| 143 Views
Industri Hilirisasi Indonesia, Untuk Siapa?

Oleh : Holisoh
Dalam pidatonya usai pelantikan pada 2019, Jokowi menyampaikan lima program prioritas untuk lima tahun kepemimpinannya, yakni pengembangan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi dan sumber daya alam (SDA) menjadi indutri nilai tambah. Salah satu upaya merealisasikan program prioritasnya tersebut, pemerintah mendorong hilirisasi industri di Indonesia.
Melalui kebijakan hilirisasi Indonesia berupaya untuk tidak mengekspor komoditas-komoditas mentah melainkan mengekspor produk-produk turunannya. Upaya ini tentu saja tidak mudah, sejumlah tantangan yang berasal dari internal dan eksternal harus dihadapi. Tantangan internal diantaranya kemampuan industri hilir dalam negeri, besarnya investasi, dukungan penelitian, kebutuhan terhadap sumber daya manusia yan memadai serta teknologi yang menunjang, dan bagi para pelaku usaha regulasi yang memudahkan dan iklim usaha yang bersih dan kompetitif juga sangat mempengaruhi. Sementara tantangan dari luar negeri berupa penolakan sejumlah negara atas larangan ekspor bahan mentah. Uni Eropa (UE) melayangkan gugatan atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan pada Oktober 2022 Indonesia dinyatakan kalah. Lembaga luar lainnya yang menentang kebijakan hilirisasi adalah Dana Moneter Internasional (International Monetery Fund / IMF). IMF meminta pemerintah menghentikan larangan ekspor nikel dan tidak memperluas kebijakan serupa pada komoditas lain.
Hilirisasi Nikel Menguntungkan Asing
Menjelang akhir pemerintahan Jokowi, sejumlah kritik diungkapkan beberapa pihak dalam rangka mengevaluasi kebijakan hilirisasi pemerintah. Terkait hilirisasi nikel, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri mengatakan kebijakan hilirisasi Jokowi lebih banyak menguntungkan Cina ketimbang Indonesia. Hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel di dalam negeri adalah perusahaan Cina dan karena statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), mereka menikmati banyak kemudahan dan keuntungan seperti sama sekali tidak dikenai segala jenis pajak dan pungutan. Perusahaan smelter Cina sama sekali tidak membayar royalty. Royalti dibebankan kepada perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Perusahaan Cina juga berhak membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri. Karena Indonesia baru sebatas memproses bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel 99% dari NPI ini diekspor ke Cina untuk diolah kembali sesuai kebutuhan pasar.
Sebagai negara produsen dan pemilik cadangan bijih nikel terbesar dunia (24%), Indonesia justru bukan penerima manfaat terbesar dari hilirisasi nikel. Penerima manfaat terbesar tentu saja perusahaan Cina yang menurut Kementerian ESDM mereka menguasai 90% smelter nikel Indonesia. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga mengakui bahwa devisa ekspor yang didapatkan dari hilirisasi nikel hanya masuk sebesar 20-30% saja karena Indonesia mengambil kredit dan teknologi dari luar sehingga sebagian besar keuntungan langsung dibayarkan.
Aktivis Marwan Batubara juga mengkritik dominasi Cina pada industri hilir nikel Indonesia, sementara PT Antam sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya menguasai 7-8% bisnis tambang dan smelter nikel dalam negeri. Marwan menyoroti bagaimana pemerintah begitu mudahnya memberikan perijinan untuk tenaga kerja asing Cina di masa pandemi padahal warganya sendiri banyak yang membutuhkan pekerjaan.
Salah satu perangkat yang dibutuhkan para investor sehingga mereka mau berinvestasi adalah jaminan kemudahan dan dukungan penuh pemerintah , pusat dan daerah. Maka pemerintah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan pro pengusaha dan investasi seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU Penanaman Modal, dan lainnya. Sebagai contoh Kawasan Industri Morowali yang dimiliki PT Tsingshan Holding Group sebagi pemegang saham utama, ditetapkan sebagai proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Permenko Perekonomian No. 9 tahun 2022.
Pemerintah mengklaim telah tercipta lapangan kerja baru serta adanya transfer teknologi yang menunjang perkembangan industri hilir pertambangan Indonesia. Namun klaim pemeritah ini harus dikaji ulang. Kenyataannya angka kemiskinan masyarakat setempat justru mengalami peningkatan. Menurut BPS kemiskinan tercatat naik di daerah penghasil dan pengolah nikel terbesar seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Selain peningkatan data kemiskinan BPS juga melaporkan meningkatnya ketimpangan ekonomi di sebagian daerah tersebut.
Selain masalah kemiskinan, masyarakat setempat juga menghadapi persoalan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pabrik smelter nikel. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebutkan telah terjadi kerusakan lingkungan pada sekitar 372.482 ha kawasan hutan di Sulawesi akibat dari industri penghiliran nikel. Krisis air bersih menimpa masyarakat pulau Wawoni, Sulawesi Tenggara, akibat pembuangan lumpur tambang nikel yang mencemari badan air. Masalah keselamatan kerja juga tengah menjadi perhatian serius setelah insiden meledaknya tungku smelter Morowali yang menyebabkan 21 pekerja tewas dan 38 lainnya menjalani perawatan intensif.
Alarm Atas Kegagalan Kapitalisme
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung di dalam bumi, air, maupun udara. SDA adalah sesuatu yang Allah SWT ciptakan untuk manusia sebagai sarana untuk menunjang kehidupannya di dunia sekaligus menjadi sumber penghidupan mereka dalam rangka beribadah. Karena peran vitalnya bagi kehidupan manusia, SDA dapat menjadi sumber konflik. Bahkan lebih dari itu, suatu negera yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dapat mengundang perhatian dan invasi dari bangsa yang tamak.
Hilirisasi SDA yang digadang-gadang untuk mendapatkan kemanfaatan lebih bagi rakyat, kenyataannya justru menguntungkan pihak asing. Industrialisasi dalam sistem kapitalisme tidak didesain untuk mewujudkan kesejahteraan yang adil. Industri kapitalisme terbukti hanya menjadi alat pemuas syahwat para kapitalis dan negara-negara besar.
Pengelolaan SDA Dalam Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan kepada swasta dan individu. Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlah atau depositonya banyak merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Rasulullah SAW telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut:
“Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu: air, padang rumput, dan api” (HR Abu Daud)
Barang-barang tambang seperti minyak bumi, gas, minerba, beserta turunannya seperti bahan bakar, dan lain-lain, termasuk juga listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut, semuanya telah ditetapkan oleh syariat sebagai kepemilikan umum di mana negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Secara administrasi pengelolaaan SDA yang masuk kategori milik umum, dalam sistem ekonomi Islam menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, SDA yang ada di sebuah negara bukan hanya milik negara tersebut, tetapi milik seluruh kaum Muslim. Setelah negara tersebut terpenuhi kebutuhannya, SDA tersebut akan dialokasikan ke negara-negara lain yang membutuhkan sehingga terjadi pemerataan pemanfaatan SDA.
Secara teknis pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: Pertama, pemanfaatan langsung oleh masyarakat umum. Contoh: air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat.
Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara. Kekayaan umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar seperti minyak bumi, gas alam, dan barang tambang lainnya langsung dikelola oleh negara.
Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan. Diperbolehkan kepemilikan umum tersebut dijual kepada pihak luar negeri, dengan jaminan bahwa kebutuhan dalam negeri aman dan tidak dalam rangka memperkuat negara asing. Seluruh keuntungan dari pengelolaan SDA masuk ke Baitul Mal untuk kemaslahatan rakyat sesuai ijtihad khalifah.
Mewujudkan kesejahteraan yang adil hanya dapat terwujud dengan menerapkan seluruh syariat Islam di muka bumi Allah ini. Wallahu a’lam.