| 74 Views

Kemiskinan Struktural Penyebab Maraknya Bisnis Jual Beli Anak

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Sungguh ironi, kasus penjualan bayi di Jawa Barat ke Singapura mulai terungkap. Sebagaimana yang dilaporkan beritasatu.com, (15/7/2025), Ditreskrimum Polda Jawa Barat mengungkap sindikat jual beli bayi yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. Setiap bayi dijual dengan harga Rp11 juta hingga Rp16 juta, tergantung kondisi dan permintaan. Sebagian besar bayi yang dijual berusia dua hingga tiga bulan serta berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Berdasarkan keterangan Polda Jabar, modus operandi pelaku sangat terencana. Bahkan, beberapa bayi sudah dipesan sejak dalam kandungan. Para pembeli menanggung biaya persalinan dan diambil setelah bayi tersebut lahir.

Tak hanya itu, di tahun sebelumnya 2024, terungkapnya kasus sindikat jual beli bayi terjadi di Bali dan Depok. Sebanyak sebelas ibu hamil dan empat bayi ditemukan di lokasi berkedok yayasan sebagai rumah penadah bayi. Para ibu dirawat dengan iming-iming mendapatkan fasilitas tempat tinggal dan persalinan gratis. Setelah melahirkan, bayi mereka ditawarkan ke pihak ketiga dengan dalih adopsi dengan diberikan imbalan. Praktik tersebut ternyata sudah berjalan sejak 2023 (tempo.co, 22/07/2025)

Semua ini membuktikan, kasus jual beli bayi terus saja berulang seakan tidak ada jalan keluarnya.  Padahal, sejak 2023 Kemen PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) telah memperkuat sistem pencegahan perdagangan anak melalui pengembangan dan penguatan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) yang menjangkau keluarga dan komunitas. Sistem ini bertujuan mempercepat deteksi dini dan mencegah praktik jual beli anak yang kerap melibatkan sindikat terorganisasi.

Sindikat internasional penjualan bayi yang diduga terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) adalah buah kegagalan pembangunan ekonomi kapitalisme dan politik demokrasi yang melahirkan kemiskinan struktural. Bahkan, kemiskinan bisa mengikis fitrah ibu yang tega menjual bayinya untuk mendapatkan kondisi finansial yang lebih mapan.

Jika melihat sisi rakyat sebagai objek kebijakan negara, pastinya tidak akan ada rakyat yang ingin miskin. Mereka tentu menginginkan kehidupan sejahtera dan berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kadang kala, mereka hidup miskin bukan karena rasa malas untuk mengubah keadaan, tapi juga dimiskinan secara sistem oleh kapitalisme demokrasi.

Kemiskinan adalah hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi Indonesia yang menerapkan kebijakan kapitalistik. Sistem kapitalisme menyebabkan ketimpangan ekonomi karena distribusi kekayaan dan pendapatan yang tidak merata, karena mereka yang memiliki modal dan sumber daya cenderung mendapat keuntungan lebih besar dan penghidupan yang lebih mapan. Kemiskinan sangat rentan memunculkan kejahatan, termasuk yang melibatkan perempuan dalam sindikat perdagangan hingga menghilangkan sisi kemanusiaan. Akibatnya, anak tidak terlindungi, bahkan sejak dalam kandungan.

Inilah sistem kapitalisme demokrasi yang mencengkeram negeri ini. Kejahatan marak dengan beragam modus karena meminggirkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan, tidak sedikit aparatur negara menjadi pelaku kejahatan, seperti kasus perdagangan bayi yang melibatkan pegawai pemerintah.

Pada hakikatnya anak membutuhkan perlindungan yang hakiki dari negara, tapi karena negara menggunakan sistem sekuler kapitalisme, agama dipinggirkan dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali, termasuk perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya. Hingga pegawai pemerintahan yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat, malah ikut dalam tindak kejahatan tersebut.

Perbuatan ini dengan sangat jelas dilarang Islam, siapa pun pelakunya akan ditindak tegas terlebih lagi jika ini merupakan sindikat. Islam menjadikan anak sebagai aset bangsa yang strategis karena merupakan generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia. orang tua anak pun akan dilindungi dengan penuh tanggung jawab.

Islam memiliki berbagai mekanisme untuk menjaga anak sejak dalam kandungan, termasuk menjaga nasab anak. Negara juga menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokoknya dengan baik, Sistem pendidikan yang berbasis akidah akan menjadikan semua individu bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Dalam Islam setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang tegas dan menjerakan, kejahatan seperti ini tak akan terjadi lagi.

Demikianlah sistem Islam jika dijalankan. Apakah kita akan tetap bertahan dengan sistem yang membuat fitrah manusia hilang dan akal manusia lenyap, anak-anak tidak berdosa dengan teganya mereka perlakukan seperti barang, demi untuk mendapatkan pundi-pundi uang.


Share this article via

21 Shares

0 Comment