| 33 Views

Kematian Raya: Potret Buram Kesehatan di Bawah Kapitalisme

Oleh: Siti Zulaikha, S.Pd
Aktivis Muslimah dan Pegiat Literasi

Kematian seorang balita perempuan bernama Raya mengungkap kegagalan sistemik dalam perlindungan anak dan pelayanan kesehatan di Indonesia. ia meninggal dalam kondisi mengenaskan, dengan tubuh dipenuhi cacing gelang, Bukan semata karena penyakit, tetapi akibat pengabaian dari berbagai sisi.

Raya berasal dari keluarga kurang mampu. Kedua orang tuanya Rizaludin dan Endah, hidup dalam kemiskinan. Rumah mereka sempat roboh dan hanya bisa diperbaiki berkat bantuan warga. kondisi makin sulit karena salah satu orang tua diduga mengalami gangguan kesehatan mental, membuat pengasuhan terhadap Raya tidak optimal. Setiap hari raya bermain di kolong rumah panggung yang kotor dan dipenuhi kotoran ayam. dari sanalah infeksi mulai menyerang tubuhnya mungilnya perlahan namun pasti.

Pada 13 Juli 2025 Raya dibawa ke rumah sakit oleh Yayasan rumah teduh, namun karena tidak memiliki Dokumen identitas dan jaminan kesehatan penanganan medis terhambat. Biaya pengobatan dibebankan penuh kepada keluarga dan dalam 9 hari tagihan membengkak hingga puluhan juta rupiah. Namun karena ketidakmampuan keluarga, dana perawatan ditanggung oleh Yayasan Rumah Teduh. Kondisi Raya tak kunjung membaik sehingga akhirnya meninggal pada 25 Juli 2025. kumparan.com, 25/8/2025

Ironinya, perhatian dari pejabat dan pihak berwenang baru muncul setelah kasus ini mencuat ke publik. Tragedi Raya adalah cermin retaknya sistem perlindungan sosial yang gagal hadir saat anak paling membutuhkannya. Kasus Raya menjadi cermin nyata bahwa pelayanan kesehatan di negeri ini belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang miskin dan rentang. Sistem yang seharusnya menjamin hak hidup dan kesehatan setiap warga negara, justru terperangkap dalam birokrasi yang kaku. Tanpa dokumen seperti kartu keluarga, KTP atau BPJS, akses terhadap pelayanan medis menjadi nyaris mustahil, bahkan dalam kondisi darurat.

Negara sendiri, tampak abai menjalankan tanggung jawabnya untuk melindungi rakyat. Anak-anak seperti Raya dibiarkan tumbuh dalam lingkungan yang tidak sehat tanpa pendampingan, tanpa jaminan kesehatan, hingga akhirnya nyawanya melayang karena sistem yang lebih mementingkan prosedur ketimbang keselamatan manusia.

Kondisi ini merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan pelayanan kesehatan sebagai komoditas bukan hak. Dalam sistem ini, hanya mereka yang memiliki uang, koneksi atau dokumen lengkap yang bisa memperoleh layanan kesehatan yang layak. Sementara rakyat kecil terus dipinggirkan menghadapi penyakit dan kematian tanpa perlindungan yang semestinya.

Kapitalisme menciptakan ketimpangan yang tajam, Rumah Sakit beroperasi layaknya perusahaan dan pasien dianggap sebagai konsumen. Negara pun cenderung berpihak pada pasar, bukan pada rakyatnya. Selama sistem ini terus dipertahankan, tragedi seperti yang dialami Raya akan terus berulang.

Kesehatan merupakan hak dasar setiap manusia, sekaligus tanggung jawab mutlak negara. Negara tidak hanya berperan sebagai penyelenggara layanan, tetapi juga sebagai penjamin kesejahteraan rakyatnya, khususnya mereka yang lemah, miskin dan tidak berdaya. Negara seharusnya tidak membiarkan seorangpun warganya terhalang untuk mendapatkan pengobatan hanya karena alasan administratif atau keterbatasan ekonomi, sebagaimana yang terjadi pada kasus tragis yang menimpa Raya. Namun negara yang demikian hanya terwujud dalam sistem yang shahih, yakni sistem Islam.

Dalam Islam prinsip tanggung jawab negara terhadap rakyat sangat jelas. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Imam atau pemimpin atau khalifah adalah raa'in (pengurus) rakyat dan ia bertanggung jawab atas urusan mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa seorang pemimpin negara, wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pelayanan kesehatan tanpa memandang status sosial (kemampuan ekonomi). Negara tidak boleh bersikap pasif, apalagi menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada mekanisme pasar yang tunduk pada logika untung merugi.

Lebih dari itu, Islam juga membangun sistem sosial yang kuat berbasis ukhuwah (persaudaraan). Seorang muslim tidak akan tinggal diam saat saudaranya berada dalam kesulitan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, mengasihi dan menyayangi seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya dengan tidak bisa tidur dan demam."  (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, sistem negara Khilafah dengan mekanisme zakat, sedekah dan Baitul Malnya memastikan tidak ada satupun warga yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan atau kesakitan tanpa pertolongan. Sejarah mencatat pada masa Khilafah, pelayanan kesehatan disediakan secara gratis dengan kualitas terbaik dan tanpa diskriminasi.

Rumah sakit atau bimaristan dibangun di berbagai wilayah ke khilafahan dan menjadi pusat pelayanan medis dan riset, tidak ada pembatasan berdasarkan identitas atau kekayaan. Bahkan pasien yang telah sembuh masih diberi bantuan logistik dan biaya hidup sampai mereka benar-benar Mandiri. Inilah sistem yang berdasarkan pada aqidah Islam yang menjadikan pelayanan terhadap rakyat sebagai amanah bukan komunitas. Berbeda jauh dengan sistem kapitalisme saat ini yang menjadikan kesehatan sebagai lahan bisnis. Hadirnya khilafah di tengah umat bukan hanya kebutuhan tetapi merupakan kewajiban syar'i dari Allah dan rasulnya.

Hari ini umat sangat membutuhkan sistem yang lahir dari ideologi yang memuliakan manusia, menempatkan negara sebagai pelayan rakyat dan menjadikan syariat sebagai standar. Sistem Islam yang telah terbukti memberikan kesejahteraan selama 13 abad. Hanya dengan penerapannya secara menyeluruh kita bisa memastikan tragedi seperti Raya tidak terulang kembali.

Wallahualam bissawab


Share this article via

13 Shares

0 Comment