| 82 Views

Jabodetabek Masih Banjir, Ada Apa?

Oleh : Isromiyah SH
Pemerhati Generasi

Hujan disertai angin pada Minggu (6/4) mengakibatkan banjir di sebagian wilayah kota Tangerang. BPBD kota Tangerang mencatat ada 17 titik banjir dan telah mengevakuasi sejumlah warga terdampak ke posko pengungsian. Saat ini titik pengungsian berada di Musala Nurul Hikmah, Jalan H. Daiman, Gang H. Risin(Detiknews). Di hari yang sama Sejumlah titik di Jakarta Barat dan Jakarta Timur terendam banjir. Sebanyak delapan RT dan dua ruas jalan terendam banjir. BPBD mencatat saat ini genangan terjadi di 8 RT dan 2 Ruas Jalan Tergenang.

Data banjir tersebut tercatat per pukul 09.00 WIB. Sejak Minggu sore  hujan yang melanda wilayah Jakarta menyebabkan kenaikan Pos Sunter Hulu menjadi siaga 1 (Bahaya) Pukul 18.00 WIB. Kemudian kenaikan Pos Pesanggrahan menjadi siaga 3 (Waspada) pukul 16.00 WIB, kenaikan Pos Krukut Hulu menjadi siaga 3 (Waspada) pukul 18.00 WIB, kenaikan Pos Cipinang Hulu menjadi siaga 3 (Waspada) pukul 18.00 WIB, kenaikan Pos Pantau Angke Hulu menjadi siaga 1 (Bahaya) Pukul 20.00 WIB.      

Banjir (terutama di Jabodetabek), sudah terjadi bertahun-tahun, tapi mengapa solusi permanen tak pernah ada? Ajaibnya, pejabat terus datang "seolah kaget" dengan fenomena banjir yang sebenarnya sudah mereka tahu akan terjadi. Sidak ke lokasi banjir hanyalah ritual wajib bagi pejabat. Tidak ada kebijakan konkret, padahal rakyat butuh solusi komprehensif supaya tahun-tahun depan tidak kebanjiran lagi.

Penyebab utama banjir di Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya adalah terjadinya pendangkalan dan penyempitan sungai akibat sedimentasi dan pembangunan di bantaran sungai yang mengakibatkan kapasitas aliran air berkurang. Deforestasi di hulu, pembangunan vila dan bangunan tempat wisata di kawasan Puncak mengurangi kemampuan tanah menyerap air hujan, meningkatkan aliran air permukaan yang menuju ke hilir. Urbanisasi dan alih fungsi lahan, perubahan lahan hijau menjadi area terbangun lagi-lagi mengurangi resapan air, meningkatkan volume air yang langsung masuk ke sistem drainase. Drainase yang tidak memadai dan juga tidak dirawat menjadikan air hujan tersumbat dan mengakibatkan genangan air.

Variabel penyebab banjir yang tak kalah penting adalah masalah sampah dan limbah industri. Sudah mafhum bahwa perilaku masyarakat membuang sampah ke sungai. Jakarta saja menghasilkan 7,500 ton sampah per hari, dengan sebagian besar tidak terkelola dengan baik. Belum lagi limbah industri yang membuang sisa produksi langsung ke sungai, atau ditumpuk tanpa pengolahan yang memadai. Selain beracun juga menyebabkan endapan lumpur dan sedimentasi.

Gubernur DKI Soetiyoso kala itu  membangun Banjir Kanal Timur (BKT) dengan panjang sekitar 23,5 kilometer dan lebar kanal bervariasi antara 75 - 100 m, yang dirancang untuk mengalirkan kelebihan air dari sungai-sungai seperti Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, Cakung langsung ke laut, dengan tujuan mengurangi resiko banjir di wilayah tersebut. Nyatanya setiap musim hujan, kawasan Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya tetap terendam. Hal ini karena BKT hanya limpasan air dari sungai besar, tetapi tidak mengatasi genangan akibat buruknya tata kelola lingkungan, sampah-sampah yang menyumbat drainase kurangnya area resapan air yang membuat banjir makin parah. Artinya, BKT hanyalah bagian dari solusi   sistem pengendalian banjir yang seharusnya diperkuat dengan langkah-langkah lain.

Solusi banjir dalam sistem Islam

Penyelesaian banjir dalam sistem Islam dilakukan secara sistemis. Negara akan melakukan mitigasi bencana banjir sebelum (pencegahan) dan sesudah terjadi bencana. Untuk mencegah banjir, negara akan menjalankan politik pembangunan dan tata kota yang memperhatikan pelestarian lingkungan. Daerah resapan air akan dijaga dan dilindungi sehingga fungsinya terjaga secara optimal. Khilafah akan melarang penggunaan daerah resapan air untuk permukiman, tempat wisata, maupun yang lainnya. Alih fungsi hutan akan dilakukan dengan cara saksama berdasarkan perhitungan para ahli sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Negara juga melakukan pengawasan terhadap keoptimalan fungsi bendungan, sungai, saluran air, dan sarana lain yang merupakan jalur lewatnya air. Selain menempatkan petugas pemantau, Khilafah juga akan menggunakan kamera pengawas yang melaporkan perkembangan ketinggian air secara real-time. Jika ketinggian air perlu diwaspadai, masyarakat akan diberikan informasi. Negara juga segera melakukan langkah-langkah untuk mengalirkan air ke lokasi yang memungkinkan, sekaligus bersiap-siap mengungsikan warga ke tempat aman jika kondisi makin buruk. Jika terjadi sedimentasi sungai, negara akan melakukan pengerukan. Jika banyak eceng gondok maupun sampah yang menyumbat saluran, akan dibersihkan. Daerah yang gundul akan ditanami kembali dengan pepohonan yang akarnya efektif menahan air. 

Negara akan mengedukasi masyarakat untuk turut bertanggung jawab terhadap lingkungan, misalnya dengan tidak membuang sampah di sungai dan saluran air. Hal yang sama akan dilakukan pada perusahaan-perusahaan. Jika ada yang melanggar, sanksi tegas dan menjerakan akan diterapkan.

Negara akan menjaga daerah sempadan sungai agar tidak digunakan untuk permukiman, perdagangan, pabrik, maupun aktivitas lainnya. Praktik ini disebut hima (proteksi). 

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada hima kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR Abu Dawud).

Negara akan menyejahterakan penduduknya dengan mencukupi kebutuhan perumahan sehingga tidak ada lagi orang-orang yang tinggal di pinggiran sungai. Negara juga akan mencetak para pejabat yang amanah sehingga tidak akan memperjualbelikan izin pembangunan yang merusak lingkungan. 

Jika setelah upaya pencegahan dilakukan maksimal ternyata tetap terjadi banjir, negara akan segera mengevakuasi warga dengan kekuatan optimal dan melibatkan seluruh komponen. Sebelumnya, masyarakat akan mendapatkan edukasi untuk menghadapi bencana dengan tetap mengutamakan keselamatan. Selanjutnya warga akan ditempatkan di pengungsian yang layak dan negara mencukupi kebutuhan mereka yang meliputi makanan, minuman, obat-obatan, keperluan ibadah, kebersihan, pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi untuk pulang ke rumah, dan lainnya. Jika terjadi kerusakan infrastruktur, negara akan memperbaiki dan membangunnya kembali dengan dana dari baitulmal. Di dalam baitulmal ada anggaran untuk bencana.

Sistem Islam yang diadopsi oleh Daulah Islam sudah terbukti mampu mengatasi berbagai bencana sepanjang masa kekuasaannya. Tata kota pada masa Abbasiyah di Bagdad dan Utsmaniyah di Turki telah menunjukkan kemampuan Daulah Islam dalam mengatasi bencana, termasuk banjir. Selain aspek tata kota, daulah juga gencar melakukan penelitian dan pengembangan terhadap alat dan teknologi untuk mengatasi banjir. Upaya ini dibiayai negara dari baitulmal sehingga bisa berjalan secara berkelanjutan. 

Wallahualam bissawab.


Share this article via

24 Shares

0 Comment