| 7 Views
Marriage Is Scarry Pada Sistem Kapitalisme

Oleh : Ni'matul Khusna
Aktivis Dakwah
Pasutri ditemukan tewas di sebuah kontrakan di Kampung Jati Warung Kobak, Desa Pasir Gombong, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (25/2/2025). Yang mana ditemukan luka cekikan pada leher sang istri yang diduga dibunuh suaminya, sedangkan suaminya gantung diri.
Fakta tersebut menambah daftar ketakutan generasi muda untuk menikah. Sebegitu mengerikannya kehidupan pernikahan dalam sistem kapitalisme. KDRT, perceraian, kemiskinan, merupakan beberapa faktor yang menumbuhkan generasi muda takut menikah.
KDRT juga perceraian membuat kaum muda takut menikah. Baik referensi dari realitas pernikahan selebritas, tontonan film, ataupun fakta yang terjadi di lingkungan sekitar, bahkan keluarga sendiri. Selain itu, dari sisi ekonomi sepeerti kebutuhan serba mahal, sulitnya lapangan pekerjaan untuk para pencari nafkah, dilemanya perempuan dengan pilihan bekerja atau fokus menjadi IRT, membuat kaum muda maju mundur untuk memulai kehidupan berumah tangga.
Di dalam Islam, hubungan suami istri merupakan hubungan persahabatan yang sempurna. Karena di dalam pernikahan, mereka mendapatkan ketenangan, ketentraman, kebahagiaan, dengan menjadikan akidah dan syariat Islam sebagai pijakan dalam membangun rumah tangga.
Pernikahan adalah perintah Allah, jika dilaksanakan akan mendatangkan pahala. Namun untuk menikah tentunya membutuhkan ilmu.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
النَّاسُ إِلَى الْعِلْمِ أَحْوَجُ مِنْهُمْ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ. لِأَنَّ الرَّجُلَ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ فِي الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ. وَحَاجَتُهُ إِلَى الْعِلْمِ بِعَدَدِ أَنْفَاسِهِ
“Manusia berhajat terhadap ilmu, melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Hal itu karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman hanya sekali atau dua kali (dalam sehari), adapun kebutuhannya terhadap ilmu sebanyak tarikan nafasnya.”
Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim. Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, karena kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu, termasuk dalam hal pernikahan, yang mana pernikahan disebut dengan mitsaqan ghalidza (perjanjian yang agung, kuat dan serius). Ilmui diri dengan pemahaman Islam tentang pernikahan, memilih pasangan sesuai perintah Allah, juga melayakkan diri untuk mendapatkan pasangan yang saleh.
Dalam syariat Islam, posisi perempuan maupun laki-laki memiliki hak dan kewajiban masing-masing, dan bukan berdasarkan kesetaraan gender. Keduanya saling bekerjasama dalam memenuhi hak dan kewajiban di antara keduanya. Allah menetapkan laki-laki berkewajiban mencari nafkah, menjadi qawwam, mendidik istri semata-mata karena syariat. Pun sebagai perempuan dianjurkan taat dengan suami karena syariat semata.
Sistem bebas seperti saat ini mengacaukan persepsi generasi mengenai pernikahan, manusia menjalani hidup untuk mencari materi. Mereka tidak mampu memaknai kebahagiaan, bingung cara mewujudkan ketenangan, selain berharap pada materi yang mereka dapatkan. Selain itu, sistem kapitalis membuat urusan negara atas rakyat terabaikan. Rakyat jauh dari sejahtera, mahalnya biaya hidup penyebab sulitnya ekonomi keluarga.
Kita membutuhkan sistem yang kondusif dan pemahaman manusia yang murni mengenai konsep pernikahan. Dan hanya dengan syariat Islam saja semua itu bisa terwujud.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab