| 163 Views
Kontrasepsi untuk Anak dan Remaja Perkuat Liberalisasi Perilaku Seks

Oleh : Wa Ode Vivin
Aktivis Muslimah
Agustus adalah bulan perayaan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bukannya sibuk mengevaluasi diri dengan program kerja (proker) yang telah terlaksana sebagai urgensi dari kemerdekaan yang sebenarnya oleh para pahlawan terdahulu. Pemerintah justru sibuk melegalkan kontrasepsi untuk anak dan remaja dalam rangka liberalisasi seks bebas atau bahasa kerennya safety seks.
Dilansir dari media online Tempo, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) telah resmi menandatangani penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Miris nian. Kenyataan bahwa masa jabatan Presiden Joko Widodo kini yang sebentar lagi berakhir pada bulan Oktober 2024 mendatang. Apa tak sebaiknya acapkali merenungi dirinya dan mengoreksi hal yang dinilai perlu untuk menghadirkan sebuah perbaikan. Bukan malah meresmikan aturan yang tidak berfaedah apalagi membunuh jati diri pemuda sebagai penerus bangsa dengan liberalisasi alat kontrasepsi di kalangan anak dan remaja.
Menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya haram.
Meski iming-iming Peraturan Perundang-undangan ini 'katanya' bermaksud baik demi meningkatkan kesehatan reproduksi remaja, namun beberapa pasal nyatanya bikin berbagai pihak gerah. Tersebab pasal-pasal tersebut membuka interpretasi liar bahwa pemerintah bermaksud memfasilitasi seks bebas alias hubungan seksual di luar pernikahan. salah satunya pada Pasal 107 ayat (2): "Setiap orang berhak memperoleh akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi."
Ini berarti setiap orang mencakup anak-anak usia sekolah dan remaja. Jadi jika ada anak-anak yang mau beli kondom atau pasang spiral atau ada kasus kehamilan di luar nikah yang mau periksa di Rumah Sakit atau Dokter, harus dilayani dan dijaga privasinya. Jadi, ketika anak/remaja itu "membutuhkannya" sebagai sarana seks bebas yang "aman", maka pihak layanan kesehatan akan memfasilitasi praktek tersebut?.
Bila kebijakan ini diterapkan, maka potensi dampak penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja terhadap atmosfer kehidupan masyarakat religius akan semakin rusak dan potensi seks bebaspun akan semakin marak di semua kalangan masyarakat.
Aturan ini sejatinya memberikan kita gambaran betapa Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan Masyarakat dan peradaban manusia, pernikahan dini akibat seks bebas akan semakin membanjiri kalangan remaja. Nauzubillah minzaliik.
Ditambah lagi negara kita menerapkan aturan yang berasaskan sekuler, dimana tujuannya adalah kepuasan jasmani. Terlepas apakah perilaku tersebut dijatuhi hukum haram dalam agama, asal bisa memberikan kepuasan dalam diri makan perilaku tersebut menjadi wajib dilakukan.
Tentu saja ini sangat berbeda jauh dulu ketika Islam berjaya. Standar halal haram sudah menjadi landasan berpikir semua kalangan masyarakat.
Dalam Islam, pendidikan seksual merupakan bagian tak terpisahkan dari perkara akidah, syariat, ibadah, dan akhlak. Pendidikannya berbasis keimanan pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Aktivitas yang diajarkan bagian dari syariat Islam, khususnya terkait hukum pergaulan. Menjalankannya sebagai bentuk ibadah (penghambaan/ketaatan) kepada Rabb-nya. Maka dengan sendirinya akan terpancar jiwa islami nan mulia.
Tugas tersebut diemban oleh negara sebagai penguasa tertinggi. slam mewajibkan negara membangun kepribadian islam pada setiap individu, diantaranya :
Pertama, membina masyarakat tentang pendidikan seks berbasis akidah (agama). Pun mendorong keluarga untuk mengajarkan pendidikan Islam pada putra-putri mereka.
Kedua, menjelaskan keharaman perilaku seks bebas dan dampak buruknya, khususnya bagi generasi.
Ketiga, mengawasi peredaran (penyebaran) konten-konten porno pembangkit syahwat. Baik melalui media cetak, elektronik, maupun media sosial. Bila perlu, memblokirnya dan memberi sanksi bagi pengelola media bejat.
Keempat, menerapkan sanksi tegas bagi pelaku seks bebas. Tidak memandang berapa usianya, saat telah baligh berarti anak/remaja tersebut harus siap menanggung risiko dari perbuatannya. Sehingga bila melakukan seks bebas (zina) layak mendapatkan sanksi. Dalam Islam, sanksi berzina bagi yang bekum menikah adalah dicambuk seratus kali. Hukuman ini akan memberikan efek jera.
Untuk mewujudkannya negara akan menerapkan sistem islam secara kaffah termasuk dalam sistem Pendidikan dan melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media. Hanya dengan mengambil kembali aturan Islam maka kasus serupa seks bebas dan legalitas kontrasepsi tidak akan pernah terjadi.
Wallahu'alam bishowab