| 9 Views
Islam Pelindung Hakiki Tuntaskan TTPO
Oleh : Nurjanah
Lagi-lagi fakta mengejutkan penculikan balita kembali gegerkan publik. Hanya karena demi meraup uang membuat seseorang tega memisahkan anak-anak dari ibu kandungnya, seperti yang terjadi pada perempuan bernama Sri Yuliana yang berusia 30 tahun asal Makassar tega menculik seorang anak berinisial BR usia 4 tahun untuk di perdagangkan. Perempuan yang kerap dipanggil dengan nama Ana tersebut menawarkan BR kepada Nadia Hutri yang berusia 29 tahun warga Sukoharjo, Jawa Tengah melalui Facebook dengan harga Rp 3juta .
Setelah sepakat dengan penawarannya Nadia Hutri terbang ke Makassar untuk melakukan transaksinya, kemudian setelah transaksi nya dengan Sri Yuliana selesai, dia kembali terbang ke Jambi dengan membawa korban (BR) berbekal Identitas palsu untuk di perdagangkan kembali kepada pasangan yang mengaku sudah sembilan tahun menikah dan masih belum dikaruniai keturunan hingga memutuskan untuk mengadopsi, pasangan tersebut bernama meriana (42 tahun) dan Adit (36 tahun) dengan harga Rp 30 juta.
Pasangan tersebut rupanya sudah ahli dalam perdagangan anak, karena sebelum mereka berhasil ditangkap oleh polisi mereka juga sudah berhasil menjual sembilan bayi dan juga satu anak, hal ini menjadi bukti bahwa mereka terduga terlibat dalam jaringan sindikat TPPO, sebab mereka pun tak segan terhadap BR hingga mengalami hal yang sama, dan di jual kepada suku dalam dengan cara memberikan surat pernyataan palsu yang menyatakan bahwa keluarga BR sendirilah yang menyerahkan BR kepada mereka, sebab BR berasal dari keluarga yang kekurangan dalam segi ekonomi hingga tak mampu lagi untuk mengurus BR .
Tidak hanya itu saja, mereka bahkan tak segan menyertakan materai diatas surat pernyataan tersebut demi meyakinkan bagendang dan istrinya yang berasal dari suku dalam tersebut, padahal suku dalam tersebut sama sekali tidak punya kemampuan membaca, hingga lebih memilih percaya saja dengan pernyataan meriana.
Bagendang salah satu warga suku dalam rimba yang mengurus serta menerima BR mengakui bahwa dirinya tulus dalam merawat BR dan tidak memiliki tujuan apapun, Bagendang juga mengakui dirinya dan istrinya dimintai untuk merawat BR.
Bagendang juga mengakui melakukan hal itu karena melihat istrinya yang terlanjur sayang pada BR, hingga mereka bersedia untuk merawat nya serta memberikan uang Rp 85 juta untuk mengganti biaya perawatan BR sebelum nya, agar bisa tenang merawat BR seperti anak mereka sendiri, dan untuk menyelamatkan jiwa BR agar tidak dibawa lebih jauh lagi.BBC News Indonesia, kamis (13/11/2025).
Modus-modus adopsi ilegal seperti yang terjadi saat ini, sering kali melibatkan jaringan lintas daerah bahkan juga lintas negara sehingga tidak mungkin dipandang sebagai kejahatan kecil yang berdiri sendiri, jadi sudah jelas perdagangan anak tentunya bukan sekedar tindakan kriminal individu, sebab kejahatan ini terorganisasi dan tumbuh subur dalam sistem yang memberikan ruang untuk eksploitasi manusia, selain itu penculikan anak sering kali terjadi dikarenakan tidak adanya jaminan dari negara ketika anak berada diruang publik.
Mirisnya banyak kasus yang terjadi berasal dari keputus asaan ekonomi orang tua, tentunya kemiskinan struktural yang melilit masyarakat saat ini tidak muncul secara alami tapi merupakan produk langsung dari sistem ekonomi kapitalisme, sebab dalam sistem ini kekayaan negara hanya terfokus di tangan pemilik modal, sementara rakyat dipaksa untuk hidup tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan.
Ketika harga kebutuhan pokok melambung dan lapangan pekerjaan semakin sempit, sebagian orang tua mengambil keputusan ekstrem demi bertahan hidup, termasuk dengan cara menculik anak dan menjual nya kepada pihak yang menjadi bagian perdagangan manusia.
Namun yang lebih parahnya lagi sistem kapitalisme hanya mampu menyalahkan pelaku miskin dengan menjerat pelaku lapangan yang terlibat saja, melalui undang-undang perlindungan anak atau undang-undang TPPO, hal ini menjadi klise bahwa hukum di negara ini lemah hingga tak mampu mencegah para pelaku.
Tindakan sempit yang hanya menindak individu seakan membiarkan masalah tanpa tersentuh, negara hanya mengklaim dan fokus dalam menangkap pelaku saja, padahal faktor pendorong nya adalah kemiskinan, ketimpangan serta lemahnya perlindungan negara yang justru sama sekali tidak dibenahi.
Selain itu kebebasan kepemilikan ala kapitalisme telah membuka jalan bagi korporasi besar untuk menjarah sumber daya rakyat atas nama investasi.
Negara lebih sibuk mempasilitasi pemodal ketimbang menjamin kesejahteraan warganya sendiri.
Ketika ekonomi negara dikendalikan oleh segelintir korporasi, tentunya rakyat kecil hanya menjadi angka statistik tanpa perlindungan, maka kondisi seperti ini lah yang menciptakan perdagangan anak semakin tumbuh subur.
Lemah nya perlindungan terhadap anak menjadi alasan utama para penculik lebih leluasa memanfaatkan situasi, dan ketidak pahaman dalam membaca masyarakat adat atau warga suku dalam, membuat para pelaku memilih untuk melibatkan mereka dalam melakukan aksinya, sebab bagi pelaku warga suku dalam akan lebih mudah untuk dibodohi.
Dengan demikian marak nya perdagangan anak bukan hanya persoalan moral semata, melainkan merupakan buah pahit dari sistem ekonomi kapitalisme yang menelantarkan rakyat, melemahkan struktur keluarga, dan menyediakan kondisi ideal bagi kriminal untuk beroperasi.
Seharusnya negara beserta seluruh elemen nya melakukan pembenahan mendasar dengan menyelenggarakan pemerintahan yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Selain itu negara berkewajiban untuk hadir dalam memenuhi kebutuhan dasar dan sekunder rakyat secara mudah, serta memberikan keadilan dan memastikan rasa aman yang tidak bisa ditarik ulur .
Namun semuanya itu hanya dapat diwujudkan melalui sistem yang menempatkan negara tidak hanya sekedar regulator pasar, melainkan menjadikan negara sebagai pelindung.
Negara tersebut adalah khilafah Islamiyyah, Dimana negara dalam Islam berfungsi sebagai junnah (perisai) sekaligus raa'in (pengurus urusan rakyat).
Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."(HR.Bukhari-Muslim).
Sebab itu negara tidak hanya bertanggung jawab pada penanganan pelaku kejahatan saja, tapi juga harus memastikan kondisi sosial - ekonomi yang mencegah kejahatan itu muncul.
Dalam sistem Islam generasi dipastikan untuk dididik dengan aqidah Islam sehingga tumbuh dengan kepribadian kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh budaya hedonisme, matrelialisme, bahkan liberalisme yang menjadikan manusia dipandang sebagai komoditas.
Pendidikan yang berlandaskan aqidah Islam inilah yang akan menutup celah muncul nya perilaku menyimpang, baik itu dari orang tua, atau pun perantara jaringan yang menjadikan anak sebagai objek transaksi.
Selain itu negara Islam akan menerapkan sanksi tegas, sehingga pelaku penculikan atau pun perdagangan orang akan dikenai hukuman ta'zir yang bentuk dan tingkatan nya ditetapkan oleh Khalifah sesuai dengan tingkat bahaya kemudharatan nya.
Mekanisme ini akan memberikan efek jera yang nyata sekaligus mencegah jaringan kejahatan berkembang, karena negara tidak membiarkan kasus berhenti pada satu atau dua pelaku saja.
Dalam aspek ekonomi negara Islam, akan memastikan sistem ekonomi politik nya ditopang sistem Islam.
Sistem ini memastikan tidak ada keluarga yang terjerumus dalam kemiskinan ekstrem yang mendorong mereka menjual atau menyerahkan anak.
Kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan akan dipenuhi oleh negara dari pengelolaan harta milik umum dan pos pendapatan syar'i, bukan melalui skema kapitalistik yang menyerahkan kekayaan negara kepada korporasi.
Negara juga menciptakan lapangan kerja yang luas dan layak bagi para laki-laki sebagai pencari nafkah, sehingga tekanan ekonomi tidak menjadi pemicu kejahatan.
Dengan mekanisme sederhana ini, tentunya negara Islam tidak hanya menghukum para pelaku kejahatan tetapi juga menghilangkan akar masalah yang membuat perdagangan orang yang marak terjadi.
Wallahu alam bissawab.