| 63 Views
Kriminalitas Marak, Buah Sistem Rusak

Oleh : Herta Puspita
Beberapa waktu lalu, publik digemparkan dengan adanya kasus bocah laki-laki berinisial MA (6 tahun) asal Sukabumi menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh, anak yang baru mau duduk di bangku sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Pelakunya adalah remaja 14th yang masih duduk di bangku SMP.(Sukabumiku.id, 2/5/2024).
Kasus lainnya, pihak kepolisian Jambi telah menemukan tiga tersangka atas kematian Airul Harahap (13), santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Pihak pengadilan telah menentukan bahwa terdakwa AR (15) divonis dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, sedangkan RD (14) divonis lebih ringan dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. Mereka merupakan senior Airul Harahap di Ponpes tersebut.(Metrojambi.com, 4/5/2024).
Yang terbaru, pria bernama Ismail (40 tahun), warga Kelurahan Selagit, Kabupaten Musi Rawas, ditangkap polisi usai menganiaya ibu kandungnya berinisial SA (80 tahun). Kapolres Musi Rawas, AKBP Andi Supriadi, melalui Kasat Reskrim, Iptu Ryan Tiantoro Putra, mengatakan peristiwa penganiayaan itu berawal saat Ismail kesal karena kalah main judi online, Sabtu, 8 Februari 2025, sekitar pukul 23.00 WIB.(Kumparan.com, 9/5/2025).
Sungguh miris, dari peristiwa-peristiwa di atas, kadar kekerasan makin meningkat dan pelaku-pelaku kriminal tercatat dari berbagai lintas usia. Kondisi tidak aman ini jelas menimbulkan kengerian di masyarakat. Mereka was-was akan keamanan dirinya, hartanya, keluarganya. Rasa takut berbuat bejat dan maksiat telah sirna dari diri mereka walaupun perbuatan tersebut adalah hal yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akar Permasalahan
Sebab terjadinya kondisi di atas tak lepas dari berlakunya sistem kapitalisme-sekularisme. Gaya hidup sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), telah menghilangkan rasa keimanan individu, bahkan masyarakat. Tipisnya iman, membuat mereka merasa boleh-boleh saja melampiaskan nafsunya kepada siapa pun. Inilah akibat kehidupan kita yang sekuler, jauh dari aturan agama. Tidak ada fungsi pencegahan pada diri individu dari berbuat kriminal karena lemahnya keimanan dalam hatinya. Bayangan surga neraka seolah merupakan sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan. Sungguh menyedihkan.
Selain itu, penerapan kapitalisme di negara ini telah menghasilkan kemiskinan yang meluas. Standar keberhasilan seseorang pun dinilai berdasarkan hasil pencapaiam materi semata. Alhasil, banyak orang gelap mata. Bahkan, demi bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, orang rela berbuat kejahatan dengan mencuri, merampas dan sebagainya.
Lemahnya penegakkan hukum membuat kriminalitas semakin merajalela. Banyak kasus kriminalitas yang lenyap begitu saja karena masyarakat enggan melaporkan kepada pihak yang berwenang. Sudah memjadi rahasia umum di negeri ini bahwa berurusan dengan aparat penegak hukum akan membutuhkan biaya besar dan proses yang berbelit, sedangkan urusan belum tentu selesai. Hingga ada ungkapan, “Kehilangan ayam, jika lapor aparat, bisa menjadi kehilangan sapi.” Ini merupakan tamsil rendahnya penegakan hukum di tengah masyarakat.
Selain itu, hukum yang ada tidak membuat jera pelaku kriminalitas. Istilah “penjahat kambuhan” menjadi bukti bahwa pelaku kejahatan tidak jera di penjara, bahkan bisa makin lihai berbuat kejahatan karena bertemu dengan penjahat lainnya. Hukuman terhadap pelaku kriminalitas tidak membuat mereka jera, bahkan bisa beraksi lagi selepas dipenjara.
Inilah realitas penerapan hukum buatan manusia. Sudahlah sanksinya lemah, banyak oknum aparat juga “mudah dibeli” agar pelaku bisa lepas dari jerat hukum. Akibatnya, masyarakat tidak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. Warga selalu waswas terhadap keselamatannya karena para pelaku kriminalitas berkeliaran siap memangsa harta dan nyawa. Dengan demikian, terbukti bahwa sistem hukum sekuler gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Solusi Islam
Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan yang bekerja efektif untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Pada tataran individu, negara (Khilafah) akan membina kepribadian individu rakyat sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, juga mengutus para dai ke berbagai penjuru negeri untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam di tengah masyarakat. Ketakwaan menjadi pencegah individu berbuat kriminal.
Pada tataran masyarakat, negara menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan demikian, dorongan berbuat kriminal akan tercegah.
Dua hal tersebut adalah solusi dalam menyelesaikan kriminalitas pada aspek preventif. Adapun pada aspek kuratif, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas dan adil. Sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat yang serupa).
Sanksi bagi pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam sistem sekuler, melainkan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, kisas adalah hukuman untuk pembunuhan yang disengaja.
Firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah: 178,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.”
Selain itu, sistem Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun kebijakan negara. Sistem Islam akan merevitalisasi peran keluarga dengan memastikan para orang tua menjalankan fungsinya sebagai pendidik anak-anaknya.
Untuk mengembalikan fungsi keluarga, negara akan menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga sehingga terwujud keluarga harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitarnya. Dengan dakwah oleh negara, orang tua akan paham kewajibannya untuk mendidik anak. Mereka akan melakukan kewajiban tersebut sebagai bentuk ketaatan pada Allah Taala.
Sistem Islam juga menyuburkan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat sehingga kemaksiatan dan kriminalitas akan tercegah dan minim terjadi. Islam mewujudkan sistem yang menguatkan fungsi kontrol masyarakat, yakni berupa amar makruf nahi mungkar. Dengan demikian, masyarakat turut andil dalam pendidikan generasi muda. Hal ini akan mendukung terwujudnya pemuda taat syariat dan produktif bagi umat.
Negara juga berperan optimal dalam sistem Islam. Penguasa memahami posisinya sebagai ra’in (pengurus) rakyat sehingga memberikan perhatian penuh pada tumbuh kembang generasi muda agar optimal dan mengarah pada kebaikan. Optimalnya peran keluarga, masyarakat, dan negara ini akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda. Dengan begitu, terwujudlah sosok-sosok pemuda yang sholih sekaligus produktif. Mereka memberikan sumbangsih besar bagi peradaban Islam sehingga mampu menebarkan rahmat ke seluruh alam.
Islam tidak bisa diterapkan dalam naungan demokrasi, sebab demokrasi sendiri merupakan bagian daripada sekularisme. Islam hanya bisa diterapkan dalam sistem politik Islam sendiri bernama khilafah. Oleh karenanya, penerapan hukum Islam di bawah naungan khilafah menjadi keharusan bagi pencegahan dan penyelesaian secara tuntas bagi berbagai masalah kejahatan.
Wallahu a’lam bishawab