| 18 Views

Gen Z Harus Tolak Two State Solution untuk Palestina

Oleh : Nindi Dwi Pianka 

Sumud Flotilla, kapal kemanusiaan yang membawa bantuan obat-obatan, makanan, dan kebutuhan pokok bagi masyarakat Gaza. Ironisnya, kapal tersebut justru dicegat dan diculik oleh pasukan Israel. Tindakan ini bukan hanya menghalangi bantuan kemanusiaan, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa kemanusiaan kini seolah tidak lagi memiliki arti di hadapan kekuasaan yang zalim. Ketika bantuan bagi rakyat tertindas dihambat, maka sesungguhnya yang diserang bukan hanya Palestina, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi prinsip bersama seluruh umat manusia.

Respons dunia terhadap kejadian ini pun tidak sedikit. Di berbagai kota besar seperti London, Paris, Roma, hingga Brussel, masyarakat turun ke jalan, menyuarakan kemarahan terhadap tindakan brutal Israel. Mereka menuntut keadilan bagi rakyat Palestina dan kebebasan bagi Gaza. Aksi serupa juga muncul di dunia Islam — salah satunya di Maroko, di mana ratusan pemuda Gen Z turun ke jalan untuk menyatakan protes terhadap pencegatan Sumud Flotilla. Semangat yang sama terasa hingga ke Indonesia, ketika komunitas SJP Bandung menggelar Agenda Solidaritas dengan Sumud Flotilla sebagai wujud dukungan dan kepedulian terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Kepedulian ini menunjukkan bahwa generasi muda, terutama Gen Z, tidak hanya hidup di dunia digital yang serba instan, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan moral yang tinggi terhadap isu kemanusiaan dan keislaman. Bagi umat Islam, kepedulian terhadap Palestina bukan sekadar empati, melainkan bagian dari keimanan. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta dan kasih sayang mereka bagaikan satu tubuh; jika satu bagian sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak bisa tidur.” Artinya, penderitaan rakyat Palestina seharusnya juga dirasakan oleh setiap Muslim di seluruh dunia.

Namun, di tengah semangat solidaritas ini, muncul narasi lama yang kembali diangkat oleh pihak-pihak tertentu, yaitu Two-State Solution atau solusi dua negara. Narasi ini digadang-gadang sebagai jalan damai antara Palestina dan Israel. Namun faktanya, solusi tersebut hanyalah ilusi politik yang justru semakin mengokohkan penjajahan Israel atas tanah Palestina. Dengan menerima Two-State Solution, berarti dunia seakan mengakui keberadaan entitas penjajah di atas tanah umat Islam yang seharusnya suci dan bebas dari kekuasaan zalim.

Zionisme telah menunjukkan watak aslinya — sebuah ideologi yang tidak mengenal bahasa perdamaian, melainkan hanya memahami bahasa kekerasan dan penindasan. Sejarah panjang pembunuhan, pengusiran, dan perampasan tanah rakyat Palestina menjadi bukti nyata bahwa mereka tidak pernah berniat untuk hidup berdampingan secara damai. Karena itu, menerima Two-State Solution sama saja dengan menutup mata terhadap kezaliman dan melanggengkan penjajahan.

Gen Z, sebagai generasi yang tumbuh di era keterbukaan informasi, memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk melihat persoalan ini secara jernih. Jangan sampai narasi “damai” meninabobokan kesadaran kita terhadap realitas yang terjadi. Perdamaian sejati tidak mungkin terwujud selama penjajahan masih berdiri dan rakyat Palestina masih diperlakukan seperti tahanan di tanahnya sendiri.

Dalam pandangan Islam, solusi terhadap penderitaan Palestina tidak mungkin datang dari kompromi politik, tetapi dari perjuangan yang berlandaskan iman dan syariat. Islam menegaskan bahwa pembebasan negeri-negeri Muslim yang dijajah hanya dapat terwujud melalui jihad fi sabilillah — perjuangan yang dilandasi keikhlasan dan dipimpin oleh kepemimpinan Islam sejati, yaitu Khilafah. Hanya dengan persatuan umat di bawah satu kepemimpinan yang berlandaskan hukum Allah, umat Islam dapat kembali kuat dan mampu menegakkan keadilan di muka bumi.

Gen Z seharusnya menjadi generasi yang cerdas, kritis, dan tidak mudah tertipu oleh slogan perdamaian yang menyesatkan. Kita harus berani menolak Two-State Solution dan menyuarakan bahwa Palestina tidak butuh solusi palsu, melainkan pembebasan sejati. Generasi muda Islam perlu memahami bahwa perjuangan ini bukan sekadar isu politik internasional, melainkan perjuangan akidah — perjuangan untuk menegakkan kembali kehormatan Islam dan menunaikan amanah Rasulullah ﷺ dalam membela kaum tertindas.

Sudah saatnya Gen Z bangkit bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai generasi yang membawa kesadaran dan semangat perubahan. Dengan ilmu, iman, dan solidaritas, Gen Z dapat menjadi kekuatan besar yang menolak ketidakadilan dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina di bawah naungan Islam. Sebab selama Masjid Al-Aqsha belum terbebas, tanggung jawab itu masih melekat di pundak seluruh umat Islam, terutama generasi muda hari ini.

Wallahu a'lam bishowab.


Share this article via

3 Shares

0 Comment