| 10 Views

Makan Bergizi Gratis, Solusi Tambal Sulam di Sistem Sekuler, Islam Solusi Hakiki

Oleh : Umi Silvi
 
Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia hingga saat ini. Kondisi ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang memadai dalam jangka waktu yang panjang, sehingga menyebabkan gangguan pada pertumbuhan anak, baik secara fisik maupun perkembangan kognitifnya. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki postur tubuh lebih pendek dibandingkan anak seusianya dan berisiko mengalami keterlambatan perkembangan otak, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kemampuan belajar serta produktivitas di masa depan.

Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong tinggi, meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Presiden terpilih kita mempunya program yang bagus, yaitu makan siang gratis di sekolah sekolah. Permasa jabatannya di akhir oktober kemarin, program ini sudah berjalan di beberapa sekolah di Indonesia.

Presiden Prabowo Subianto merasa gelisah karena dengan banyaknya anak yang belum mendapatkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Di lain pihak, Dadan Hindayana, selaku Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) juga mengungkapkan, untuk memberi makan bergizi gratis dibutuhkan anggaran Rp 100 triliun untuk 82,9 juta penerima manfaat, Jumat (17/1/2025) di Istana Negara. Ia mengungkapkan usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto dengan beberapa menteri Kabinet Merah Putih yang membahas terkait dengan program MBG (Jakarta, CNBC Indonesia, 17/1/2025).

Program makan bergizi gratis merupakan program yang sudah dijalankan di beberapa negara seperti Amerika, jepang, Finlandia, dan Brazil. Program itu bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, kecerdasan , dan mengatasi kekurangan gizi pada anak. Namun, tidak semua negara sukses menjalankan program MBG. Seperti kita ketahui bahwa Indonesia selalu ingin sukses seperti negara lain, sehingga program MBG pun dijanjikan oleh calon presiden sebagai solusi stunting. Janji manis itulah yang dijadikan umpan untuk memikat hati rakyat melalui kampanye.

Beliau mungkin tidak berfikir panjang terkait anggarannya dari mana, yang penting jalankan dulu kebijakan populisnya. Benar saja, setelah program mulai dijalankan, ternyata anggaran yang dibutuhkan sangatlah besar. Namun karena sudah berjanji, maka kebijakan MBG itu tetap dilaksanakan, walaupun pada akhirnya, anggaran mengalami pemangkasan dari Rp15 ribu menjadi Rp 10 ribu per porsinya.

Kebijakan MBG pun mulai dilaksanakan secara bertahap di beberapa daerah. Baru beberapa hari saja, masalah bermunculan terkait MBG, mulai dari kesulitan mencari dana anggaran hingga kualitas makanan yang disuguhkan kepada anak-anak.

Belum selesai di situ, warga kembali dihebohkan dengan usul Wakil Ketua DPR kalau pendaanaan program makan siang gratis dari dana diambilkan dari zakat. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan Najamudin tengah disorot setelah mengusulkan agar dana zakat digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis. Sultan menyampaikan usulan tersebut usai menghadiri Sidang Paripurna Ke-10 DPD RI Masa Sidang III Tahun 2024–2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (Kompas.com, 14/1/2025).

Kendati demikian, ide supaya zakat dialokasikan untuk makan siang gratis tersebut tidak langsung diterima semua pihak, termasuk Istana dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Usulan ini menuai banyak diskusi, terutama dari sudut pandang syariat Islam. Dalam Islam, penggunaan dana zakat memiliki aturan yang sangat jelas, yaitu hanya boleh diberikan kepada delapan golongan penerima yang disebutkan dalam Al-Qur’an (mustahiq zakat), seperti fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak yang ingin memerdekakan diri, orang yang terlilit utang, fisabilillah, dan ibnu sabil. Sementara, program makan siang gratis ditujukan untuk masyarakat umum, termasuk anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi, tidak termasuk dalam kategori ini, sehingga penggunaan dana zakat untuk tujuan tersebut tidak dibenarkan secara syariat.

Lebih mirisnya, makanan tersebut seharusnya bisa memperbaiki dan menambah gizi anak indonesia. Namun, faktanya makanan yang diberikan tak layak makan, bahkan membahayakan. Hal tersebut terkuak setelah adanya 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo yang keracunan usai menyantap makanan menu MBG. Tirto.id(17/01/2025).

Jelas, adanya kebijakan MBG tersebut justru timbul banyak masalah. Hal ini menunjukkan tidak becus serta tidak sungguh-sungguhnya pemerintah dalam mengurusi rakyat.

Adanya kebijakan MBG ini sama sekali tidak akan menyelesaikan permasalahan banyaknya generasi yang belum terpenuhi gizinya, juga tingginya kasus stunting yang tak kunjung reda permasalahannya. Sebaliknya, diterapkannya kebijakan ini justru akan membuat masalah makin bercabang. Sebab, kebijakan yang diterapkan di sistem sekuler kapitalis ini memang tidak akan memberi solusi yang solutif untuk menyelesaikan seluruh problematika. Seharusnya, kebijakan yang diterapkan bisa menyejahterakan rakyat dan memperbaiki generasi saat ini.

Namun, ujung-ujungnya pasti akan membebani dan menyengsarakan rakyat. Karena sejatinya, kebijakan ini bukan didedikasikan untuk kepentingan rakyat, melainkan sebatas proyek pencitraan dari pemerintah. Sedari awal, kebijakan ini nampak belum dipersiapkan secara matang dan hanya dijadikan sebagai alat kampanye untuk memikat hati dan menarik suara rakyat. Alhasil, program tersebut tidak berjalan sesuai yang ditujukan. Maka, lagi dan lagi yang diuntungkan dari program ini hanyalah korporasi saja.

Program Makan Bergizi Gratis juga bisa dibilang proyek pencitraan demi memikat hati rakyat, namun pada akhirnya justru menyusahkan dan membebani rakyat. Janji hanya sekedar janji, dan itu wajar terjadi dalam sistem demokrasi yang sedang diterapkan saat ini. Bukti Negara tidak becus mengurus rakyat, negara hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pengurus urusan rakyat. Program Makan Bergizi Gratis hanya akan menguntungkan para pengusaha dan segelintir orang saja, jadi jelaslah bahwa program Makan Bergizi Gratis tidak bisa dijadikan solusi mengatasi stunting.

Pemimpin dalam Islam sangat peduli pada pemenuhan kebutuhan gizi rakyatnya. Itu sebagai bentuk tanggung jawab seorang Khalifah dalam mengurus urusan rakyat termasuk dalam memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu kewajiban negara khilafah adalah dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas, sehingga setiap warganegara bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menjaga kualitas dan kehalalan produk pangan yang beredar di masyarakat. Menyiapkan para pakar untuk membuat kebijakan terkait pencegahan stunting, pemenuhan gizi hingga membangun kedaulatan pangan.

Harga kebutuhan pokok sangat terjangkau untuk semua lapisan masyarakat, stabil, distribusi pangan juga merata keberbagai daerah. Dengan demikian, kebutuhan gizi masyarakat pasti akan terpenuhi dengan baik. Pekerjaan yang mudah didapat ditunjang dengan gaji yang sesuai, sudah pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Karena untuk masalah kebutuhan publik seperti listrik, pendidikan, kesehatan adalah tanggung jawab negara.

Jadi rakyat hanya butuh untuk membeli keperluan makan sehari-hari saja. Sehingga sangat cukup untuk membeli makanan yang bergizi dan berkualitas. Islam menjaga dan melindungi rakyat yang sudah tua, cacat, lemah karena sakit menahun dengan memberi santunan atau harta pada mereka.

Dengan sistem ekonomi Islam, negara akan terhindar dari krisis pangan, karena kemandirian pangan akan terwujud, sehingga impor sangat bisa diminimalisir. Bahkan impor hanya dilakukan hanya pada saat darurat saja (paceklik), bukan menjadi kebijakan yang utama dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Sanksi yang mampu memberi efek jera akan mampu meminimalisir terjadinya berbagai tindak kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penguasa, pejabat juga rakyat sekali pun.

Begitulah syariat Islam mengatur semua aspek kehidupan, sebagai solusi sistematis segala problematika kehidupan termasuk stunting. Jadi, program Makan Bergizi Gratis jelas bukan solusi mengatasi stunting, karena itu bukan solusi yang mendasar, namun hanya solusi pragmatis yang berujung timbulnya masalah-masalah baru.

Sudah saatnya umat Islam bangkit dan berjuang agar syari’at Islam bisa diterapkan dalam kehidupan dalam institusi negara khilafah.

Wallahu a’lam bishawab


Share this article via

7 Shares

0 Comment