| 334 Views

Listrik Belum Merata, Tanda Abainya Negara

Oleh : Yani Astuti 
Ibu Rumah Tangga

Indonesia dikenal dengan sumber daya alam yang luas dan kaya. Namun, sangat disayangkan rakyatnya justru tidak merasakan kekayaan tersebut. Salah satunya yaitu listrik yang merupakan kebutuhan semua masyarakat. Namun, di sistem hari ini yang berlandaskan pada kapitalisme mustahil untuk mendapatkannya secara gratis dan murah.

Di wilayah Jawa Barat misalnya, sudah tercatat sebanyak 22.000 kepala keluarga (KK) yang belum mendapatkan aliran listrik. Calon gubernur Jawa Barat nomor urut 4, Dedi mulyadi mengatakan bahwa jika dirinya memenangkan Pilkada Jawa Barat 2024, seluruh warga Jabar akan mendapatkan aliran listrik. Dedi Mulyadi menargetkannya dalam waktu 2 tahun selama pemerintahannya. Dirinya menyampaikan hal demikian karena mendapatkan pertanyaan dari panelis yang tertuju pada program dan strategi yang akan dilaksanakan jika terpilih. (beritasatu.com, 23-11-2024)

Dedi Mulyadi mengatakan bahwa dalam membantu warga yang belum mendapatkan aliran listrik bisa memanfaatkan sumber daya alam. Pemanfaatan SDA, yaitu berasal dari air dan angin yang dapat dikelola agar menghasilkan listrik. Dirinya juga mengatakan bisa memanfaatkan dana pemerintahan untuk terbentuknya bantuan aliran listrik. Bagaimana desa memaksimalkan dalam pengelolaannya saja agar dapat membuat listrik sendiri.

Tidak adanya aliran listrik, bukan terjadi di Jawa Barat saja. Namun, pada wilayah lain juga ada yang belum merasakan aliran listrik. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutaluju mengatakan bahwa sebelumnya pada akhir 2023 terdapat sebanyak 140 desa yang tidak memiliki aliran listrik. Saat ini sampai triwulan I 2024, desa yang belum teraliri listrik masih ada 112. Dirinya mengatakan, tingkatnya yang menurun. Dilansir Tirto.id, Senin (10-6-2024).

Lepas Tangan Negara di Sistem Kapitalisme

Listrik merupakan kebutuhan setiap masyarakat. Karena itu, sudah sepantasnya apabila kebutuhan tersebut dipenuhi oleh negara karena kedudukannya sebagai pengurus (raa'in). Terlebih negara Indonesia yang dikenal memiliki sumber energi yang luas seperti batu bara. Semestinya adanya sumber energi ini, negara mampu mengelolanya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Pada hakikatnya sumber energi primer merupakan harta kepemilikan umum, yang sifatnya adalah milik rakyat lalu dikelola oleh negara. Dengan demikian, rakyat bisa merasakan hasil kekayaan alam itu sendiri. Hasil kekayaan alam ini juga tidak hanya dirasakan oleh warga miskin saja, tetapi warga kaya pun juga dapat merasakan dengan harga listrik yang murah.

Namun, pada kenyataannya tidak demikian. Melihat fakta bahwa masih ada yang belum merasakan aliran listrik, menandakan bahwa negara atau pemimpin justru lepas tangan dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kalaupun aliran listrik tersebut tersalurkan, apalagi terdapat subsidi, nilainya akan terus dikurangi dengan dalih tidak tepat sasaran. Hal ini terjadi karena penerapan sistem yang diadopsi hari ini adalah sistem kapitalisme.

Ironinya, dalam sistem kapitalisme, sumber energi seperti batu bara justru dikelola oleh asing, bahkan dijadikan sebagai ladang bisnis. Karena itu, yang terwujud hanyalah pengelolaan oleh swasta yang tujuannya untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berupa aliran listrik tidak begitu diperhatikan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa negara gagal menjadi menanggung jawab atas rakyatnya karena berlandaskan pada sistem yang salah, yaitu sistem kapitalisme.

Islam Menangani Pengelolaan Listrik

Dalam Islam, 
listrik merupakan milik umum yang semestinya dikelola oleh negara. Keberadaan listrik mempunyai dua aspek. Pertama, api yang digunakan sebagai bahan bakar. Kedua, batu bara yang merupakan sebuah bahan untuk pembangkit listrik yang akan digunakan sebagai sumber energi. Rasulullah saw. Bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dilihat dari status api dan batu bara bahwa keduanya berstatus sebagai kepemilikan umum. Dengan demikian, negara harus mengelolanya untuk kepentingan rakyat. Negara harus menjamin listrik yang gratis dan terjangkau untuk dimiliki rakyat dengan harganya yang murah. Negara juga harus memastikan layanan listrik untuk rakyat tersalurkan secara merata hingga pelosok desa.

Ketika sistem kapitalisme menyerahkan sumber energi kepada swasta, lain halnya dalam Islam. Dalam Islam, negara tidak membolehkan kepemilikan umum tersebut diserahkan kepada swasta maupun asing. Islam juga melarang negara menjadikan sumber energi sebagai ladang bisnis. Hal ini karena negaralah yang harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rakyat, apalagi persoalan listrik. 

Demikianlah Islam mengatasi persoalan rakyat dalam hal listrik. Listrik merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat, maka dari itu negara tidak boleh abai kepada masyarakat. Bisa dibayangkan apabila sistem Islam diterapkan di negara ini, sungguh kesejahteraan pasti akan dirasakan oleh masyarakat. Baik rakyat miskin maupun kaya.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

115 Shares

0 Comment