| 19 Views

Gagal Lindungi Gizi Rakyat Bukti Bobroknya Sistem Kapitalisme, Khilafah Hadir Sebagai Solusi Hakiki

Oleh : Sumarni Ummu Suci

Kasus keracunan massal yang menggemparkan publik kembali mencuat. Kali ini program MBG (Makan Bergizi Gratis) di kota Bogor, hingga 9 Mei 2025 jumlah korban yang diduga mengalami keracunan akibat mengkonsumsi makanan dari program tersebut telah meningkat menjadi 210 orang.(Sumber : www.detik.com).

Kepala dinas kesehatan kota Bogor, Sri Noworetno menyebutkan 210 orang yang di duga keracunan berasal dari 8 sekolah. Mereka mendapat MBG dari satu SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang sama.
Dari jumlah tersebut ada 34 orang yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit. (Sumber : www.detik.com)

Respon banyaknya kasus keracunan MBG yang menimpa generasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut program ini bakal mendapat proteksi asuransi. (sumber : www.finansialbisnis.com)

Ogi Prastomiono kepala eksekutif Pengawas Perasuransian Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) mengatakan bahwa sejumlah asosiasi telah mengidentifikasi beberapa resiko yang berpotensi terjadi pada penyelenggaraan program MBG.Mulai dari penyediaan bahan baku, pengolahan sampai pendistribusian kepada konsumen. (Sumber : www.finansialbisnis.com)

Ia juga menyampaikan bahwa telah diidentifikasikan sejumlah resiko yang kemungkinan dapat di jamin melalui ansuransi seperti resiko keracunan pada penerima MBG, termasuk anak sekolah, balita serta ibu hamil dan menyusui.

Keracunan MBG (Makan Bergizi Gratis) merupakan salah satu contoh nyata dampak negatif dari praktek industri kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan finansial di bandingkan keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Dalam sistem ini efisiensi biaya dan peningkatan laba sering kali menjadi prioritas utama. Sementara aspek keselamatan kerja, kontrol kwalitas dan dampak lingkungan kerap di abaikan.

Akibatnya masyarakat yang seharusnya dilindungi, justru menjadi korban dari kelalaian dan keserakahan perusahaan.

Kasus keracunan ini mencerminkan bagaimana sistem ekonomi yang tidak berorientasi pada kepentingan publik dapat menimbulkan krisis kesehatan yang serius dan merugikan banyak pihak.

Negara sendiri justru terkesan berlepas tangan dalam menghadapi kasus keracunan MBG (Makan Bergizi Gratis) ini.

Alih-alih memberikan perlindungan nyata kepada masyarakat, ironisnya yang diusulkan justru adalah skema asuransi MBG yang semakin memperjelas kecenderungan negara untuk mengkomersialisasi resiko kesehatan masyarakat.

Pendekatan ini tentu bukanlah solusi preventif yang bertujuan mencegah kejadian serupa di masa depan melainkan sekedar memindahkan beban resiko kepada individu. Seolah - olah masyarakat harus menanggung akibat dari kelalaian industri.

Hal ini menunjukkan bagaimana logika pasar telah masuk kedalam kebijakan publik mengaburkan tanggung jawab negara sebagai pelindung rakyat.

Negara yang menganut sistem kapitalisme terbukti gagal dalam menjamin kwalitas gizi generasi bangsa.

Dalam kerangka pasar bebas produk - produk pangan termasuk yang berbahaya bagi kesehatan di biarkan beredar luas tanpa pengawasan dan regulasi yang ketat.

Keamanan pangan menjadi barang dagangan bukan hak dasar warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kapitalisme keuntungan lebih diutamakan dibanding keselamatan dan kesejahteraan rakyat.

Kegagalan kapitalisme juga terlihat dari ketidak mampuannya menciptakan lapangan kerja yang layak dan memadai.

Banyak warga yang terpaksa bekerja dalam kondisi tidak aman, upah rendah atau menganggur karena tidak tersedianya peluang kerja yang memadai.

Bukannya menyejahterakan, sistem ini justru memperparah kesenjangan sosial dan menjauhkan rakyat dari kehidupan yang layak. Tak heran kebutuhan gizi generasi tidak terpenuhi akibat banyaknya kepala keluarga yang tidak mendapatkan akses pekerjaan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa problem gizi tidak berdiri sendiri melainkan berkaitan erat dengan sistem ekonomi tata kelola negara secara keseluruhan.

Dalam konteks inilah khilafah Islamiyyah hadir sebagai solusi sistemik yang mampu menyelesaikan problem gizi secara menyeluruh.

Khilafah bukan hanya sistem pemerintahan melainkan struktur kepemimpinan yang mengatur seluruh aspek kehidupan rakyat berdasarkan syari'at Islam.

Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pangan bergizi bagi setiap individu adalah kewajiban negara bukan tanggung jawab pasar atau korporasi.

Khilafah bertanggung jawab penuh atas keamanan pangan dan gizi masyarakat dengan memastikan hanya makanan yang halal, thoyyib dan bergizi yang beredar. Melalui pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas.

Allah SWT berfirman :

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ

" Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian mereka dengan cara yang ma'ruf " (QS.Al - Baqarah : 233)

Ayat ini menegaskan bahwa dalam Islam ayah atau kepala keluarga memiliki kewajiban utama dalam menjamin nafkah anggota keluarganya. Ini mencakup makanan, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan dasar lainnya.Itu berarti seorang pemimpin berkewajiban untuk memberikan jaminan kesejahteraan di segala bidang bagi rakyatnya.

Adapun di dalam sistem Islam, khalifah sebagai kepala negara khilafah menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam secara langsung oleh negara dan pembangunan sektor - sektor produktif seperti pertanian, industri dan perdagangan.

Dengan demikian, rakyat tidak hanya diberi bantuan tetapi juga di beri akses pada penghidupan yang layak.

Sistem ini membebaskan masyarakat dari ketergantungan pada bantuan sesaat dan mendorong kemandirian ekonomi yang berkeadilan.

Peran negara dalam menyediakan lapangan kerja ini adalah implementasi (pelaksanaan/penerapan). Dari sabda Rasulullah Saw :

"Pemimpin (Khalifah) adalah penggembala (raa'in) dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang digembalakannya (rakyanya). (HR. Bukhori dan Muslim). 

Semua itu dilakukan bukan demi keuntungan tetapi demi kemaslahatan dan penjagaan amanah atas kehidupan umat.

Dengan sistem khilafah problem gizi generasi dapat diselesaikan secara fundamental (mendasar) dan menyeluruh bukan sekedar ditangani secara reaktif seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Wallahua'lam bissawab.


Share this article via

13 Shares

0 Comment