besar.
Mengincar Suara Gen Z
Kita dapat saksikan pada Pilpres yang lalu bahwa kemenangan Prabowo-Gibran itu tidak lepas dari banyaknya suara Gen Z. Ini berdasarkan exit poll Pilpres 2024 dari Indikator Politik bahwa 71 persen responden yang merupakan Gen Z memilih Prabowo-Gibran. Walaupun Prabowo bukan anak muda, tetapi gemoynya mampu menarik kaum muda untuk memberikan suaranya.
Tidak aneh, pada Pilkada saat ini, para paslon berkampanye dengan sangat masif untuk menyasar anak muda. Seperti Ridwan Kamil, dia mengaku optimis dapat meraih suara anak muda Jakarta karena dia biasa nongkrong di tempat anak muda, yaitu media sosial, khususnya TikTok. Karena menurutnya, anak muda sekarang ini banyak yang nongkrong di TikTok, jadi dia pun harus ikut nongkrong di sana supaya bisa lebih dekat dengan mereka. Itu terbukti bahwa mantan Gubernur Jawa Barat ini memiliki lebih dari 20 juta pengikut di Instagram dan 2,5 juta di TikTok.
Ridwan Kamil, dalam kampanyenya, berjanji kepada kaum Gen Z untuk memberikan akses modal usaha dan pelatihan kerja untuk mendorong wirausaha muda. Tidak hanya itu, ia juga menjanjikan beberapa inisiatif untuk mengatasi pengangguran di kalangan Gen Z. Begitu juga dengan calon Gubernur Jawa Timur, Tri Rismaharini, jika dirinya terpilih ia berjanji akan menggratiskan SPP sampai tingkat SMA (bengkulu.antaranews.com, 8-11-2024).
Sekarang, suara Gen Z menjadi incaran para paslon karena kalangan anak muda sering dianggap buta politik, meski tingkat partisipasinya tinggi pada pemilihan. Menurut data dari KPU 2024, 40 persen pemilih adalah Gen Z. Absennya pemahaman politik di kalangan anak muda menjadi jalan mudah bagi para politisi yang hanya mengejar kekuasaan. Karena kalangan muda akan memilih calon berdasarkan gimik, bukan berdasarkan visi, misi, ataupun program kerjanya.
Edukasi Politik untuk Gen Z
Kalangan muda, banyak dari mereka, tidak memahami sejarah terkait rekam jejak para kandidat. Bahkan, tidak peduli walaupun fakta sudah bertebaran di media sosial. Inilah sebabnya alasan Bertolt Brecht, penyair asal Jerman, mengatakan bahwa buta yang terburuk adalah buta politik. Orang yang buta politik itu tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Mereka sejatinya tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, harga biaya sewa, harga sepatu, dan harga obat, semuanya itu tergantung pada keputusan politik. Oleh karena itu, banyak pihak yang berusaha mengedukasi Gen Z tentang pentingnya mempunyai kesadaran politik supaya suaranya yang banyak itu mampu membawa perubahan.
Begitu pula KPU, dengan semangat mengedukasi mereka melalui sosialisasi pemilu atau pilkada ke kampus, sekolah, sampai pesantren. Tidak hanya itu, KPU juga membentuk data-data politik dari kalangan mereka sendiri supaya wawasan politik dapat sampai kepada mereka. Akan tetapi, sosialisasi yang disampaikan KPU hanya seputar informasi tentang proses pemilu, hak dan kewajiban pemilih, dan pentingnya memilih pemimpin yang tepat. Seakan-akan aktivitas politik hanya sebatas memilih dan dipilih saja. Dengan demikian, wajar jika akhirnya Gen Z pun terjebak dengan janji-janji manis para kandidat.
Demokrasi Pangkal Masalah
Pada faktanya, sistem politik demokrasi makin menampakkan kerusakannya. Dengan semangatnya membagi kekuasaan dengan dalih mencegah otoritarianisme, nyatanya malah mewujudkan oligarkisme. Dengan asasnya yang sekuler malah menjadikan agama tersingkir untuk mengatur urusan negara. Inilah pangkal kebobrokan demokrasi yang pada akhirnya melahirkan aturan yang rapuh, tumpang tindih, dan bermasalah karena lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas.
Saat ini makna politik pun dinisbatkan sebatas pada perebutan kekuasaan saja. Pada politik transaksional ini menjadikan kekuasaan dipegang oleh sekelompok kecil pemilik modal. Karena merekalah yang pada hakikatnya mengendalikan kebijakan dalam pemerintahan. Faktanya, bukan tidak mungkin, mereka pulalah yang menentukan sosok yang akan menjadi kepala negara maupun daerah.
Namun sudah nyata, pemilu yang melibatkan suara rakyat hanya menjadi alat legitimasi bahwa paslon yang terpilih adalah keinginan rakyat. Sungguh dibalik terpilihnya pemimpin, ada para oligarki yang siapa mengambil keuntungan. Nyatanya terbukti, bahwa para pemimpin yang terpilih selalu saja menetapkan kebijakan yang merugikan rakyat. Seperti, ketika para buruh berdemo meminta kenaikan upah di atas 10 persen, pemerintahan malah mengatakan bahwa kenaikan upah yang tinggi akan memberatkan produksi.
Seharusnya kesadaran politik dimulai dengan memahami akar masalah yang terus menerus menimpa rakyat di negeri ini. Coba kita amati dari awal kemerdekaan sampai hari ini, kesejahteraan rakyat bukannya membaik malah makin menurun. Padahal pemimpin negeri ini sudah sering berganti, baik itu dari kalangan militer, sipil, Intekektual, bahkan ulama, tapi semuanya bisa dikatakan gagal membawa kesejahteraan.
Waktunya Ganti Sistem
Melihat fakta ini, Gen Z harus mampu mencermati semua itu dengan kacamata sistem, bahwa permasalahan di negeri ini begitu kompleks. Meskipun berganti-ganti kepala negara ataupun kepala daerah, hal ini tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Karena yang harus diganti bukan orangnya melainkan sistemnya yang sudah rusak dan juga merusak. Sudah jelas bahwa akar permasalahan runyamnya kehidupan di negeri ini yaitu penerapan sistem demokrasi itu sendiri. Karena dengan menggunakan sistem demokrasi sama saja dengan turut melanggengkan persoalan.
Inilah urgensitas mengganti sistem demokrasi menjadi sistem politik IsIam. Sebab sistem politik IsIam menggunakan kacamata akidah, dan sistem politik IsIam adalah perintah Allah Swt. dalam rangka menerapkan hukum Allah secara menyeluruh di semua aspek, termasuk negara. Dengan itu, memperjuangkan runtuhnya sistem sekarang sekaligus mengembalikan sistem IsIam merupakan perjuangan politik yang agung.
Untuk mengembalikan sistem IsIam Gen Z harus melek politik agar dapat melihat dengan jelas kerusakan sistem demokrasi. Karena sistem demokrasi kapitalisme saat ini telah membajak potensi besar anak muda dengan menjadikannya sebatas aset ekonomi dan target bisnis konsumtif serta hedonis. Sudut pandang mereka kedudukan tidak lebih mulia dari faktor produksi lainnya, seperti modal dan tanah. Karena jika ada Gen Z yang tidak menghasilkan materi, mereka dianggap tidak produktif.
Cara Islam Memandang Gen Z
Islam memiliki cara pandang yang unik terhadap manusia, termasuk Gen Z. Dalam Islam, manusia adalah individu yang kebutuhan hidupnya menjadi tanggung jawab negara. Pemimpin yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, Gen Z membutuhkan hadirnya negara berbasis akidah yang sahih, yaitu negara Islam.
Gen Z, dengan energi besar dan kreativitasnya, seharusnya memanfaatkan potensi tersebut untuk memperjuangkan tegaknya negara Islam. Mereka tidak boleh terjebak dalam sistem demokrasi yang hanya menghargai mereka sebatas jumlah suara di TPS. Sebagai generasi kreatif dan akrab dengan dunia digital, Gen Z mampu menciptakan terobosan baru dalam menyebarkan pemahaman Islam secara menyeluruh kepada masyarakat. Dunia maya bisa menjadi sarana dakwah yang efektif, menjadikan mereka trendsetter untuk perubahan positif, tanpa terpengaruh arus sesat yang didorong oleh Barat.
Saat ini, Gen Z perlu memahami Islam secara komprehensif dan tidak membiarkan potensi besar mereka disia-siakan oleh demokrasi. Mereka harus menjadi pelopor dalam memperjuangkan penerapan Islam secara kafah, di mana potensi mereka akan benar-benar termanfaatkan secara maksimal. Dengan upaya sungguh-sungguh, Gen Z dapat membawa perubahan mendasar dalam kehidupan, menghindarkan diri dari sekadar menjadi alat dalam politik praktis, seperti pilpres atau pilkada. Wallahu a’lam bishawab.