| 46 Views

Makan Siang Gratis: Wajah Baru Politik Penjajahan Global

Dok : kompas.com

Oleh : Verry Verani

Ketika dunia kapitalis meluncurkan program makan siang gratis dengan wajah kemanusiaan, sejatinya mereka tengah memainkan strategi lama dalam kemasan baru. Inilah soft power kolonialisme modern  bukan lagi dengan senjata dan tank- tank baja, melainkan dengan bantuan, program sosial, dan jargon kesejahteraan global.

Kapitalisme dan Paradoks “Makan Siang Gratis”

Ada adagium terkenal dalam dunia kapitalism:

"There’s no such thing as a free lunch.”
Tak ada yang benar-benar gratis.

Namun kini, mereka sendiri yang melanggarnya. Mereka menggelar program “makan siang gratis” bukan karena berkasih sayang pada rakyat, tetapi demi agenda strategis di baliknya yaitu ingin mengendalikan fokus pikiran, kebijakan, dan melemahkan masa depan bangsa-bangsa di dunia agar tetap berputar dalam ketololan orbit kapitalisme global.

Program ini bukan sekadar soal perut, tapi soal kontrol. Sebab dalam politik global, siapa yang memberi makan, dialah yang menentukan arah berpikir dan arah hidup penerimanya.

Ratifikasi Global: Dari PBB ke Pemerintahan Nasional

Kita sering lupa: setiap program sosial besar yang disahkan pemerintah nasional hari ini biasanya bukan berdiri sendiri. Ketika PBB, IMF, Bank Dunia, atau UNICEF mendorong negara-negara,  termasuk Indonesia  untuk mengadopsi program seperti school feeding atau free lunch for all, itu adalah bagian dari paket kebijakan global yang sudah disepakati di forum multilateral, dibungkus rapi dengan label Sustainable Development Goals (SDGs).

Mereka menyebutnya upaya menghapus kelaparan dan kemiskinan. Namun, di balik itu terselip peta jalan penjajahan ekonomi dunia. SDGs bukan sekadar target pembangunan, tetapi mekanisme global untuk memastikan negara Dunia Ketiga tetap menjadi pasar, penyedia bahan mentah, penerima "wajib pajak", dan penerima utang berbasis ribawi.

Makan Siang Gratis  Beracun

Kita menyebutnya beracun, karena makanan itu datang bersama ideologi kufur dan kepentingan penjajah.
Mereka memberi makan, tapi juga menyuntikkan racun berupa sekularisme, liberalisme, dan ketergantungan ekonomi ala kapitalism.

Lihat bagaimana di banyak negara Afrika, Asia, bahkan Palestina — setiap paket bantuan pangan selalu disertai syarat: membuka pasar bagi korporasi multinasional, mencabut subsidi pangan lokal, dan melemahkan ketahanan ekonomi rakyat.

Mereka menamainya “aksi kemanusiaan”, padahal sering kali itu sekadar selimut untuk menutupi kekejian genosida dan eksploitasi.

Kemanusiaan, Ilusi Bagi Kapitalism

Negara kapitalism sejatinya tak peduli pada rakyatnya, apalagi pada rakyat negeri jajahan.
Di negeri mereka sendiri, kemiskinan merajalela, biaya hidup mencekik, dan pendidikan hanya dapat diakses oleh yang mampu. Namun mereka masih berani berbicara tentang “keadilan global”? Itu hanyalah ilusi yang menipu dunia.

Program free lunch hanyalah strategi penjinakan massal.
Tujuannya jelas: agar bangsa-bangsa di dunia tak berdaya menolak sistem politik terbaiknya yang di gadang- gadang.

Walau di Palestina mereka memberi bantuan makan siang gratis bercampur darah. Bantuan yang dikirim lembaga-lembaga internasional datang dari negara yang sama yang membiayai penjajahan Israel dan menutup mata atas pembantaian rakyat disana.

Mereka menjual narasi “kemanusiaan” agar dunia lupa bahwa tangan yang memberi makan itulah tangan yang menekan pelatuk.

Solusi Hakiki:  Islam Menjamin Kehidupan

Islam tak mengenal “makan siang gratis beracun”. 

Dalam sistem Islam, kesejahteraan rakyat bukan alat politik, tapi tanggung jawab negara (Daulah) yang dijalankan atas dasar iman dan keadilan. 

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Khalifah memberi bukan untuk disanjung, tapi karena Allah mewajibkannya. Ia sadar, amanah itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Dalam sistem Islam, kemakmuran rakyat bukan lahir dari belas kasihan, tetapi dari keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang memastikan setiap rakyat mendapatkan haknya.

Khilafah menegakkan ekonomi yang berpijak pada kepemilikan umum, bukan pada pajak dan utang. Sumber daya alam dikelola negara untuk menyejahterakan rakyat, bukan memperkaya korporasi. Dari situlah negara menjamin pangan, pendidikan, dan kesehatan tanpa syarat politik. Inilah sistem yang memberi makan tanpa racun, menolong tanpa pamrih, dan menegakkan martabat manusia tanpa menjajah.

Khotimah

Di balik slogan “program kemanusiaan”, “pemberdayaan rakyat”, dan “makan siang gratis”, tersimpan wajah lama penjajahan global. Mereka ingin menguasai sumber daya alam bangsa-bangsa, mengatur kebijakan dengan meminjam tangan pemerintah -pemerintah lokal, dan menancapkan lebih dalam dominasi ideologi kufur mereka atas dunia Islam.

Kini saatnya umat Islam membuka topeng itu, menyadari tipu daya kolonialisme modern, dan menyeru dunia pada sistem yang benar-benar adil yaitu sistem Islam.

Sebab hanya Islam yang mampu menghapus kelaparan dengan keadilan, bukan dengan penaklukan.
Islam memberi makan bukan untuk menundukkan, tetapi untuk memuliakan manusia dan menegakkan kehormatannya sebagai makhluk ciptaan Allah.


Share this article via

4 Shares

0 Comment