| 4 Views
Maraknya Kasus Bullying, Bukti Sekularisme Menyuburkan Perundungan
Oleh : Risqia Rahmi
Aktivis Dakwah Masyarakat
Seorang santri di pondok pesantren Babul Maghfiroh, Gampong Lam Alue, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, nekat membakar asrama putra pondok pesantren pada Jumat (31/10/2025) dini hari, lantaran sakit hati karena merasa sering menjadi korban perundungan atau bullying. (Kumparan.com, 7/11/2025)
Selanjutnya, di SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, terjadi ledakan di Masjid Sekolah pada Jumat siang 7 November 2025. Pelaku terduga merupakan salah satu siswa sekolah tersebut yang dilaporkan sering menjadi korban bullying. (cnnindonesia.com, 8/11/2025)
Para pelaku dalam kedua insiden tersebut mengalami tekanan psikologis karena ejekan, pelecehan verbal maupun pengucilan dari teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa ada tekanan sosial yang sangat berat pada mereka.
Fenomena bullying (perundungan) yang kian marak di berbagai daerah menunjukkan bahwa bullying bukan lagi fenomena kecil yang terisolasi, melainkan telah menjadi gejala yang tersebar dan sistemik dalam lingkungan pendidikan, mulai dari pesantren hingga sekolah umum. Ini menandakan sebuah kegagalan sistemik dalam menangani perundungan.
Pengaruh layanan media sosial dan internet turut memperparah situasi ini. Bullying kini tidak hanya terjadi di ruang fisik tetapi juga melalui dunia maya. Dalam beberapa kasus dijadikan bahan lelucon atau hiburan, hal ini memperlihatkan adanya krisis adab dan menjamurnya perilaku penyimpangan yang seharusnya dicegah oleh institusi pendidikan.
Lebih parah lagi, media sosial dan akses informasi digital menjadikan korban bullying memiliki saluran untuk menyalurkan kemarahan, frustasi, dan dendam secara ekstrem. Ketika akses ke konten yang mendorong kekerasan atau radikalisasi menjadi mudah, maka potensi tindakan yang membahayakan orang lain menjadi nyata.
Sistem pendidikan yang saat ini banyak menganut model sekuler kapitalistik, yaitu yang menitikberatkan pada pencapaian akademik, penguasaan materi, persaingan, dan orientasi duniawi, justru terbukti kurang memadai dalam membentuk karakter adab dan kepribadian Islam. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa bekal yang memadai untuk mengelola tekanan sosial dan konflik internal mereka. Maka tak heran, jika generasi muda kehilangan arah, mudah frustasi, dan menjadikan kekerasan sebagai jalan keluar.
Dalam pandangan Islam, tujuan pendidikan bukan hanya mencetak generasi cerdas dan juga sekedar memperoleh nilai tinggi atau gelar, melainkan membentuk kepribadian Islam (Syakhshiyah Islamiyah) yang beriman, berilmu, berakhlak mulia dan mampu menghadapi tantangan zaman dengan ruh dan nilai Islam.
Metode pendidikan juga harus menekankan pembinaan secara menyeluruh, tidak hanya aspek kognitif (ilmu), tetapi juga afektif (sikap) dan psikomotorik (perilaku). Pendidikan Islam harus membentuk pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang selaras dengan ajaran Islam, bukan semata mesin pencetak kelulusan yang hanya menguasai materi.
Kurikulum harus berorientasi kepada aqidah sebagai dasar, adab sebagai pondasi, dan ilmu sebagai sarana. Dengan demikian, semua kegiatan pembelajaran supervisi dan lingkungan sekolah harus dirancang agar menciptakan "Manusia Islami" yang beradab, bukan sekedar lulusan tercepat.
Negara dalam sistem Islam atau Khilafah, memiliki tanggung jawab utama untuk menjamin pelaksanaan pendidikan, membina moral umat, serta melindungi generasi muda dari segala bentuk kezaliman sosial seperti perundungan. Negara harus hadir tidak hanya dalam bentuk regulasi tetapi juga dalam pengawasan sumber daya moral dan kultur pendidikan yang Islami.
Kasus-kasus kekerasan yang berawal dari bullying hanya gejala dari sistem pendidikan yang kehilangan ruh dan arah. Selama pendidikan masih dikelola dengan paradigma sekuler yang menyingkirkan nilai-nilai illahi, krisis moral dan kekerasan remaja akan terus berulang. Hanya dengan sistem Islam yang menawarkan solusi Paripurna, pendidikan yang berbasis akidah yang menumbuhkan iman, akhlak dan tanggung jawab sosial. Hanya dengan sistem Islam, generasi akan tumbuh menjadi "Ummatan wasathan", generasi kuat, beradab dan membawa rahmat bagi sesama.
Wallahu a'lam bish shawab