| 74 Views
Ibu dan Anak akan Bahagia di Bawah Sistem Islam

Oleh : Tati Hartati
Aktivis Muslimah
Anak adalah rezeki dari Allah Swt dan juga amanah yang harus kita jaga, kita bina, kita sayangi dan kita lindungi. Sebagai orangtua kita juga wajib mendidik dan memberikan pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam.
Di zaman sekarang ini seorang ibu selain menjadi madrosatul ula juga sebagai pencari nafkah. Yang bekerja di luar rumah, sehingga kita tidak optimal dalam mendidik dan mengajarkan sedikit ilmu sama anak-anak. Selain itu seorang ibu juga harus mengatur biaya hidup yang sekarang ini bahan pangan sangatlah meroket harganya, sedangkan pendapatan sangatlah sedikit. Sehingga dengan keadaan yang serba meroket tapi pendapatan sedikit menjadikan fitrah keibuan menjadi hilang karena iman mereka kurang tertanam di hati.
Sehingga ada seorang ibu yang tega membunuh anaknya demi mengurangi beban hidup. Seperti yang terbaru terjadi Bangka Belitung. Insiden tragis di Desa Membalong, Kabupaten Belitung, di mana seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga telah membunuh dan membuang bayi yang lahir secara normal di kamar mandi.
Kejadian itu terjadi pada Kamis, 18 Januari 2024, sekitar pukul 21.00 WIB.
Motif dari tindakan tersangka yang mengerikan ini diduga terkait dengan faktor ekonomi, dimana ibu tiga anak tersebut merasa terdesak secara finansial. Oleh karena itu
perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.
Semua itu terjadi karena kurangnya keimanan dan juga faktor lainnya. Pada sistem sekuler yaitu pemisahan agama dan kehidupan maka wajar kalo sekarang banyak yang melakukan suatu perbuatan yang tidak dipikirkan dosa atau tidaknya.
Bagaimana menurut pandangan Islam?
Banyak faktor yang mempengaruhi akan kejadian di atas seperti :
1). Lemahnya ketahanan iman.
2). Tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi.
3). Lemahnya kepedulian masyarakat dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu.
Semua faktor tersebut tentu berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara. Sistem kapitalisme yang lahir dari akidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Ketika tidak menggunakan aturan agama, manusia diatur oleh aturan manusia sendiri, maka terwujudlah individu yang minim keimanan. Masyarakat yang apatis dan negara yang abai terhadap perannya. Semua ini menjadi beban bagi para ibu ketika ingin membesarkan anak-anak mereka.
Jika sistem kapitalisme mematikan fitrah seorang ibu maka berbeda dengan sistem Islam. Sistem slam tentu akan merawat dan menjaga fitrah keibuan. Secara penampakan memang fitrah keibuan akan muncul pada individu seorang perempuan. Jika fitrah ini terwujud secara optimal dalam diri perempuan maka generasi pengisi peradaban akan terdidik dengan benar. Hanya saja perlu dipahami fitrah keibuan perwujudan dari gharizah nau yang ada dalam setiap diri manusia.
Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Islam BAB Thariqul Iman menjelaskan bahwa naluri akan bangkit ketika mendapat pemicu (rangsangan) dari luar. Seorang ibu akan optimal dan tenang merawat anaknya,mengasuh dan mendidik anaknya. Ketika mendapat jaminan kehidupan dengan layak dan baik. Jaminan kehidupan terkait erat dengan kesejahteraan yang tidak mungkin diwujudkan oleh individu per individu namun butuh peran negara.
Disinilah Islam mengatur agar negara menjadi support system bagi para ibu dan anak supaya mereka mendapat jaminan kesejahteraan tersebut. Dalam Islam jaminan kesejahteraan diwujudkan dari berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara.
Dari jalur nafkah bahwa syari'at menetapkan tanggung jawab penafkahan ada di pundak laki-laki. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi
وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”(QS Al Baqarah : 233).
Penafkahan berkaitan erat dengan pekerjaan. Dalam hal bekerja tidak cukup dari individu saja, tetapi harus ada lapangan pekerjaan. Maka Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab agar lapangan pekerjaan tersedia dengan cukup dan memadai hingga tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak bekerja. Selain itu Islam juga memerintahkan kehidupan bermasyarakat dilandasi oleh ikatan aqidah. Dengan begitu aksi tolong menolong (ta'awun) antar masyarakat menjadi dukungan tersendiri bagi ibu untuk mengasuh anak-anak mereka. Semisal keluarga yang kaya membantu yang kekurangan. Menjadikan suasana kehidupan yang taat dan berlomba-lomba untuk kebaikan, tidak dengki, tidak memamerkan kemewahan dan amal shalih lainnya.
Seandainya seorang ibu mendapat qadha suami meninggal atau suami tidak dapat bekerja, Islam juga memiliki mekanisme agar mereka tetap mendapat jaminan kesejahteraan. Jalur penafkahan beralih pada negara. Islam juga mewajibkan negara menjamin harga bahan pangan terjangkau. Dengan begitu para ibu akan menyiapkan kebutuhan gizi anak dan keluarganya dengan layak.
Islam mengatur kebutuhan dasar publik dijamin oleh negara. Rakyat mendapatkannya secara gratis dan berkualitas. Karena semua kebutuhan publik dibiayai oleh baitul maal.
Inilah wujud sistem ekonomi dan politik dari negara yang diatur oleh Islam yakni Khilafah. Negara yang menjalankan tugas sebagai Rain . Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Imam atau khalifah adalah rain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (H.R Al Bukhari).
Wallahu a’lam bish shawab