| 12 Views
Izin Tambang, Jebakan untuk Membungkam Kekritisan Intelektual

Oleh: Alin Aldini
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Badan Eksekutif Mahasiswa Univeristas Indonesia (BEM UI) menolak usulan agar perguruan tinggi bisa mengelola tambang yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Menurut Ketua BEM UI Iqbal Cheisa Wiguna, wacana tersebut bisa menimbulkan sejumlah kemunduran bagi dunia akademik, karena alih-alih mengelola tambang, perguruan tinggi harusnya meneliti dan mengkritisi pengelolaan tambang agar dapat dilakukan dengan ramah lingkungan dan tidak serampangan. Pengelolaan tambang pun menurutnya dapat mengekang kebebasan akademik, khususnya dalam kegiatan penelitian pertambangan (Tempo.co, 24/01/2025)
Kritikan mahasiswa saat ini tergadaikan oleh banyak hal, salah satunya izin tambang yang diberikan pemerintah untuk dikelola perguruan tinggi, kedengarannya memang baik akan tetapi justru ini akan menjadi bumerang yang bisa mematikan tujuan pendidikan itu sendiri. Harga-harga kian meroket maka ‘nasi bungkus’ sudah tidak ada harganya lagi kini yang mampu membungkam suara mahasiswa adalah izin tambang. Meski diberitakan pemerintah sudah membatalkan izin tambang untuk perguruan tinggi namun tetap saja masih ada yang menerima tawaran tersebut.
Terlalu kentara jika tambang ini dibagi-bagikan setelah terpilihnya rezim baru, seakan ‘bancakan’ bagi-bagi kekuasaan para oligarki. Jika saja tambang itu bisa dikelola oleh perguruan tinggi lalu ke mana hasil dari tambang tersebut, apakah memang benar untuk pendidikan atau bagi-bagi keuntungan semata?
Jika ini terjadi maka kampus-kampus atau perguruan tinggi akan menjadi corong pemerintah dalam membuat peraturan yang hanya mementingkan diri sendiri dan keluarganya, bukan untuk kemaslahatan atau kepentingan masyarakat. Dari sanalah idealisme digantikan dengan oportunis atau hipokritis para mahasiswa dan bahkan rakyat yang terpaksa menerima aturan zalim hanya karena urusan ‘perut’.
Selain membungkam suara mahasiswa sebagai corong masyarakat, izin tambang rawan terhadap konflik kepentingan para pemangku jabatan, disadari atau tidak pemerintah seakan menutup mata terhadap kewajibannya memenuhi pendidikan gratis hingga perguruan tinggi. Kampus dipaksa untuk mandiri dengan harga tambang yang belum tentu stabil 3 sampai 4 tahun ke depan, karena komoditas harga tambangnya bisa jadi turun.
Sistem ekonomi kapitalisme memang mengusung 4 pilar kebebasan salah satunya adalah kebebasan kepemilikan. Apa yang menjadi milik umum bisa dimiliki individu, seperti tambang. Padahal di dalam Islam kepemilikan umum tidak boleh dimiliki perorangan apalagi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, maka ini dikelola oleh negara bukan swasta, korporat, ormas, apalagi kampus.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yakni air (laut, danau, sungai dan seluruh kekayaan yang terkandung dalam sumber air tidak terbatas lainnya), padang (hutan dan segala kekayaan yang terkandung dalamnya), dan api (segala jenis tambang yang terhalang bagi individu menguasainya).
Negara sebenarnya mampu mengelola sumber daya alam yang mampu menutup seluruh dana pendidikan seperti; pembangunan, sarana prasarana, gaji guru dan dosen, gaji staf lembaga pendidikan, biaya kebutuhan penelitian dan pengembangan. Hanya saja semua sistem ekonomi dan tujuan pendidikan yang benar tidak akan terwujud jika menggunakan ideologi kapitalisme sebagai aturan kehidupan. Kalaupun ada jaminan itu hanya sebatas ilusi untuk menutupi borok-borok kapitalisme.
Mahasiswa seharusnya memiliki peran penting dan strategis, sebagai agent of change yang mampu memimpin umat agar sadar dan berani mengatakan kebenaran, juga sebagai social control yang peka terhadap urusan umat dan menjadi teladan dalam mengemban idealisme (khususnya Islam), serta sebagai iron stock yang memiliki ilmu, kemampuan, dan akhlak mulia yang mampu menggerakkan umat untuk ikut berjuang mengembalikan kehidupan Islam.